E-Book dan Game Gratis

E-book                      Game & Software
Bagi anda yang ingin membaca secara offline, silakan download format e-book-nya di sini!

Cahaya Bintang - Bagian 10

Sepuluh


Pada suatu kesempatan di akhir pekan, Bobby berniat menemui Randy. Keinginannya itu karena sebab ia ingin memberi pelajaran kepada sahabatnya itu, yaitu dengan bersandiwara agar dia tidak mengulangi kesalahannya, yang telah seenaknya memainkan perasaan orang. Apalagi setelah dia mendapat kabar perihal Winda yang sudah berangkat untuk menengok orang tuanya di kampung. Saat inilah kesempatannya untuk bertemu dengan Randy yang sedang sendirian di rumah, dan memberikan kejutan kepadanya.
Setibanya di rumah Randy, Bobby pura-pura menjadi seorang peminta-minta. Betapa terkejutnya Randy saat itu, sungguh dia tidak menduga akan bertemu dengan Bobby yang sudah dalam keadaan seperti itu.
“Ayo, Bob. Silakan duduk!” kata Randy menawarkan kepada pemuda itu. “Tunggu sebentar ya, Bob!” kata Randy seraya buru-buru ke belakang. Dan tak lama kemudian, pemuda itu sudah kembali dengan membawa makanan dan minuman.
“Ini, Bob. Makanlah dulu,“ kata pemuda itu iba.
“Terima kasih, Ran,” ucap Bobby senang karena saat itu dia memang sedang lapar betulan. Lalu dengan tanpa ragu, Bobby pun segera menyantap makanan itu.
Setelah mengetahui Bobby sudah selesai menikmati makanannya, Randy kembali bicara. “Aduh, Bob. Sebenarnya ke mana saja kau selama ini?”
“Emm… A-aku pergi mencari Winda, Ran.”
“A-apa???” Randy tampak terkejut.
“Ya, selama ini aku mencari Winda hingga hampir ke seluruh penjuru kota besar. Namun sayangnya, aku tak berhasil menemukannya.”
“Kau memang sudah gila rupanya.”
“Terserah kau mau bilang apa, yang jelas aku melakukan semua itu karena aku betul-betul mencintainya.”
“Bob, aku mohon lupakanlah Winda! Sadarlah kalau dia itu bukan jodohmu.”
“Itu tidak mungkin, Ran. Winda adalah belahan jiwaku, dan aku sangat sayang padanya. Andai aku berjumpa dengannya, aku pun akan langsung melamarnya.”
“Tapi, Bob. Sekarang dia sudah menjadi istri orang.”
“Kalau begitu. Aku akan membunuh suaminya. Dengan begitu tentu Winda akan menjadi milikku. Dan aku akan membunuh suaminya itu tanpa sepengetahuannya.”
“Bob, sadarlah. Jangan hanya karena obsesimu itu kau jadi gelap mata. Ingatlah kalau perbuatan itu dosa besar, dan kelak kau akan dimintai pertanggungjawabannya.”
“Hahaha…! Peduli setan! Pokoknya aku tetap pada pendirianku semula, yaitu menikahi Winda, walaupun dengan cara harus membunuh suaminya.”
“Bob, aku mohon sadarlah! Aku ini sahabatmu, dan aku sangat peduli padamu. Apa kau tidak kasihan dengan Winda yang akan kehilangan suami yang dia cintainya, dan apa kau juga tidak kasihan dengan suaminya yang tak tahu apa-apa?”
“Ran, aku tidak yakin kau peduli padaku. Mungkin kau cuma takut dengan kematian.”
“Bob, a-aku tidak mengerti akan kata-katamu itu?”
“Kau kan yang menikahi Winda! Dan kau pantas mati karenanya.”
“Bo-Bob. Ka-kau bicara apa?”
“Sudahlah, Ran! Kau jangan berkelit! Aku sudah tahu kebusukanmu. Ternyata selama ini kau sudah menyembunyikan Winda dariku, dan itu karena keegoisanmu yang mementingkan diri sendiri. Kau sama sekali tidak peduli dengan diriku yang harus menderita karena mengharapkannya.”
“Bob, maafkan aku! Aku betul-betul menyesal atas semua itu. Terus terang, aku tidak mungkin menyerahkan Winda padamu, sebab aku betul-betul mencintainya. Dan aku mencintainya ketika kau itu belum mencintainya. Ingatkah ketika kau memperkenalkannya padaku?”
“Ya aku ingat.”
“Setelah perkenalan itulah aku jatuh cinta padanya, dan semua itu lantaran dia menarik hatiku, apa lagi setelah aku tahu kalau dia itu adalah gadis yang baik. Semakin besarlah cintaku kepadanya. Bukankah saat itu kau sama sekali tak mencintainya lantaran fisiknya yang tak sempurna.”
“Ran ketahuilah! Sebenarnya saat itu, biarpun kutahu wajahnya kurang cantik, tapi sesungguhnya dia telah menarik hatiku. Tapi, karena saat itu aku gengsi. Aku pun menapikkan hal  itu. Coba kau pikir, apa kata teman-temanku jika aku sampai menikahi gadis seperti dia. Mereka pasti akan menertawakan dan mengolok-olok aku.“
“Itu berarti kau belum dewasa, Bob. Kau lebih mengkhawatirkan apa kata orang ketimbang menuruti kata nuranimu sendiri.”
“Ya, saat itu aku memang belum dewasa. Kini aku sudah tidak mempedulikan masalah fisik lagi. Andai aku bertemu dengan gadis seperti dia, dan dia menarik hatiku, tentu aku akan menikahinya. Seperti halnya ketika aku bertemu dengan gadis cantik, namun karena dia tak menarik hatiku, maka aku pun tidak mempedulikannya.”
“Apakah ini berarti kau sudah bisa melupakan Winda?”
