E-Book dan Game Gratis

E-book                      Game & Software
Bagi anda yang ingin membaca secara offline, silakan download format e-book-nya di sini!

Cinta Maya [ Bagian II ]

===================================================
CINTA MAYA
===================================================
Bagian II

Kletak! Kletuk! Kletak! Kletuk! Di suatu siang yang cerah, terdengar langkah seekor kuda yang berjalan santai menyusuri jalan setapak di sebuah lembah yang bernama Lembah Babi. Penunggangnya adalah kesatria cantik yang senantiasa menggenggam busur panahnya. Dialah Maya yang sedang melanjutkan petualangannya guna mendapatkan matra perpindahan. Tiba-tiba Maya menghentikan langkah kudanya, saat itu kedua matanya tampak memperhatikan seorang kesatria tampan yang sedang berburu sendirian. Dilihatnya kesatria tampan itu tampak begitu gagah melawan Monkeba dengan sabetan-sabetan pedang bulannya yang begitu hebat. Mengetahui siapa si kesatria tampan itu, lantas Maya pun segera ikut bertempur melawan monster-monster buas berkepala babi itu dari atas kudanya. Dengan cekatan dia melepaskan beberapa anak panahnya hingga mengenai sasaran.
"Hah, apa-apaan ini?" Kesatria tampan yang ternyata Harsya tampak terkejut ketika menyadari monster di sekelilingnya tampak bergelimpangan. "Huh, siapa sih yang usil ikut membantai monster-monster buruanku," katanya jengkel.
"Hallo Kak Harsya!" sapa Maya seraya turun dari atas kudanya.
"O, kau rupanya. Apa kabar?"
"Baik, Kak"
"Awas, May!" kata Hasya tiba-tiba seraya mengayunkan pedangnya ke arah Monkeba yang hendak menyerang Maya. "Nanti saja kita lanjutan bicaranya, May. Sekarang ayo kita habisi dulu para Monkeba ini!" ajaknya kemudian.
Lantas tanpa buang waktu, Maya pun segera ikut membantai para Monkeba yang menyeramkan itu. Anatomi tubuh mereka tampak seperti manusia, namun mereka mempunyai tubuh yang kekar dan ditumbuhi dengan bulu yang begitu lebat. Hanya kepala mereka saja yang sangat jauh berbeda, kepala mereka persis seperti babi hutan yang begitu buas. Senjata mereka pun cukup menakutkan, yaitu dua buah gada berduri yang terbuat dari baja. Dan ada juga yang menggunakan panah-panah berapi yang bisa membakar apa pun yang dikenainya. Bahkan beberapa panah itu sempat mengenai Maya dan membuat HP-nya terus turun dengan sangat drastis. Untunglah saat itu ia membawa cukup banyak minuman penambah HP sehingga ia bisa bertahan hidup.
Setelah semua monster habis terbunuh, Hasya tampak menghampiri Maya sambil tersenyum puas. "Wah wah… Kini panah-panahmu semakin mematikan saja. Kau pasti sudah naik beberapa level karena bantuan Rider. Iya kan?"
"Kau benar, Kak. Kini aku sudah level 120."
"Uedan… kau hampir bisa menyusulku," kata Hasya kagum. "O, ya. Ngomong-ngomong, apa kau sudah mendapatkan mantra perpindahan?" tanyanya kemudian.
"Belum, Kak. Kemarin aku cuma online sebentar karena ada keperluan penting. Pada kesempatan online kali ini, aku cuma baru bisa menukar bebatuan yang kukumpulkan itu dengan sebuah kunci peti tua ini. Eng, apa kau tahu dimana petinya?" tanya Maya seraya menunjukkan kunci yang dimaksud.
"Hmm… Setahuku peti itu ada di Gunung Harimau, yaitu di dalam goa yang bernama Goa Taring Harimau."
"Kau pernah ke sana, Kak?"
"Tidak, aku sama sekali belum pernah ke sana. Kau kan tahu, aku ini R-Warrior, jadi aku tidak memerlukan mantra perpindahan itu?"
"Jadi, selama ini Kakak belum pernah berpetualang ke alam gaib?"
"Pernah. Cuma aku tidak menggunakan mantra itu. Melainkan menggunakan special skill yang kudapat ketika mencapai level 100."
"Benarkah kau bisa ke alam gaib tanpa perlu repot-repot seperti yang kulakukan selama ini. Kalau begitu enak juga jadi R-Warrior, begitu mudahnya mendapatkan skill tanpa perlu bersusah payah."
"Siapa bilang mudah? Walaupun karakter R-warrior secara otomatis akan mendapat skill baru setelah mencapai level tertentu, tapi untuk mendapatkannya tetap saja sulit. Kau tahu kan betapa sulitnya mencapai level 100, dan untuk mendapatkan skill perpindahan itu pun aku harus mempertahankan RP-ku di atas 80% selama tiga bulan penuh. Ketahuilah… Selama tiga bulan itu aku harus berbuat baik dan melaksanakan ritual yang sudah ditentukan dengan bersusah payah."
"Kalau begitu, berarti semua karakter yang ada permainan ini mendapat kesulitan yang sama agar bisa mendapatkan kemampuan yang hebat, dan itu artinya semua karakter yang ada di permainan ini bisa hebat dong."
"Ya, begitulah. Karenanyalah, sebaiknya kau ganti atribut S-Archer-mu itu dengan R-Archer. Dengan begitu, kita bisa sama-sama meningkatkan kemampuan tanpa saling merugikan."
