E-Book dan Game Gratis

E-book                      Game & Software
Bagi anda yang ingin membaca secara offline, silakan download format e-book-nya di sini!

Renungan Idul Adha




 Renungan Idul Adha


Aku adalah seorang manajer di sebuah perusahaan. Selama ini aku hidup berkecukupan. Bahkan setiap tahun, kami sekeluarga tak lupa untuk berkurban. Namun, pada kurban tahun ini aku merasa ada sesatu yang salah. Setelah sekian lama merenung, akhirnya aku mendapat jawaban. Ya, kini aku baru menyadari, kalau ibadah kurban selain bisa membantu sesama, juga bisa menjadi sarana pengingat kepadaku agar mau melaksanakan hakikat sejatinya. Sungguh, selama ini aku telah berkurban, namun aku tidak mengamalkan hakikat sejatinya. Bayangkan, selama ini aku membantu atasanku dalam usahanya. Padahal, Aku mengetahui apa yang atasanku lakukan demi kemajuan perusahaannya, yaitu dari gratifikasi hingga memberi kesempatan orang untuk korupsi. Dan itu artinya, secara tidak langsung aku pun ikut terlibat dalam melakukan perbuatan itu. Astagfirullah… ternyata uang yang kucari selama ini tidaklah berkah, dan yang paling menyedihkan adalah aku telah memberikannya kepada anak dan istriku, bahkan untuk membeli hewan kurban.
Pada kesempatan ini aku pun bertobat dan bertekad untuk keluar dari perusahaan dan mencari pekerjaan lain yang diridhai-Nya . Tapi… aku tidak yakin akan mendapat pekerjaan yang lebih baik dari sekarang, tentunya dalam hal gaji dan fasilitas. Selain itu, apa keluargaku juga akan menerima jika tiba-tiba mereka harus hidup susah lantaran sudah terbiasa dengan kemudahan. Sungguh aku khawatir tidak bisa bahagia lagi, aku khawatir tidak bisa membahagiakan keluarga yang begitu kucintai. Walau hati nuraniku mengatakan, sebetulnya kami sekeluarga bisa hidup walau dengan gaji yang lebih kecil. Tapi egoku terus protes, bisakah kami bahagia, padahal selama ini kami sekeluarga sudah terbiasa dengan kehidupan yang enak. Terbayang dan terprediksi sudah betapa susahnya kami sekeluarga jika aku berani mengurbankan pekerjaan itu. Tapi, nuraniku mengatakan kalau aku memang harus berkurban. Sebab, sejatinya pengurbanan itu adalah karena lebih mencintai Allah. Tapi apa yang aku lakukan justru lebih mencintai pekerjaan dan keluarga ketimbang mencintai Allah.
Duhai Allah… Sungguh aku tidak berani mengurbankan semua itu, walau aku menyadari Engkau lah Sang pemberi rezeki. Sungguh aku memang seorang pengecut. Padahal, setiap tahun aku selalu berkurban, yang mana makna sejatinya harus bisa kulaksanakan. Apakah semua itu akibat dari caraku mendapatkan hewan qurban dengan cara yang salah, hingga akhirnya kini aku menjadi seorang pengecut yang tidak berani berkurban demi Mu?
Duhai Allah… berilah aku kekuatan agar bisa melaksanakan makna sejatinya berkurban, yaitu betul-betul berani berkurban sebagai wujud cintaku kepada-Mu. Amin...