“Apa kau bilang? Melupakan Winda. Tidak, Ran. Saat ini aku belum menemukan gadis yang menarik hatiku. Hanya Windalah yang masih melekat erat di hatiku.”
“A-apakah itu berarti ka-kau akan membunuhku?”
“Tentu saja. Hanya dengan cara itulah aku bisa menikahi Winda.”
“Bob, sekali lagi aku minta maaf. Kau tidak perlu menjadi pembunuh jika ingin mendapatkan Winda! Bob… A-aku akan menceraikannya, dan kau bisa menikah dengannya. Walaupun ini berat buatku, namun tentu lebih berat ketimbang menjadikan sahabatku menjadi seorang pembunuh.”
“Benarkah yang kau katakan itu, Ran? Kau melakukan itu karena takut atau karena memang peduli dengan sahabatmu?”
“Aku peduli padamu, Bob. Sebab, selama ini aku sudah begitu egois, yaitu menyembunyikan Winda darimu. Andai dulu aku bisa lebih bijaksana dengan tidak bersikap egois seperti itu, tentu tidak akan sesulit ini jadinya. Bob, percayalah kalau aku akan menceraikan Winda demi untuk kebaikanmu. Sungguh aku tidak mau kau menjadi seorang pembunuh.”
“Sudahlah, Ran! Kau tidak perlu menceraikannya. Hehehe…! Sebenarnya saat ini aku sedang bersandiwara. Aku ini bukanlah orang bodoh yang hanya karena cinta buta tega membunuh sahabatnya sendiri.”
Bobby pun menceritakan perihal pertemuannya dengan Winda dan rencananya untuk bersandiwara.
“Be-benarkah yang kau katakan itu, Bob? Ka-kau itu sungguh keterlaluan. Kau sudah membuat perasaanku tidak karuan.”
“Hehehe… kini aku puas karena sudah bisa memberi pelajaran padamu. O ya, kalau kau mau tahu, sebenarnya kini sudah melupakan Winda. Sebab, aku menyadari kalau dia memang bukanlah jodohku. Ketahuilah, setelah usahaku yang begitu keras untuk mencari Winda, toh pada akhirnya Tuhan tak jua mempertemukanku. Bukankah itu pertanda kalau dia memang bukanlah untukku, dan keyakinanku itu semakin kuat setelah aku mengetahui kalau dia sudah menjadi istrimu.”
“Syukurlah kalau kau menyadarinya, Bob.”
“O ya, Ran. Kenapa kau tidak mau berterus terang?”
“Aku takut, Bob. Aku takut kau akan membenciku. Masih ingatkah ketika terakhir kali kita bertemu?”
Bobby mengangguk.
“Saat itu sebetulnya aku mau mengatakan hal yang sebenarnya, namun akhirnya aku mengurungkan niatku itu karena di dalam benakku sudah terbayang apa yang bakal terjadi kemudian. Saat itu aku takut kau akan membenciku dan menganggapku sebagai seorang pengkhianat. Apalagi setelah kutahu sikapmu ketika sandiwara lamaran itu, bisa-bisa kau memohon padaku untuk melepaskan Winda yang begitu kucintai. Beruntung jika kau seorang yang pengertian dan besar hati, namun jika tidak tentu kebahagiaanku dan persahabatan kita akan terancam. Karenanyalah, akhirnya aku pun memilih untuk terus merahasiakannya dan memutuskan untuk meninggalkanmu hingga saat yang tepat untuk mengatakan mengenai kebenaran itu tiba. O ya, Bob. Bagaimana kalau kau kembali pada Nuraini! Sebenarnya dulu aku berusaha menjodohkanmu dengannya karena aku merasa bersalah, dan aku ingin menebusnya dengan membuatmu bahagia.”
“Tidak, Ran. Aku sudah menemukan gadis lain yang kini mulai mengisi relung hatiku. Gadis itu bernama Bintang.”
“Bi-Bintang?” tanya Randy terkejut.
“Ya, Bintang. Kau tentu mengenalnya, dia itu sahabat istrimu, gadis bercadar yang mempunyai hati yang begitu baik, bahkan mungkin lebih baik daripada istrimu itu. Dia itu gadis yang betul-betul sudah memikat hatiku, yaitu dengan kebaikannya. Tidak seperti Nuraini, gadis murahan yang berani berzinah.”
“A-apa??? Nu-Nuraini berzinah?”
“Ya, dia telah berzinah dengan Haris. Sungguh perbuatan yang memalukan. Semula aku begitu membencinya, namun sekarang aku justru kasihan padanya. Andai dia mau bertobat dan kembali ke jalan yang lurus, tentu aku akan bahagia sekali. Apalagi jika ia minta dicambuk dan diasingkan selama setahun, tentu aku akan sangat bangga padanya. Dan sepertinya, hanya dengan cara itu dosa-dosanya bisa segera diampuni. Kini tak banyak yang bisa aku lakukan padanya, selain hanya mendokan agar dia kembali ke jalan yang lurus. Kini aku terpaksa mengungkap aib Nuraini demi untuk kebaikannya, mungkin dengan begitu kau mau menasihatinya agar kembali ke jalan yang lurus. Bukankah kau orang yang pandai dalam hal itu.”
 “Bob, kau jangan mengada-ngada. Jangan kau memfitnah Nuraini dengan tuduhan keji seperti itu! Tidak mungkin Nuraini berzinah dengan Haris? Sebab Nuraini itu…”
“Sudahlah, Ran. Aku tidak mau mendengar perihal kebaikannya yang hanya sebagai topeng belaka. Benar saja dugaanku, jika aku sampai mengungkap hal ini, kau tentu akan menuduhku demikian. Dan terbukti sekarang kau sudah menuduhku sebagai tukang fitnah. Ketahuilah kalau aku sama-sekali tidak hendak memfitnahnya, namun aku bisa bicara begitu karena sebab aku mengetahuinya dengan mata kepalaku sendiri. Kalau kau memang tidak percaya, tanyakan saja pada dia!”