"Enak saja. Aku ini sudah terlanjur basah tahu! Kau pikir mudah untuk bisa mengganti S-Archer dengan R-Archer. Ketahuilah! Ada syarat berat yang harus kulakukan, tahu?"
"Menurutku sih, mudah saja. Tentunya jika kau mau bersungguh-sungguh menggantinya."
"Tidak, ah. Aku tidak mau, sebab aku memang sudah terlanjur basah."
"Ketahuilah, May. Karakter dengan attribut S itu akan sulit menang. Sebab setelah level 200 nanti, atribut S-mu akan ditambahkan dengan atribut baru, yaitu B dan W (Black and White). Jika kau condong ke Black Magic, maka karaktermu akan menjadi S-B-Archer. Begitu pun sebaliknya. Perlu kau ketahui pula, mendapatkan White Magic lebih sulit ketimbang mendapat Black Magic. Jadi kalau orang malas sepertimu, sepertinya akan lebih condong ke Black Magic. Jika sudah begitu, bagaimana mungkin karaktermu bisa masuk daftar peringkat terbaik yang hanya dikhususkan untuk golongan putih."
"Benarkah begitu?" tanya Maya ragu.
"Makanya, baca dong web sitenya!"
"Males, ah. Biarlah aku tetap menjadi S-Archer saja, sebab semua ini cuma permainan. Mau jadi S-B atau S-W bagiku sama-saja, yang penting aku bisa bersenang-senang di dalam permainan ini. Kelak jika aku kalah atau menang, bukanlah hal yang begitu penting buatku."
"Ya, kau benar. Coba kalau di dalam permainan ini yang kalah akan dieksekusi mati tentu kau akan berpikir seribu kali untuk mengucapkan itu."
"Ya, kalau memang seperti itu. Tentu aku akan berusaha untuk menang, sebab aku ini memang tidak mau dieksekusi mati."
"Eng… Apa di dunia nyata kau juga melakukan pilihan seperti itu?"
"Maksud, Kakak?"
"Maksudku, apa kau akan memilih takdir sembarangan juga seperti itu, yaitu tanpa peduli mau menang atau kalah? Kau tahu kan, kalau di dunia nyata jelas ada sangsinya, yang menang akan masuk surga dan yang kalah akan masuk neraka. Perlu kau ketahui juga, May. Di dunia nyata, manusia tidak mungkin bisa mengelak dari takdir, dan jika manusia melewati takdir yang buruk itu adalah karena pilihannya sendiri. Sebab, dari awal Allah memang telah menyediakan berbagai pilihan yang bebas untuk dipilih oleh manusia, baik itu takdir yang baik maupun yang buruk. Dan selama di dunia, manusia hanya bisa meminta petunjuk-Nya agar bisa memilih takdir yang baik, yaitu takdir yang akan membawanya kepada kebahagiaan. Jika tidak, dia hanya mengandalkan keberuntungan. Beruntung jika dia benar dalam memilih. Namun jika tidak, tentu dia akan menderita. Karena itulah, manusia wajib memilih berdasarkan petunjuk Allah, yaitu Al-Quran dan Hadits Rasul. Dan jika dia mau melakukannya, maka nilainya adalah ibadah. Namun jika tidak, maka nilainya adalah durkaha. Buah dari ibadah adalah pahala, dan buah dari durkaha adalah dosa. Dan hasil timbangan dari keduanya itulah yang akan menentukan takdir manusia masuk surga atau neraka.
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya manusia dan jin itu telah dipersilakan untuk memilih berbagai takdir yang sudah tersedia dan tertulis jelas pada kitab Lauhul Mahfuzh. Dan bukankah kau sudah tahu kalau kitab itu adalah ‘Listing Program’ mengenai kehidupan manusia di alam semesta, dan juga keadaan alam semesta itu sendiri. Sebab, dari awal penciptaan hingga kematiannya, segala tingkah laku dan perbuatan manusia memang sudah ditentukan di dalam kitab tersebut, baik itu segala yang baik maupun segala yang buruk. Begitu pun dengan keadaan alam semesta ini, yang dari awal penciptaannya adalah bermula dari sebuah ledakan dahsyat (Big Bang) hingga akhirnya menjadi alam semesta yang sempurna dan terus mengikuti Hukum Sunatullah (Hukum ketentuan Allah) yang semuanya sudah ditentukan pada kitab Lauhul Mahfuzh. Bahkan dari partikel debu hingga keadaan Jagad Raya seluruhnya, semua sudah ditentukan. Juga dari sebuah huruf hingga ensiklopedia, semuanya juga sudah ditentukan. Subhanallah... Sebuah daun kering yang gugur tampak terbang melayang dengan berliuk-liuk, kemudian jatuh di atas aliran sungai, lalu hanyut bersama aliran air yang terus mengalir, hingga akhirnya tenggelam di dasar sungai, kemudian membusuk dan terurai. Sungguh semua peristiwa itu—dari mulai gugurnya daun hingga sampai mengurainya sudah tertulis jelas di kitab Lauhul Mahfuzh.
Karena itulah, agar manusia bisa memilih dengan baik, lantas Allah pun membekali manusia dengan akal dan hati nurani yang berguna melindungi manusia dari pilihan yang salah. Karena keduanya masih belum cukup, lantas Allah juga menurunkan Nabi dan Rasul yang membawa petunjuk agar diikuti oleh umat manusia. Hingga akhirnya petunjuk itu menjadi kitab-kitab suci yang kita kenal sekarang, yaitu Zabur, Taurat, Injil, dan yang telah disempurnakan yaitu Al-Quran, yang diturunkan sebagai Mukjizat untuk Rasul yang paling dicintai-Nya yaitu Muhammad S.A.W.