“Kalau begitu, ayo kita buktikan tuduhanmu itu!”
“Tapi, Ran. Rasanya percuma, dia pasti tak akan mau mengakuinya. Lagi pula, aku kan tidak mempunyai empat orang saksi, yang menurut pandangan agama, tuduhanku itu memang tak sepatutnya untuk dipercaya.”
“Itu tak jadi soal, Bob. Sebab, jika dia memang melakukannya dan dia mencoba berkelit, minimal aku bisa membaca dari gelagatnya bicara. Bukankah orang yang berkata dusta karena sebab dosa bisa dibedakan dengan orang yang berkata jujur. Atau kalau perlu kita memintanya bersumpah atas nama Tuhan.”
“Ran, apa kau sungguh-sungguh bisa membedakannya. Sudahlah Ran, aku yakin kau tidak akan mampu. Terus terang, aku kasihan padamu. Kalau kau mau tahu, selama ini sebenarnya kau sudah dibodohi olehnya. Dan aku maklum kenapa kau bisa sampai dibodohinya, itu semua karena topengnya yang kuakui betul-betul hebat. Andaipun dia bersumpah, tentu sumpahnya adalah sumpah palsu. Kau mungkin wajib untuk mempercayai manusia yang sudah bersumpah atas nama Tuhan, sebab kau bukan seorang saksi. Namun aku, yang kini sebagai saksi tentu tidak akan bisa mempercayainya begitu saja.”
“Sudahlah, Bob. Aku tidak mau mendengar kata-katamu yang terus memojokkan Nuraini. Sebaiknya kita lekas ke sana. Kita lihat saja nanti, apakah semua tuduhanmu itu memang benar.”
“Hmm... kalau begitu baiklah, ayo kita ke sana!”
“Kalau begitu, tunggu sebentar, Bob! Aku mau ganti pakaian dulu.”
Lantas dengan segera Randy mengganti pakaiannya, dan setelah itu dia segera menelepon Nuraini. Lama juga mereka bercakap-cakap hingga akhirnya, “Ran…. Terus terang aku tidak mau bersandiwara lagi. Aku takut sesuatu yang diluar perkiraan kita akan terjadi, seperti waktu itu.”
“Kita harus melakukannya, Nur. Sebab kalau tidak, aku justru khawatir Bobby akan menjadi putus harapan. Aku mohon, janganlah kau merusak apa yang sudah menjadi harapannya kini.”
“Hmm… baiklah, Ran. Deminya aku rela menjadi Nuraini yang dulu, Nuraini yang belum memahami agama dengan baik.”
“Syukurlah kalau kau mau melakukannya. Kalau begitu, sudah dulu ya. Aku khawatir Bobby akan berpikiran macam-macam jika kau tak segera menemuinya. Wassalamu’alaikum…”
“Wa-allaikum salam…”
Setelah menutup telepon, Randy segera menemui Bobby dan mengajaknya pergi ke rumah Nuraini. Dan setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh, akhirnya kedua pemuda itu tiba di tempat tujuan. Kini mereka sedang membicarakan apa yang sudah dituduhkan Bobby.
“Astagfirullah...! Apa yang sudah kalian bicarakan?” tanya Nuraini terkejut.
“Sudahlah, Nur. Kau tidak usah bersembunyi lagi di balik topeng kebaikanmu itu. Sebab, aku memang sudah melihatmu di tepi telaga bersama Haris. Kau melakukannya di tempat sepi tak jauh dari kerimbunan pohon bambu.”
“Ka-kau waktu itu ada di sana?” tanya Nuraini hampir tidak mempercayainya.
“Ya, sebab kata ibumu kau dan Haris pergi ke sana. Saat itu, aku yang sudah begitu ingin bertemu denganmu akhirnya mencoba menyusul. Namun, sungguh di luar dugaan ternyata...”
Bobby pun menceritakan segala yang dialaminya saat itu.
“Cukup, Kak. Kini aku mengerti, kenapa kau bisa sampai menuduhku begitu. Ketahuilah, kalau apa yang kau dengar dan kau saksikan saat itu tidak seperti apa yang kau duga.”
Nuraini pun segera menceritakan kejadian waktu itu, malah dia menceritakan kenapa saat itu dia bisa pergi bersama Haris. “Kak, ketahuilah! Saat itu, setelah kepergianmu yang marah karena tahu aku dilamar Randy. Aku merasa betul-betul menyesal dan tidak tega melihatmu yang tampak benar-benar terpukul akibat sandiwara lamaran itu. Saat itu pun sebetulnya aku mau memberitahukan kalau itu hanyalah sebuah sandiwara, namun karena saat itu kau terus pergi, akhirnya aku cuma bisa menyesalinya. Dan disaat aku sedang terpukul karena merasa berdosa sudah membohongimu, tiba-tiba Haris datang ke rumahku. Dan setelah dia mengetahui apa yang aku alami, dia pun mencoba menghiburku. Saat itu dia mencoba mengajakku memancing, namun dia tidak mengajakku memancing ikan, tapi dia mau mengajakku memancing belut yang katanya pasti bisa menghibur dan menjadi pengalaman baru.
Karena itulah, aku pun akhirnya mau mengikuti ajakannya, dengan maksud untuk menghibur hatiku. Dan setelah berpamitan dengan ibuku, kami pun segera berangkat menuju telaga. Setibanya di sana, kami langsung menuju ke tempat dimana belut-belut biasa bersarang, yaitu di tempat yang tak jauh dari kerimbunan pohon bambu itu. Dan ketika umpanku dimakan seekor belut, aku langsung kegirangan. Begitu pun dengan Haris, dia tertawa senang karena melihatku gembira. Sungguh saat itu aku merasakan pengalaman baru yang luar biasa. Karena saking kuatnya tarikan belut itu, aku pun sempat terengah-engah dibuatnya. Saat itu, aku sempat bilang pada Haris kalau aku tak kuat melawan tarikannya yang luar biasa kuat. Namun, saat itu Haris memberi semangat padaku untuk tetap mempertahankannya, karena dia yakin tak lama lagi belut itu akan kelelahan. Benar saja, tak lama kemudian belut itu pun mulai kelelahan, pada saat itulah Haris membuka celana panjangnya dan turun ketepian telaga hanya dengan mengenakan celana pendek saja, dan dia berusaha keras membantu mengeluarkan belut dari sarangnya dengan cara merogoh lumpur dari arah berlawanan. Saat itu, aku dan Haris betul-betul merasa lega karena akhirnya kami berhasil mengeluarkannya.
Dan  setelah memasukkan belut itu ke dalam ransel, kami pun berniat pergi karena mengetahui hari sudah sore. Saat itu aku sempat merapikan pakaian dan rambutku yang berantakan setelah lama beraktifitas, begitu pun dengan Haris yang kembali mengenakan celana panjangnya. Saat itu, lantaran saking gembiranya, aku pun langsung memuji Haris yang sudah membuktikan ucapannya kalau memancing belut itu memang pengalaman yang sangat hebat. Dan Haris pun menawarkan kalau lain waktu bisa memancing lagi. Sungguh apa yang sudah diupayakan Haris itu sudah begitu menghibur hatiku yang semula galau. Begitulah ceritanya, Kak.”
“Be-benarkan semua ceritamu itu, Nur?” tanya Bobby ragu.
“Sungguh, Kak. Untuk apa lagi aku berdusta padamu. Cukup sudah dustaku perihal sandiwara lamaran itu, dan aku sungguh menyesal karena sudah berbuat demikian. Kalau kau mau tahu, sebetulnya aku terpaksa bersandiwara seperti itu agar kau cepat menikahiku. Waktu itu aku sudah tak sanggup karena terlalu lama menunggu lamaranmu, kau selalu saja berkelit dengan alasan belum siap. Kalau kau mau tahu, sebetulnya selama kita pacaran aku sudah tersiksa karena selalu menolak hasrat biologisku, dan aku tidak mungkin memenuhi kebutuhan itu di luar ketentuan agama, karenanyalah aku ingin kita menikah sehingga aku bisa selamat dari perbuatan dosa. Tapi sayang, ternyata semua rencana itu sama sekali tidak berjalan sebagaimanamestinya.”
Saat itu Bobby terdiam, sepertinya pemuda itu sedang memikirkan berbagai hal yang sudah Nuraini katakan. “Hmm... benarkah semua yang dikatakannya? Tidak, aku tidak boleh mempercayainya begitu saja. Aku harus mencari bukti lebih jauh kalau kejadian waktu itu memanglah kegiatan memancing.” Kini pemuda itu menatap Nuraini seraya berkata, “Nur, aku sama sekali tidak percaya dengan karanganmu yang hebat itu. Aku perlu bukti lain yang lebih meyakinkan.”
“Kenapa kau tidak tanyakan saja pada Haris, dia pasti akan memberikan keterangan yang sama.”
“Tentu saja, dia kan sudah sekongkol denganmu.”
“Bob, dengarkan aku!” pinta Randy tiba-tiba. “Saat ini kan Nuraini dan Haris belum bertemu. Aku yakin, Haris pasti belum tahu perihal keberadaanmu di tempat itu. Nah, jika kau menanyakan padanya dan dia memberikan keterangan yang sama berarti apa yang diceritakan Nuraini tadi memang begitulah adanya. Andai jika saat ini Nuraini berbohong, kemungkinan besar Haris akan memberikan alasan yang berbeda.”
“Randy benar, Kak. Tidak mungkin kami bisa mengarang cerita yang sama, sedangkan saat itu aku dan Haris sama sekali tidak mengetahui keberadaanmu di tempat itu.”
“Kalian benar. Kalau begitu, ayo Ran. Kita temui Haris dan memintanya menceritakan apa yang dilakukannya bersama Nuraini.”
“Kalau begitu, Ayo Bob!“
Lantas dengan segera keduanya berangkat menemui Haris, dan betapa terkejutnya Bobby kalau ternyata cerita Haris sama persis dengan apa yang diceritakan Nuraini. Kini Bobby tampak sedang memikirkan hal itu, “Hmm… Ternyata Nuraini berkata jujur, dia memang sedang memancing dengan Haris. Tapi... ya ampun kenapa aku bisa sampai melupakan hal itu. Telepon, ya pesawat telepon. Pantas saja ceritanya bisa sama, sebab Nuraini pasti sudah meneleponnya. Bukankah perjalanan dari rumah Nuraini kemari cukup jauh, tentu ada kesempatan baginya untuk menceritakan semua itu. Sungguh cerdik sekali dia, hampir saja aku berhasil ditipunya.”
“Bob, apa yang kau pikirkan?” tanya Randy tiba-tiba.
"Ah, bukan apa-apa. Aku hanya sedang menyesal saja karena telah menduga yang tidak-tidak terhadap Nuraini dan Haris.”
“Sudahlah, kau jangan terlalu memikirkannya. Pradugamu selama ini hanyalah kesalahpahaman.”
“Kau benar, Har. Kini semuanya sudah semakin bertambah jelas, siapa Nuraini itu sebenarnya.”
“Bob, sebetulnya ketika Nuraini bercerita tadi aku sudah bisa menduga kalau ia memang berkata jujur. Sebab, tanda-tanda ia berdusta sama sekali tak kelihatan.”