Al Baqarah 151. Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.

Ketahuilah, May… Sesungguhnya Al-Quran itu pun sebenarnya ada di dalam kitab Lauhul Mahfuzh. Dan Allah menjamin, tidak ada seorang pun yang bisa merubah Al-Quran lantaran tidak ada seorang pun yang bisa menyentuh Lauhul Mahfuzh itu, kecuali orang-orang yang disucikan. Karena itulah, Al-Quran di dunia ini pun akan terus terpelihara karena perkara pemeliharan Al-Quran jelas sudah ditetapkan pada Lauhul Mahfuzh. Intinya adalah AL-Quran memang sudah ditakdirkan untuk tetap terpelihara, tidak seperti kitab-kitab lainnya yang telah ditakdirkan untuk tak terpelihara, alias sudah ditakdirkan untuk bisa diubah oleh manusia.

Al Waaqi'ah 77. Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia,
Al Waaqi'ah 78. pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh),
Al Waaqi'ah 79. tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.

Sebetulnya Al-Quran itu bukanlah petunjuk yang ditujukan untuk manusia saja, melainkan juga untuk bangsa jin yang hidup di alam gaib agar tak mengulangi kesalahan para leluhurnya.

Al jinn1. Katakanlah (hai Muhammad): "Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya: telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Al Quran), lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Quran yang menakjubkan,

Bukhari Muslim 251. Diriwayatkan daripada Ibnu Abbas r.a katanya: Rasulullah s.a.w belum pernah membaca al-Quran dan mengajar agama kepada jin dan belum pernah pula melihat mereka. Kisahnya, baginda berangkat bersama dengan rombongan para Sahabat menuju ke pasar Ukaz Pada ketika itu, tipu muslihat antara syaitan dan berita dari langit dihalangi dan mereka dilempari dengan panah api. Maka mereka pun kembali kepada kaum mereka, lalu berkata: Antara kami dan berita dari langit ditipu daya dan kami dilempari dengan panah api. Kaum mereka berpendapat: Keadaan itu adalah karena ada sesuatu yang luar biasa berlaku. Pergilah ke bumi di sebelah timur dan barat. Telitilah apa yang menghalangi antara kita dan berita dari langit. Mereka pun pergi ke bumi di sebelah timur dan barat. Sekumpulan jin dari mereka menuju ke arah Tihamah yaitu mengikuti Nabi s.a.w. Baginda berada di bawah pokok tamar dalam perjalanan ke pasar Ukaz. Pada saat itu, baginda sedang sembahyang Subuh bersama para Sahabat. Ketika mereka mendengar al-Quran, mereka memerhatikannya, lalu berkata: Inilah yang menghalangi antara kita dengan berita dari langit. Maka mereka pun kembali kepada kaum mereka lalu berkata: Wahai kaumku. Sesungguhnya aku telah mendengar bacaan yang mengkagumkan, yang boleh menunjukkan kita kepada kebenaran, maka aku beriman kepadanya dan tidak akan menyekutukan Tuhanku dengan siapa pun. Maka Allah s.w.t menurunkan kepada nabi-Nya Muhammad s.a.w ayat Katakanlah, telah diwahyukan kepadaku, bahwasanya sekumpulan jin telah mendengar bacaan al-Quran

Ketahuilah, sebelum manusia, Allah telah mempercayakan kalau dunia yang diciptakan-Nya agar ditempati dan dirawat baik-baik oleh bangsa jin, yaitu untuk menguji akal mereka. Namun ternyata bangsa jin justru merusaknya, dan itu karena akal mereka tak mampu mengambil keputusan yang baik. Karena itulah lantas Allah menciptakan manusia untuk menggantikan peran jin di dunia, yaitu dengan menciptakan Adam dan Hawa yang dengan perantara Iblis akhirnya harus tinggal di dunia. Begitulah cara Allah bekerja, yaitu dengan menciptakan berbagai takdir yang harus dipilih oleh makhluk ciptaan-Nya. Perlu kau ketahui pula, bahwa sewaktu di alam roh, setiap jiwa sudah menandatangani kontrak perjanjiannya dengan Allah, yaitu manusia bersedia untuk menjadi khalifah di muka bumi ini—yaitu menjadi seorang pemimpin yang bisa membuat kehidupan di dunia menjadi seperti keinginan Allah, dengan maksud menguji akal manusia. Jika setiap jiwa tidak melanggar perjanjian itu, maka ia akan dihadiahkan Surga. Namun jika melanggar, jelas akan mendapat sangsinya, yaitu Neraka. Itulah salah satu hakikat tujuan diciptakannya manusia, yaitu menjadi khalifah yang bertakwa kepada Allah—Tuhan Semesta Alam, yang mana manusia dituntut untuk senantiasa beribadah hanya kepada-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya, dengan tujuan untuk menguji akalnya. Hakikat lain diciptakannya manusia adalah agar manusia bisa mengenal-Nya dan juga bisa memahami kenapa Allah menciptakan semua yang ada di alam ini, baik yang nyata maupun yang gaib. Allah menyukai manusia yang bisa mengenal-Nya dan juga bisa memahami tujuan penciptaannya, sehingga manusia menjadi tersadar dan akhirnya mau berbuat baik semata-mata karena-Nya.

Al Baqarah 195. Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.

Kembali ke masalah takdir. Pada awalnya, takdir manusia sudah di tentukan sama. Namun akan menjadi berbeda setelah dia mulai memilih. Manusia hidup kaya bisa bahagia dan juga bisa menderita, manusia hidup sederhana bisa bahagia dan juga bisa menderita, manusia hidup miskin bisa bahagia dan juga bisa menderita. Semuanya tergantung kepada pamahaman manusia itu sendiri tentang agama dan juga nilai ketakwaannya kepada Allah. Itulah yang akan menentukannya hidup manusia bahagia atau menderita. Sebab dengan adanya pemahaman agama yang baik dan juga nilai ketakwaan yang baik, maka manusia bisa mengambil keputusan dengan cara yang baik dan benar pula. Pemahaman agama yang baik berguna untuk bahan pertimbangan akal (pengambil keputusan), sedangkan takwa berguna untuk membersihkan nurani (cahaya mata hati) yang mana akan melindungi akal dari pengaruh ego (keinginan). Takwa itu adalah mau mengamalkan semua perbuatan baik (Perintah Allah) dan mau menjauhi semua perbuatan buruk (Larangan Allah). Akal manusia membutuhkan yang namanya petunjuk (hidayah), dan petunjuk yang lurus itu adalah Al-Quran dan Hadits, yang mana telah Allah karuniakan kepada para hamba-Nya.
Pada mulanya akal bertanya, manakah yang terbaik dari ketiga pilihan ini, hidup kaya, sederhana, atau miskin. Lantas akal segera menimbangnya. "Hmm... yang mana ya?" tanya akal bingung. Saat itulah ego bermain, ia menganjurkan akal untuk memilih berdasarkan kesenangan dunia. Mengetahui itu, Nurani pun tidak tinggal diam, ia menyarankan untuk memilih berdasarkan pertimbangan akhirat. Saat itu Ego dan Nurani bertarung membenarkan pendapatnya masing-masing. Dari pertarungan pendapat antara Ego dan Nurani itulah, akhirnya akal kembali melakukan penimbangan. Dan disaat itu pula dibutuhkan petunjuk yang berdasarkan kepada Al-Quran dan Hadits.
Jika saat itu nilai ketakwaan manusia masih kurang, maka akal akan lebih condong menuruti ego. Dan jika saat itu nilai ketakwaan manusia baik, maka akal akan lebih condong menuruti nurani. Jika manusia menuruti ego risikonya lebih besar ketimbang menuruti nurani. Sebab jika menuruti ego karena bisikan syetan tentu ia akan celaka, namun jika menuruti ego dan masih dilindungi oleh Allah tentu ia masih bisa selamat. Karenanyalah, lebih aman adalah dengan mengikuti nurani. Namun sayangnya, kemampuan nurani dalam upaya memberi petunjuk tergantung kepada kebersihannya. Ia bisa diibaratkan dengan gelas bening yang berisi air jernih yang secara otomatis bisa menjadi kotor. Jernih dan kotornya air dalam gelas tergantung tingkat ketakwaaan seseorang. Semakin tinggi nilai ketakwaan manusia, maka akan semakin jernih air dalam gelas. Begitu pun sebaliknya, semakin rendah nilai ketakwaan manusia, maka akan semakin kotor air dalam gelas. Jika air dalam gelas sangat jernih, maka setitik pasir pun akan mudah terlihat. Namun jika air dalam gelas kotor, maka segenggam batu pun tak mungkin terlihat. Hal ini berlaku untuk semua manusia, baik muslim maupun non muslim. Karenanyalah, seorang non muslim yang nuraninya bersih sudah barang tentu akan memilih Islam sebagai agamanya. Namun kejernihan nurani non muslim yang baik, masih kalah jauh dengan kejernihan nurani seorang muslim yang baik.