Mendengar itu, dalam hati Bobby hanya bisa tertawa. Sungguh pemuda itu merasa kasihan dengan sahabatnya yang bisa dengan mudahnya bisa dibohongi. “Randy... Randy... kasihan sekali kau, tentu saja kau tak bisa menganggap kebohongan itu. Sebab, mereka itu sudah pro dalam hal berdusta. Jika Nuraini baru pertama kali berbuat Dosa mungkin bohongnya akan mudah terlihat, tapi aku yakin dia sudah seringkali melakukannya sehingga dia sudah tak terpengaruh dengan perasaan dosa. Dan karenanya, dia pun bisa berbohong dengan tanpa ada beban sama sekali.
Untunglah kini aku sudah bisa lebih pasrah kepada Tuhan, sehingga apapun yang baik tentu akan datang padaku, dan yang tidak tentu akan pergi dengan sendirinya. Aku yakin, Tuhan telah memberitahuku yaitu dengan lintasan pikiran soal telepon itu.“
Tak lama kemudian, Bobby dan Randy sudah pamit pulang. Kini mereka sedang dalam perjalanan menuju ke sebuah halte yang tak begitu jauh dari gang rumah Haris.
“Bob, semua kan sudah jelas, kalau Nuraini itu tidak berzinah. Lalu, apa rencanamu selanjutnya, apakah kau akan segera melamarnya?” tanya Randy kepada Bobby.
“Tidak, Ran. Aku tidak mau menikah dengan Nuraini.”
“Kenapa, Bob? Apa lagi yang memberatkan hatimu?”
“Aku kan sudah bilang padamu kalau aku mencintai gadis yang bernama Bintang, bahkan aku sudah menyatakan cinta padanya. Dan disaat itu, dia pun menerima cintaku.  Kini aku berniat membelikannya seikat cincin sebagai tanda keseriusanku untuk melamarnya.”
“Benarkah kau akan segera melamarnya?”
“Hatiku sudah mantap, Ran. Kalau dialah gadis belahan jiwaku.”
“Baiklah, Bob. Kalau begitu aku akan sangat mendukung niat baikmu itu.”
“Terima kasih, Ran. O ya, apakah kau mau menemaniku membeli cincin itu?”
“Tentu saja, Bob. Aku mau sekali.”
Setibanya di mobil, kedua pemuda itu segera naik dan bergegas ke pasar. Hingga akhirnya, mobil yang mereka tumpangi tiba juga di tempat tujuan.



 Esok harinya, di hari Minggu yang cerah. Bobby tampak sedang melangkah menuju ke rumah Randy. Rupanya dia sengaja datang ke rumah itu untuk meminta Winda agar mau mengantarkannya pergi ke rumah Bintang. Maklumlah, hingga hari ini Bobby memang belum mengetahui keberadaan rumah Bintang. Namun setibanya di tempat tujuan, dia malah tidak jadi berangkat ke sana. Hal itu dikarenakan saat itu Bintang justru sedang bertamu ke rumah Winda. Kini Bobby, Bintang, Randy, dan Winda tampak sedang berbincang-bincang di teras muka. Hingga akhirnya Randy dan istrinya sengaja pamit ke dalam dengan maksud memberi kesempatan kepada kedua muda-mudi itu agar bisa berduaan.
“Bintang... bolehkah aku melihat wajahmu itu sebentar saja! Sebab hari ini aku sudah berniat untuk melamarmu,” pinta Bobby kepada Bintang.
“Benarkah yang kau katakan itu, Kak?”
Bobby mengangguk.
“Kalau memang demikian, tentu saja aku bersedia. Sebab kau memang berhak untuk melihat lebih dulu gadis yang hendak kau lamar. Andai kau suka, kau boleh melamarku. Andai pun tidak, itu adalah hakmu untuk menentukan pilihan,” kata Bintang seraya membuka cadarnya dengan perlahan.
“Ka-kau...” Bobby tampak terkejut ketika Bintang telah membuka seluruh cadarnya.
“Ya, ini aku. Nuraini… Bintang Nuraini. Gadis yang selama ini terus berusaha keras untuk mendapatkan cintamu kembali, yang mana selama ini sudah membenciku dan mendugaku melakukan perbuatan terlarang, dan itu semua karena kesalahpahaman. Ketahuilah! Setelah kepergianmu aku betul-betul kehilanganmu. Dan sejak saat itu aku terus bercermin kenapa Tuhan sampai menjauhkanmu dariku.
Semula aku menduga kau bukanlah pemuda yang baik untukku. Namun setelah aku mengerti akan arti prasangka baik, maka aku pun kembali berkaca. Saat itu aku merasa justru sebaliknya, bahwa aku bukanlah gadis yang pantas untukmu. Lantas aku berusaha untuk berprasangka baik, kalau kau itu adalah pemuda yang baik, dan karenanyalah Tuhan tak mengijinkan aku untuk bisa bersamamu. Dan sejak saat itulah aku melihat kekuranganku itu, yaitu aku belum menjadi gadis yang sesuai dengan tuntunan agama. Dan sejak saat itulah, aku mulai berhijab dengan sempurna dan terus memperdalam ilmu agamaku seraya mengamalkannya dengan sungguh-sungguh. Setiap hari aku tak lupa untuk terus berdoa dan berharap, andai suatu saat aku sudah menjadi gadis yang shalihah kiranya Tuhan berkenan untuk mempersatukan kita lagi.
Hingga suatu hari harapanku itu sepertinya terbuka lebar, yaitu ketika kita bertemu kembali di tepi telaga. Saat itu, sebetulnya aku ingin sekali mengungkap jati diriku, namun entah kenapa aku merahasiakannya dengan memakai nama Bintang. Nama yang selama ini tidak banyak orang yang mengetahuinya, karena aku memang tidak pernah menggunakannya lagi lantaran nama itu adalah pemberian ayahku yang begitu kubenci. Aku membenci ayahku karena sebab ia telah menceraikan ibuku. Namun sekarang, nama itu sudah kembali menjadi nama depanku, dan itu dikarenakan aku sudah memahami agama dengan lebih baik, sehingga aku pun bisa memaafkan ayahku. Dan berkat nama itu, juga penampilan baruku, akhirnya aku kembali membuatmu jatuh cinta untuk yang kedua kali.
Andai saat itu aku langsung membuka jati diriku tentu kau akan menjauh dariku, dan aku tentu tidak akan mempunyai kesempatan lagi. Dan karena kekhawatiran itu pulalah yang membuatku terpaksa kembali bersandiwara, yaitu setelah kau mengungkapkan perihal kesalahpahaman mengenai apa yang terjadi antara aku dan Haris di telaga petang itu.
Saat itu, sebelum kalian datang menemuiku. Randy sempat meneleponku dan memintaku untuk kembali menjadi Nuraini yang dulu, yaitu menjadi Nuraini yang belum berbusana dengan sempurna. Dan aku pun terpaksa melakukan itu oleh sebab kekhawatiran Randy yang sangat masuk akal, yaitu sama seperti kekhawatiranku juga. Bahwasannya, setelah kau mengetahui kalau Bintang adalah aku, maka kau pasti akan meninggalkannya juga. Selain itu, sebetulnya Randy juga ingin mengetahui perihal benar-tidaknya perzinahan yang kau tuduhkan itu. Sebab, dia sendiri memang betul-betul ingin mengetahuinya, apa aku ini betul-betul berzinah dengan Haris atau tidak. Ketika dia meneleponku waktu itu, dia pun sama sekali tidak membicarakan perihal tuduhanmu itu.
Karenanyalah ketika kalian membicarakan masalah itu di rumahku, aku betul-betul terkejut dibuatnya. Dan karena aku memang tidak melakukan itu, aku pun menceritakan apa adanya. Tapi sayangnya saat itu kau tetap tidak percaya, dan saat itulah terlintas pikiran agar kau menemui Haris dan mendengar sendiri cerita darinya. Saat itu, Randy yang memang mempercayai ceritaku juga setuju dengan gagasanku, dan dia pun berusaha meyakinkanmu kalau gagasanku itu adalah sebuah bukti yang bisa merubah penilaianmu. Tapi sayangnya, lagi-lagi kau masih juga tidak mempercayainya. Dan semua itu lantaran kesombonganmu yang merasa telah menjadi orang baik, sehingga kau merasa lintasan pikiran perihal aku menelepon Haris sebelum kalian tiba di sana adalah petunjuk dari Tuhan. Padahal sesungguhnya lintasan pikiran itu bukan dari Tuhan, melainkan dari setan yang berupaya memperdayamu agar kau menjadi sombong dengan tanpa kau sadari.
Ingatlah, Kak! Semakin kau memahami ajaran agama, maka setan yang menggodamu pun akan semakin lihai. Mereka berusaha memperdayamu dengan hal-hal yang kau anggap berasal dari Tuhan. Aku mengetahui perihal ketidakpercayaanmu itu dari Randy, sebab kau sudah menceritakan hal itu padanya, yaitu disaat kau pulang dari membeli cincin untuk Bintang. Karenanyalah Randy mengundangku ke mari, dan dia juga memintaku untuk menceritakan semua ini apa adanya. Sebab hanya dengan cara inilah mungkin kau mau mengerti.”
“Benarkah yang kau katakan itu?” tanya Bobby ragu.
“Tentu saja benar. Namun kini aku sudah mempasrahkan semuanya kepada putusan Tuhan yang Maha Mengetahui, apakah kita bisa bersatu kembali atau tidak. Dan apakah Tuhan akan menolongmu dengan memberi petunjuk yang benar, atau Dia akan tetap membiarkanmu di dalam kesesatanmu yang sudah menjadi sombong lantaran kau merasa menjadi orang baik yang selalu diberi petunjuk oleh-Nya, padahal sebenarnya setanlah yang sudah memberimu petunjuk yang menyesatkan itu.”
Mendengar kata-kata Bintang barusan, membuat Bobby kembali berpikir dan berpikir. Hingga akhirnya wajah pemuda itu tampak damai karena sudah menyesali segala kekeliruannya. “Alamak.... ternyata Gadis cantik yang pernah kubenci itu adalah Bintang. Gadis baik yang memang tidak mungkin berani melakukan itu. Sungguh tidak layak aku membencinya lantaran praduga yang tak kuketahui dengan jelas. Biarlah kini aku serahkan kepada Tuhan saja, dan semuanya tentu akan terbukti setelah malam pertama nanti. Andai dia memang sudah tidak perawan lagi, aku kan tinggal menceraikannya. Dan jika dia memang masih suci, tentu aku adalah pemuda beruntung yang bisa mendapatkannya.”
Saat itu Bobby langsung memandang Bintang dengan penuh keyakinan. Seiring dengan itu, Bintang langsung tertunduk dan segera memakai cadarnya kembali. “Bintang… maukah kau menikah denganku?”
Saat itu Bintang tidak menjawab, sebuah pertanda bahwa dia memang bersedia. Ketika kata lamaran itu terucap, di dalam hatinya, gadis itu sempat meragukan kalau Bobby adalah suami idamannya. Maklumlah, selama ini sedikit banyak dia sudah mengetahui beberapa sifat Bobby yang tak berkenan di hatinya. Biarpun begitu, akhirnya dia percaya kalau sifat yang tak berkenan itu pasti bisa berubah, hingga akhirnya dia pun tak terlalu mempersoalkannya. Yang jelas, dia mau menikah dengannya bukan karena cinta buta, namun lebih kepada keimanan dan niat baik Bobby yang mau menikahinya dengan cara yang halal. Sebab dia menyadari, tujuan utamanya menikah adalah untuk beribadah. Kini dia sudah menyadarinya, kalau penampilan fisik dan kepribadian yang tak berkenan bukanlah sesuatu yang terpenting dalam membina suatu hubungan. Sebab, jika hati sudah menerima dan perbedaan bukanlah masalah tentu tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Lagi pula, bukankah manusia itu bisa berubah kapan saja, dan karenanyalah perceraian itu dihalalkan karena manusia memang makhluk lemah yang mungkin saja tidak mampu dalam mempertahankan bahtera rumah tangganya.