Bukhari Muslim 86. Diriwayatkan daripada Huzaifah r.a katanya: Saidina Umar r.a pernah bertanya aku ketika aku bersamanya. Katanya: Siapakah di antara kamu yang pernah mendengar Rasulullah s.a.w meriwayatkan tentang fitnah? Para Sahabat menjawab: Kami pernah mendengarnya. Saidina Umar bertanya: Apakah kamu bermaksud fitnah seorang lelaki bersama keluarga dan tetangganya? Mereka menjawab: Ya, benar. Saidina Umar berkata: Fitnah tersebut dapat dihapuskan oleh sholat, puasa dan zakat. Tetapi, siapakah di antara kamu yang pernah mendengar Nabi s.a.w bersabda tentang fitnah yang bergelombang sebagaimana lautan bergelombang? Huzaifah berkata: Para Sahabat terdiam. Kemudian Hudzaifah berkata: Aku, wahai Umar! Saidina Umar berkata: Engkau. Lantas Saidina Umar memuji dengan berkata ayahmu adalah milik Allah. Huzaifah berkata: Aku dengar Rasulullah s.a.w bersabda: Fitnah akan melekat di hati manusia bagaikan tikar yang dianyam secara tegak-menegak antara satu sama lain. Mana-mana hati yang dihinggapi oleh fitnah, niscaya akan terlekat padanya bintik-bintik hitam. Begitu juga mana-mana hati yang tidak dihinggapinya, akan terlekat padanya bintik-bintik putih sehingga hati tersebut terbahagi dua: Sebagian menjadi putih bagaikan batu licin yang tidak lagi terkena bahaya fitnah, selama langit dan bumi masih ada. Manakala sebagian yang lain menjadi hitam keabu-abuan seperti bekas tembaga berkarat, tidak menyuruh kebaikan dan tidak pula melarang kemungkaran, segala-galanya adalah mengikut keinginan.

Bukhari Muslim 99. Diriwayatkan daripada Anas bin Malik r.a katanya: Rasulullah s.a.w telah didatangi oleh Jibril a.s ketika baginda sedang bermain dengan kanak-kanak. Lalu Jibril a.s memegang dan merebahkan baginda, kemudian Jibril a.s membelah dada serta mengeluarkan hati baginda. Dari hati tersebut dikeluarkan segumpal darah, lalu Jibril a.s berkata: Ini adalah bahagian syaitan yang terdapat dalam dirimu. Setelah itu Jibril membasuh hati tersebut dengan menggunakan air Zamzam di dalam sebuah bekas yang diperbuat dari emas, kemudian meletakkanya kembali ke dalam dada baginda serta menjahitnya sebagaimana asal. Dua orang kanak-kanak segera menemui ibunya yaitu ibu susuan Rasulullah s.a.w dan mereka berkata: Muhammad telah dibunuh. Seterusnya mereka mengusung baginda, ketika itu rupa baginda telah berubah. Anas berkata: Aku benar-benar pernah melihat kesan jahitan tersebut di dada baginda