Walaupun perceraian itu dibenci Tuhan, namun Tuhan tetap Maha Penyayang. Karenanyalah, manusia diberi kesempatan untuk menjalani kesempatan berikutnya dan menjadikan peristiwa yang dialaminya itu sebagai pelajaran guna bisa memaknai arti kehidupan. Dan karena itulah, Bintang sama sekali tidak takut dengan perceraian. Sebab dia percaya, jika mereka memang betul-betul mau mengikuti petunjuk Tuhan, dia yakin perceraian itu tidak akan pernah terjadi. Perceraian hanya bisa terjadi jika salah-satu dari mereka sudah kalah oleh bisikan setan yang menyesatkan. Sehingga ego akan lebih bermain ketimbang nuraninya yang senantiasa berkata jujur.
Bahkan kini Nuraini mencoba untuk mempercayai Bobby sepenuhnya, kalau pemuda itu kelak bakal menjadi suami idamannya, walaupun dia menyadari hal itu bisa saja bertolak belakang. Sebab dia memang belum mengetahui tabiat aslinya, yang mungkin saja tidak sesuai harapan. Itulah yang dinamakan cinta sejati, yang dibina atas dasar kepercayaan. Sebab, kepercayaan itu adalah bagian pada cinta itu sendiri. Yang tanpanya, cinta tidaklah sempurna.
Bobby pun yakin untuk melamarnya karena dia mau menikah semata-mata karena Allah, dan dia akan menjadikan kehidupan rumah tangganya sebagai ladang amal yang akan menambah kedekatannya kepada Tuhan. Dan jika gadis itu terbukti masih suci, tentu gadis seperti itulah yang diyakini bisa menyempurnakan akidahnya, yaitu gadis yang berkomitmen teguh dan optimis untuk bisa bersama-sama mengarungi kehidupan di dalam sebuah bahtera rumah tangga yang diridhai Tuhan.




Akhirnya Bobby dan Bintang Nuraini menikah. Mereka menikah dengan cara yang sederhana, dan hal itu sama sekali tidak mengurangi kesakralannya. Malam harinya, seusai sholat malam, Bintang Nuraini tak lupa berdoa kepada Tuhan, mengikuti apa yang pernah dibacanya di internet.
“Ya Allah.. Ampunilah dosaku yang telah kuperbuat, limpahkanlah aku dengan kesabaran yang tiada terbatas, berikanlah aku kekuatan mental, kurniakanlah aku dengan sifat keridhaan, peliharalah lidahku dari kata-kata nista, kuatkanlah semangatku dalam menempuh segala cobaan-Mu, berikanlah aku sifat kasih sesama insan.
Ya Allah... Sekiranya suamiku ini adalah pilihan-Mu di Arash, berilah aku kekuatan dan keyakinan untuk terus bersamanya. Sekiranya suamiku ini adalah suami yang akan membimbing tanganku di titian-Mu, kurniakanlah aku sifat kasih dan ridha atas segala perbuatannya. Sekiranya suamiku ini adalah bidadara untukku di Jannah-Mu, limpahkanlah aku dengan sifat tunduk dan tawaduk akan segala perintahnya. Sekiranya suamiku ini adalah yang terbaik untukku di dunia-Mu, peliharalah tingkah laku serta kata-kataku dari menyakiti perasaannya. Sekiranya suamiku ini jodoh yang dirahmati oleh-Mu, berilah aku kesabaran untuk menghadapi segala macam tabiatnya yang tak berkenan.
Tetapi ya Allah... Sekiranya suamiku ini ditakdirkan bukan untuk diriku seorang, tunjukkanlah aku jalan yang terbaik untuk menerima segala takdir-Mu. Sekiranya suamiku tergoda dengan keindahan dunia-Mu, limpahkanlah aku kesabaran untuk terus membimbingnya. Sekiranya suamiku tunduk terhadap nafsu yang melalaikan, kurniakanlah aku kekuatan-Mu untuk memperbaiki keadaannya. Sekiranya suamiku mencintai kesesatan, pandulah aku untuk menarik dirinya keluar dari keterlenaannya.
Ya Allah... Kau yang Maha Mengetahui apa yang terbaik untukku, Kau juga yang Maha Mengampuni segala kekhilafan dan keterlanjuranku. Sekiranya aku khilaf mengambil putusan, bimbinglah aku ke jalan yang Engkau ridhai. Sekiranya aku lalai dalam tanggung jawabku sebagai istri, hukumlah aku di dunia tetapi bukan di akhirat-Mu. Sekiranya aku ingkar dan durhaka, berikanlah aku petunjuk ke arah rahmat-Mu
Ya Allah... Sesungguhnya aku lemah tanpa petunjuk-Mu, aku buta tanpa bimbingan-Mu, aku cacat tanpa hidayah-Mu, aku hina tanpa Rahmat-Mu.
Ya Allah...
Kuatkan hati dan semangatku, tabahkan aku menghadapi segala cobaan-Mu. Jadikanlah aku istri yang disenangi suami, bukakanlah hatiku untuk menghayati agama Mu, bimbinglah aku menjadi istri Salehah. Hanya pada-Mu, Ya Allah... aku memohon segala harapan, karena aku pasrah dengan dugaan-Mu, karena aku sadar hinanya aku, karena aku insan lemah yang kerap keliru, karena aku terlena dengan keindahan dunia Mu, karena kurang kesabaranku menghadapi cobaan-Mu, karena pendek akalku mengarungi ujian-Mu.