Karenanyalah, seorang muslim yang nuraninya bersih, ia akan mudah untuk membedakan mana perbuatan baik dan mana yang buruk, mana yang menguntungkan dan mana yang merugikan, mana yang jujur dan mana yang bohong, mana yang jahat dan mana yang baik. Begitu pun sebaliknya, jika nurani kotor maka dia akan sulit untuk bisa membedakan. Jika sudah begitu, nurani tidak bisa diandalkan untuk memberitahukan akalnya. Hanya kasih sayang Allah saja yang bisa menyelamatkan manusia dari nurani yang kotor, yaitu Allah menundukkan ego dan memberi kesempatan pada nurani agar mau menasihati akal guna mencari hidayah-Nya.
Nah... begitulah proses akal manusia menentukan pilihan. Jika manusia tidak mau menggunakan akalnya dengan baik dan benar jelas ia akan tersesat. Karenanyalah, jika manusia yakin kalau ia bisa menjadi kaya tanpa menghalalkan berbagai cara dan dengan tujuan yang mulia untuk membantu sesama, maka ia boleh menjadi kaya. Namun jika sebaliknya, maka kaya bukanlah sebuah pilihan yang baik. Begitupun dengan pilihan miskin, jika ia miskin dan menyusahkan orang lain maka pilihan miskin pun bukanlah yang terbaik. Dan sebaik-baiknya pilihan adalah hidup sederhana, sebab Rasullullah pun memang menganjurkan demikian. Sebaik-baiknya pilihan adalah yang pertengahan. Ketahuilah, jika suatu saat ia sudah siap menjadi orang kaya, maka ia akan menjadi orang kaya yang bertakwa dan sangat dermawan. Kenapa bisa begitu? Sebab biarpun dia memiliki harta yang berlimpah ruah, ia tetap akan memilih untuk hidup sederhana dan bersahaja. Dan secara otomatis harta yang berlebihan itu tentu akan ia hambur-hamburkan untuk tujuan yang mulia. Begitupun jika suatu saat dia sudah siap untuk menjadi orang miskin, maka ia akan menjadi orang miskin yang zuhud, yang senantiasa bertakwa kepada Allah dan tidak pernah menyusahkan orang lain," jelas Harsya lagi panjang lebar.
"Hmm… jadi menjadi orang kaya, sederhana, atau miskin itu adalah pilihan takdir? Dan itu artinya, kita sendiri yang menentukan kita mau kaya, sederhana, atau miskin." Komentar Maya yang kian mengerti.
"Benar sekali, sebab Allah menghargai setiap usaha yang manusia lakukan. Karena itulah sistem takdir yang sudah Allah tetapkan adalah, setiap manusia yang mau berusaha memilih takdir dengan baik, maka akan mendapat hasil yang baik pula. Tapi jangan lupa, bahwa pilihan seseorang juga dipengaruhi oleh pilihan orang lain. Contohnya adalah kesalahan seorang presiden dalam mengambil keputusan, bisa mempengaruhi hasil pilihan yang dilakukan oleh rakyatnya, yaitu hal yang sebetulnya mudah bisa menjadi sulit, dan karena kesulitan itulah sehingga membuat orang tidak sabar dan akhirnya terpaksa menghalalkan berbagai cara. Oleh sebab itu, tanggung jawab presiden sangatlah besar. Jika ia salah dalam mengambil keputusan, maka kelak ia akan dimintai pertanggungjawabannya."
"Wah, benarkah yang kau katakan itu?" tanya Maya seakan tak percaya, kemudian dia segera melanjutkan kata-katanya. "Hmm… jika benar begitu, tidak enak dong jadi seorang presiden, sebab jika dia salah mengambil keputusan, itu artinya dia pun harus ikut menanggung dosa setiap rakyat yang telah melakukan dosa akibat dari kebijakannya."
"Tepat sekali. Jika orang sudah betul-betul menyadari hal itu, maka ia tidak akan terobsesi menjadi presiden. Apalagi jika harus mengeluarkan banyak uang dan menghalalkan berbagai cara, tentu dia tidak akan mau. Dia hanya mau menjadi presiden, jika ia didesak oleh rakyat yang memang sangat menginginkan kepemimpinannya. Jika saat itu ia memang mampu, namun menolak keinginan rakyat adalah pilihan yang salah, sebab bisa mematikan harapan banyak orang. Dan pemimpin yang seperti ini, Insya Allah… akan mendapat petunjuk Allah pada setiap keputusan yang diambilnya, dan setiap keputusan yang diambil atas petunjuk Allah tentu tidak akan keliru. Apapun yang terjadi tentu tidak akan diminta pertanggungjawaban, sekalipun keputusan itu bisa saja salah dimata manusia, namun tidak salah dimata Allah. Dan pemimpin yang demikian, tentunya akan mendapat ganjaran pahala yang berlipat ganda. Contohnya jika ada seorang pemimpin yang berani mewajibkan hijab misalnya, tentu dia akan mendapat pahala yang banyak karena sudah membantu banyak orang untuk tidak melakukan dosa lantaran tak mampu menjaga pandangan. "
"Wah, ternyata memilih itu tidaklah mudah. Sebab, setiap pilihan pasti akan diminta pertanggungjawaban dan bisa berdampak pada diri sendiri."
"Benar sekali. O ya, ada sebuah contoh lagi mengenai pilihan, yaitu seandainya dihadapanmu ada dua buah jembatan gantung yang melintasi jurang, yang satu masih baru dan tampak kokoh, sedangkan yang satunya lagi sudah lama dan tampak lapuk. Nah, dari kedua jembatan itu manakah yang kau pilih untuk disebrangi?" tanya Harsya menambahkan.
"Tentu saja jembatan yang baru itu pilihan terbaik," jawab Maya.
"Hmm… Jika kau mengira demikian, maka pilihanmu adalah kurang tepat. Sebab, apa yang tampak baik lewat pandangan manusia, belum tentu baik di mata Allah. Coba kau pikirkan, bagaimana jika jembatan yang menurut pengelihatanmu itu kokoh ternyata menyimpan sebuah kelemahan, ada pengikat tali yang kendor, atau dibuat dengan bahan berkualitas rendah misalnya, sehingga saat jembatan itu dilewati, bisa saja tali jembatan itu terlepas dan akhirnya membuat kau celaka. Dan siapa yang mengira kalau jembatan yang tampak sudah lapuk ternyata justru masih kuat lantaran dibuat dengan bahan yang berkualitas tinggi. Karena itulah, sebaiknya tidak menilai sesuatu dengan mengandalkan perangkat indra manusia saja, namun yang terbaik adalah juga dengan berdoa, memohon petunjuk Allah agar bisa memilih dengan baik. Sesungguhnya sikap kehati-hatian itu tidaklah menjamin manusia akan selamat, namun petunjuk dan pertolongan Allah-lah yang bisa membuatnya selamat.
Begitulah takdir. Sebenarnya semua pilihan sama saja. Lantas kenapa semua itu bisa menjadi begitu sulit dan membuat kepala jadi pusing tujuh keliling. Sebab, manusia terkadang memang lebih condong kepada ego dan lebih suka menyombongkan diri. Karena itu, sebaiknya berhati-hatilah dalam memilih! Dan sebaik-sebaiknya pilihan adalah yang berdasarkan petunjuk dari Allah, yaitu Al-Quran dan Hadits. Selain itu, tak lupa untuk selalu bertakwa kepada Allah agar nurani senantiasa bersih sehingga ia mampu menjadi penasihat akal yang bisa diandalkan. Terakhir, tak lupa untuk selalu berdoa memohon petunjuk dan keselamatan hanya kepada Allah, kemudian bertawakal hanya kepada-Nya," anjur Harsya pada Maya.
"Wah wah wah… jika apa yang kau jelaskan itu memang benar, tentu saja di dunia nyata aku tidak akan memilih sembarangan. Sebab, aku tidak mau apa yang kupilih itu salah dan akhirnya membuatku masuk neraka."
"Hmm… baguslah kalau begitu. O ya, May. Ngomong-ngomong, apa boleh aku ikut denganmu ke Gunung Harimau!"
"Lho, apa kau tidak merasa rugi jika RP-mu turun karena membantuku?"
"Aku tidak akan membantumu, May. Aku cuma mau menemanimu saja. Sebab kalau cuma menemani, tidak akan membuat RP-ku turun. Sekalian aku mau tahu suasana di Gunung Harimau, sebab aku memang belum pernah ke sana."
"Baiklah... kalau kau memang mau ikut, aku sama sekali tidak keberatan. Bukankah dengan demikian aku punya teman ngobrol selama perjalanan?"
"O, ya ini ada item untukmu," kata Harsya seraya menyerahkan sepasang sarung tangan dengan defend point lebih tinggi dari yang dikenakan Maya. Harsya memberikan itu karena kebetulan saat itu lagi pas event Valentine.
"Terima kasih ya, Kak. Kau baik sekali," ucap Maya haru. Sungguh dia tidak menyangka kalau di dunia game pun ternyata ada orang yang mau memberi perhatian padanya. Lantas dalam hati dia pun berkata, "Kau itu sungguh pria yang baik, Kak. Tapi anehnya, orang-orang pada memberikan bunga, eh kau malah memberiku sarung tangan."
Kini Maya tampak sedang mengenakan sarung tangan yang baru diberikan itu, tak lama kemudian dia sudah menunggangi kudanya. "Ayo Kak, kita berangkat sekarang!" ajaknya pada Harsya.
"Ups! Sial," keluh Harsya tiba-tiba.
"Kenapa, Kak?"
"Aneh, kenapa tiba-tiba RP-ku turun lima point."
"Apa itu karena…"
"Sudahlah… Lupakan saja! Sebaik ayo kita berangkat!"
Lantas kedua muda-mudi itu segera berangkat bersama menuju ke Gunung Harimau. Saat itu mereka terus memacu kuda masing-masing dengan penuh semangat, hingga akhirnya Gunung Harimau sudah kian bertambah dekat. Pada saat itu, Maya dan Harsya tampak beristirahat dengan duduk di atas sebuah batu besar yang cukup tinggi, sebuah batu besar yang menjadi tanda perbatasan antara Gunung Babi dan Gunung Harimau. Saat itu dari atas batu besar, mereka dapat melihat jelas ke setiap sudut hutan yang ada di lembah Harimau. Sungguh pemandangan yang tampak begitu indah dan menyegarkan mata. Sejauh mata memandang terbentang hutan yang menghijau, berhiaskan latar belakang Gunung Harimau yang berdiri kokoh.
"Lihat Kak! Mereka datang lagi," unjuk Maya tiba-tiba ketika melihat monster-monster berkepala babi datang mendekat.
"Gawat! Padahal HP kita kan belum penuh. Jika harus melawan mereka sebanyak itu, tentu kita tidak akan sanggup. Apa lagi minuman penambah HP kita sudah habis tak tersisa."
"Kalau begitu, ayo cepat kita lari!" ajak Maya seraya berdiri dan melompat turun dari atas batu, kemudian bergegas naik ke atas kuda dan memacunya menjauhi gerombolan Monkeba yang sudah kian mendekat.
Harsya pun segera turun dan menaiki kudanya, kemudian dengan segera memacunya mengikuti Maya. "Kita mau ke mana, May?" tanya Harsya yang kini sudah berada di samping Maya.
"Kita lari ke lembah Harimau!"
"Tapi, May. HP kita kan belum penuh, bagaimana jika bertemu monster kepala Harimau."
"Bukankah dalam perjalanan kita bisa rehat sejenak untuk memulihkan HP. Aku yakin, para Monkeba itu tidak akan berlari lebih cepat dari kita. Lagi pula, setelah kita sampai di Lembah Harimau mereka tidak akan mengejar lagi."
"Tapi, May. Bagaimana jika lembah itu kita dicegat oleh gerombolan Monkeha, dan saat itu gerombolan Monkeba juga masih mengejar. Bukankah kita akan semakin bertambah kewalahan."
"Tidak akan, percayalah padaku! Para Monkeha pasti tidak akan mengejar sampai ke lembah."
"May, kita istirahat sejenak. Para Monkeba itu pasti sudah tertinggal jauh di belakang."
"Iya, ayo kita beristirahat di bawah pohon besar yang ada di depan itu."
Tak lama kemudian, keduanya sudah sampai di pohon besar itu. Kini mereka sedang beristirahat sambil terus memandang ke arah jalan yang semula mereka lalui, khawatir kalau-kalau gerombolan Monkeba sudah kembali mendekat. Benar saja, baru juga mereka beristirahat sejenak dan HP mereka baru naik sedikit, tiba-tiba di kejauhan para Monkeba sudah menampakkan batang hidungnya. "Ayo, Kak! cepat kita lari lagi," ajak Maya seraya menunggangi kudanya dan berlari menjauh.
Tanpa buang waktu lagi, Harsya pun segera menunggangi kudanya dan memacunya mengikuti Maya. Kedua kesatria itu terus berpacu dan berpacu, hingga akhirnya mereka tiba juga di lembah Gunung Harimau. "Nah, benar kan. Di sini pasti aman," kata Maya seraya turun dari atas kudanya dan segera melompat ke atas sebuah batu besar setinggi tiga meter.
Harsya pun segera mengikuti jejak wanita itu. "Kau yakin Monkeba tidak akan mengejar sampai ke mari?"
"Tentu saja, bukankah biasanya para monster tidak sampai melintasi perbatasan."
Kini kedua muda-mudi itu kembali beristirahat hingga akhirnya HP mereka pulih kembali.
"Lihat itu! Para Monkeba. Sungguh aku betul-betul heran, kenapa mereka terus mengejar kita sampai ke sini?" tanya Maya heran.
"Itulah yang sejak tadi kukhawatirkan, sebab setahuku permainan ini adalah program terbaru yang dilengkapi dengan Artificial Intelligent yang cukup canggih. Dengan adanya Tracking System yang dimiliki oleh setiap monster, tentu saja tidak sulit bagi mereka untuk menemukan kita. Sebab, semakin kuat mosternya, semakin hebat pula Tracking System yang dimilikinya."
"Kalau begitu. Ayo cepat kau turun, Kak! Biar aku tetap di sini melindungimu dengan panahku."
"Apa??? Kau enak-enakan aman di sini, sedangkan aku harus berhadapan langsung dengan mereka."
"Kak, dengarkan aku. Dari atas sini aku bisa membidik dengan lebih baik."
"Benarkah itu?"
Maya mengangguk.
"Hmm… Baiklah, kalau begitu lindungi aku dengan baik!" pinta Harsya seraya melompat turun.
Setibanya di bawah, Harsya langsung di sambut oleh serangan-serangan monster yang begitu membabi buta. Sementara itu dari atas batu, Maya tampak menyerang monster-monster yang berada di belakang Harsya, hingga akhirnya satu per satu monster-monster itu jatuh bergelimpangan. Belum habis semua monster mereka bunuh, tiba-tiba "Gawat Kak! Gerombolan Monkeha juga sedang mendekat!" teriak Maya memperingati.
Harsya pun segera melihat apa yang diberitahukan Maya, dilihatnya monster-monster yang berkepala Harimau sudah kian mendekat. Anatomi tubuh mereka hampir sama dengan para Monkeba, hanya saja bulu-bulu mereka mempunyai belang berwarna hitam putih, dan kepala mereka persis sama dengan kepala Harimau Benggala. Sungguh mereka monster yang lebih kuat daripada Monkeba. Senjata mereka pun lebih canggih, yaitu kapak besar bermata dua yang terbuat dari baja. Beberapa dari mereka ada juga yang membawa panah es yang jika mengenai sasaran akan membuatnya beku.
Karena jumlah mereka terlalu banyak, Harsya pun segera naik kembali ke atas batu. "Bagaimana ini, May?" tanya Harsya panik.
"Kenapa kau malah naik, cepat turun dan lawan mereka!"
"Apa kau bilang? Enak saja, HP-ku sudah setengah tahu."
"Awas, Kak!" Teriak Maya ketika beberapa panah mengarah ke tubuh Harsya. Panah api dari para Monkeba dan panah es dari para Monkeha berbarengan meluncur dengan cepat dan sepertinya tidak mungkin untuk dihindari. Jika semua panah itu mengenai Harsya maka tamatlah riwayatnya.
"Aahhh!" teriak Harsya tak mampu berbuat apa-apa karena panah-panah itu tinggal satu jengkal saja mengenai tubuhnya.
Ajaib, belum sempat panah itu mengenai tubuh kesatria tampan itu, tiba-tiba seberkas sinar terang tampak keluar dari tubuh Harsya dan membuat selubung pelindung tipis yang melindunginya dari serangan panah-panah tadi. "Syukurlah, KP-ku telah bekerja. Tapi... Gawat May, KP-ku terus turun. Jika terus begini aku pasti mati. Sebab selubung pelindung ini pasti akan lenyap dengan sendirinya."
"Aduh, Kak. HP-ku pun sudah tinggal setengah dan masih terus menurun. Terus terang, aku tak sanggup menghadapi mereka semua. Sepertinya kita memang akan mati di tempat ini."
"Duh, bagaimana ini. Jika kita mati, level karakter kita akan turun setengahnya. Dan itu artinya kita harus mengulang jauh," keluh Harsya panik.
"Ya, padahal kita sudah bersusah payah menaikkannya," timpal Maya tak kalah panik.
Di saat yang genting itu, tiba-tiba dari atas langit tampak turun hujan es runcing yang amat dasyat. Bukan hanya hujan es runcing, tapi juga hujan bola api yang juga amat dasyat, terus menghujani para monster itu hingga akhirnya semua monster bergelimpangan tak bergeming lagi.
"Kita selamat, May. Ada orang yang telah membantu kita dengan ilmu hujan es dan hujan bola api. Kira-kira siapa orang yang telah membantu kita itu?"
"Di-dia itu Raider, Kak. Lihatlah! Dia sedang berdiri di atas batu besar yang ada di sebelah sana itu!"
"Raider? Sungguh aku tidak menduga, ternyata ilmu sihirnya sudah sehebat itu."
"Ayo Kak, cepat kita hampiri dia," ajak Maya seraya melompat turun dan berlari menghampiri Raider.
Harsya pun tak mau ketinggalan, dia segera melompat turun mengikuti jejak Maya. Hingga akhirnya, "Terima kasih, Raider. Kau sudah membantu kami," kata Maya senang seraya memeluk kesatria tampan yang sudah membantunya.
Pada saat itu perasaan Harsya tampak tidak karuan, sungguh dia benar-benar cemburu melihat wanita yang diam-diam telah dicintainya tampak asyik berpelukan dengan pria lain. Baginya apa yang dilakukan Maya itu sudah sangat berlebihan, sebab ucapan terima kasih yang tadi dilontarkannya menurutnya sudah lebih dari cukup.
"Hmm... jadi kalian mau ke Goa Taring Harimau?" tanya Raider kepada Maya dan Harsya.
"Betul, Kak," jawab Maya.
"Kalau begitu, boleh aku ikut bersama kalian. Barangkali saja aku bisa membantu."
Mengetahui itu, Harsya langsung angkat bicara, "Terima kasih, Raider. Kau sudah banyak membantu kami. Terus terang, kami tidak mau merepotkanmu."
"Eng, kalau begitu baiklah... Aku yakin, kesatria tangguh sepertimu pasti bisa melindungi Maya. Nah, sekarang sebaiknya aku pamit saja. Aku doakan semoga kalian berhasil," kata Raider seraya mulai melangkah pergi.
"Tunggu, Kak!" tahan Maya tiba-tiba.
"Ada apa, May?"
"Kak, aku tidak yakin kalau Harsya bisa melindungiku. Bukankah tadi kami hampir saja mati? Terus terang, sebetulnya kami sangat memerlukan kesatria tangguh sepertimu."
"Benarkah?" tanya Raider seolah tak percaya.
"Betul, Raider. Karenanyalah, aku sangat senang jika kau mau ikut bersama kami," jawab Maya.
"Eng... kalau begitu baiklah. Dengan senang hati aku akan ikut dengan kalian."
Mengetahui itu, Harsya pun kembali angkat bicara. "May... percayalah! Aku pasti bisa melindungimu. Janganlah kita merepotkan Raider! Mungkin saja saat ini dia sedang ada misi penting yang harus segera diselesaikan."
"Benarkah yang dikatakan oleh Harsya itu, Raider. Kalau kami akan merepotkanmu?" tanya Maya.
"May, ketahuilah! Terus terang, aku sama sekali tidak merasa direpotkan. Dan aku malah senang jika bisa membantu kalian," jawab Raider meyakinkan.
"Nah, Kak. Kau dengar sendiri kan. Kalau Raider tidak merasa direpotkan. Dia justru merasa senang karena bisa membantu kita."
"Eng... kalau begitu baiklah. Sepertinya memang tidak ada salahnya jika dia ikut bersama kita. Lagi pula, dia itu kan sudah pernah ke sana. Jadi dia bisa menjadi petunjuk jalan yang baik," kata Harsya tak punya pilihan.
"Har... Sebetulnya aku belum pernah ke sana. Ketahuilah! Hingga saat ini aku pun belum pernah ke dunia gaib. Maklumlah, pada saat aku memulai permainan ini belum banyak orang yang hebat. Jadi, syarat untuk mendapatkan ilmu perpindahan itu sungguh menyulitkanku. Karenanyalah, baru sekarang aku berkeinginan untuk mengambil mantra itu. Bukankah ketika membantu Maya waktu itu, secara tidak langsung aku sudah mendapatkan apa yang kucari guna memenuhi syarat-syaratnya. Lihatlah, kini aku pun sudah mendapatkan kunci untuk membuka peti itu."
"O, jadi karena itu kau bisa sampai berada di tempat ini. Kini aku mengerti, tujuan utamamu adalah mau mencari mantra perpindahan itu, bukannya mau..." Harsya tidak melanjutkan kata-katanya. "Sudahlah... lupakan saja," katanya kemudian.
"Mau apa, Har?" tanya Rider.
"Kan sudah aku bilang, lupakan saja."
"Hmm... aku mengerti. Pantas saja sikapmu selalu ketus padaku. Rupanya kau mengira aku naksir sama Maya ya? Dan kau merasa aku menyaingimu, iya kan? Hehehe...! Ternyata dugaanku benar, kalau kau itu mencintai Maya. Ayo mengakulah!"
"Kau bicara apa, Raider? Sungguh dugaanmu itu keliru. Ketahuilah, aku hanya mau berteman dengan Maya. Tidak lebih dari itu."
"Terserahmu, Har. Mulutmu memang berkata begitu, tapi dari gelagatmu aku bisa membaca kalau kau itu memang mencintai Maya."
Maya yang sejak tadi diam, tiba-tiba ikut bicara, "Benarkah yang dikatakan Raider itu, Kak?" tanya Maya pada Harsya.
"Tidak, itu tidak benar. Mana mungkin aku bisa mencintai wanita sepertimu. Kau itu kan S-Archer, sedangkan aku ini R-Warrior. Pokoknya selama kau belum menjadi R-Archer, aku tidak mungkin bisa mencintaimu."
"Itu artinya, kau akan mencintaiku seandainya aku mau mengikuti anjuranmu untuk menjadi R-Archer. Iya, kan? Kalau begitu, jangan sampai kau mencintaiku, Kak. Sebab, aku tidak akan pernah mau untuk menukar atribut karakterku ini."
"Kau dengar sendiri kan, Raider. Aku memang tidak mungkin bisa mencintainya, sebab…."
"Tapi, Kak." Potong Maya tiba-tiba. "Jika kau memang tidak mencintaiku, lantas kenapa kau begitu perhatian padaku? Buktinya saat event Valentine kau telah memberikan hadiah sarung tangan padaku."
"Lho, apa seorang teman itu tidak boleh memberi perhatian kepada temannya."
"Benarkah perhatianmu itu hanya sebatas teman?"
Harsya mengangguk. Namun pada saat itu, Maya tidak percaya kalau anggukan itu adalah sebuah kebenaran. "Kau memang pandai berkelit, Kak. Tapi ketahuilah, saat itu aku justru tidak merasa demikian. Dari tingkahmu aku bisa membaca, kalau perhatianmu itu lebih dari sekedar seorang teman," kata Maya kemudian.
"Wew! GR. Dasar wanita, baru diberi sedikit perhatian saja sudah menyangka yang tidak-tidak. Sudahlah, kau tidak mau membahas soal itu lagi. Sebaiknya, ayo kita lanjutkan perjalanan!"
Tak lama kemudian, ketiga kesatria itu tampak sudah berkuda–bersama-sama menuju ke Goa Taring Harimau. Di dalam perjalanan, mereka tampak berbincang-bincang mengenai gosip terbaru yang disampaikan oleh Raider, yaitu mengenai busur pusaka yang bernama Busur Halilintar. Sebuah Busur yang bisa melepaskan anak panah yang disertai dengan halilintar dan bisa mengenai lima orang musuh yang berada di dekatnya sekaligus. Busur itu berada di dalam goa yang ada puncak Gunung Halilintar. Mengetahui gosip itu, Harsya sama sekali tidak tertarik. Namun tidak demikian halnya dengan Maya, dia yang seorang S-Archer justru sangat tertarik sekali. Andai dia bisa memiliki busur itu, tentu dia akan menjadi seorang pemanah yang ditakuti banyak kesatria.