Ya Allah Tuhanku… Aku hanya ingin menjadi istri yang dirahmati, istri yang dikasihi, istri yang salehah, istri yang senantiasa di hati. Amin...“
Pada saat yang sama, Bobby pun sedang berdoa kepada Tuhan. Dia berdoa dengan khusuk dan penuh pengharapan, mengikuti lembaran doa yang pernah diberikan Bintang dan dengan sedikit tambahan doa darinya.
“Ya Allah.. Ampunilah dosaku yang telah kuperbuat, limpahkanlah aku dengan kesabaran yang tiada terbatas, berikanlah aku kekuatan mental, kurniakanlah aku dengan sifat keridhaan, peliharalah lidahku dari kata-kata nista, jauhkan aku dari berbagai penyakit hati, kuatkanlah semangatku menempuhi segala cobaan-Mu, berikanlah aku sifat kasih sesama insan. Andai istriku memang tak suci lagi, berilah aku kekuatan dan kesabaran sehingga aku tak sampai menceraikannya.
Ya Allah... Sekiranya istriku ini adalah pilihan-Mu di kerajaan-Mu, berilah aku kekuatan dan keyakinan untuk terus bersamanya. Sekiranya istriku ini adalah istri yang menjadi tanggung jawabku untuk membimbingnya menuju titian-Mu, kurniakanlah aku sifat sabar dan tawakal atas segala perbuatannya. Jadikanlah aku suami yang bijaksana dan penuh tanggung jawab, yang bisa membawa bahtera rumah tangga ini sesuai dengan keridhaan-Mu. Sekiranya istriku ini adalah bidadari untukku di Sorga-Mu, limpahkanlah aku dengan sifat sayang dan lemah lembut kepadanya, dan jadikanlah aku hanya untuk dirinya seorang hingga akhir hayat kami. Sekiranya istriku ini adalah yang terbaik untukku di dunia-Mu, peliharalah tingkah laku serta kata-kataku dari menyakiti perasaannya. Sekiranya istriku ini jodoh yang dirahmati oleh-Mu, berilah aku kesabaran untuk menghadapi segala macam rintangan yang menghadang.
Tetapi ya Allah... Sekiranya aku ditakdirkan bukan untuk dirinya seorang, tunjukkanlah aku jalan yang terbaik untuk menerima segala takdir-Mu. Sekiranya istriku tergoda dengan keindahan dunia-Mu, limpahkanlah aku kesabaran untuk terus membimbingnya. Sekiranya istriku tunduk terhadap nafsu yang melalaikan, kurniakanlah aku kekuatan-Mu untuk membetulkan keadaannya. Sekiranya istriku mencintai kesesatan, pandulah aku untuk menarik dirinya keluar dari keterlenaannya.
Ya Allah... Kau yang Maha Mengetahui apa yang terbaik untukku, Kau juga yang Maha Mengampuni segala kekhilafan dan keterlanjuranku. Sekiranya aku khilaf mengambil putusan, bimbinglah aku ke jalan yang Engkau ridhai. Sekiranya aku lalai dalam tanggungjawabku sebagai suami, hukumlah aku di dunia tetapi bukan di akhirat-Mu. Sekiranya aku ingkar  dan durhaka, berikanlah aku petunjuk ke arah rahmat-Mu
Ya Allah... Sesungguhnya aku lemah tanpa petunjuk-Mu, aku buta tanpa bimbingan-Mu, aku cacat tanpa hidayah-Mu, aku hina tanpa Rahmat-Mu.
Ya Allah...
Kuatkan hati dan semangatku, tabahkan aku menghadapi segala cobaan-Mu. Jadikanlah aku suami yang disenangi istri, bukakanlah hatiku untuk menghayati agama-Mu, bimbinglah aku menjadi suami yang saleh. Hanya pada-Mu, Ya Allah... aku memohon segala harapan, karena aku pasrah dengan dugaan-Mu, karena aku sadar hinanya aku, karena aku insan lemah yang kerap keliru, karena aku terlena dengan keindahan dunia-Mu, karena kurang kesabaranku menghadapi cobaan-Mu, karena pendek akalku mengarungi ujian-Mu.
Ya Allah Tuhanku… Aku hanya ingin menjadi suami yang dirahmati, suami yang dikasihi, suami yang saleh, suami yang sentiasa di hati. Amin...“
Usai berdoa, Bobby pun bersiap-siap untuk menafkahi istrinya. Kini dia  dan istrinya itu sudah berada di atas tempat tidur. Dan seusai berdoa memohon perlindungan Tuhan demi keselamatan benih yang akan mereka semai, pemuda itu pun langsung menafkahi istrinya di bawah selimut yang lembut. Sungguh Bobby sangat bersyukur atas malam pertamanya itu, karena ternyata dia diberikan seorang istri yang selama ini memang dia idam-idamkan. Ternyata Bintang Nuraini memang masih suci, dan dia pun berniat untuk menggantung rasa penasarannya itu hinga hari ke tujuh. Kini pemuda itu tampak beristirahat sambil bersandar di ranjang, sedangkan istrinya tampak berbaring di dadanya penuh kemanjaan. Dalam hati, pemuda itu tampak menyesali prasangka buruknya selama ini. “Duhai Istriku sayang… maafkan aku yang selama ini sudah mengiramu sebagai gadis yang tak bermoral. Sungguh prasangka yang tak sepatutnya melekat erat di benakku,” ucapnya dalam hati.
Belum sempat pemuda itu mengungkapkan apa yang ada di hatinya itu, mendadak Bintang Nuraini sudah mendahuluinya. “Tidak apa-apa, Sayang… aku bisa mengerti. Kau berbuat begitu karena kesalahpahaman,” kata gadis itu seraya menggenggam tangan suaminya.
“Ka-kau bisa membaca pikiranku?”
“E-entahlah… aku juga tidak mengerti. Bahkan hingga kini aku pun masih bingung, kenapa terkadang di hatiku timbul sebuah perkataan yang membuat aku merasa harus menjawabnya? Dan anehnya, jawaban itu selalu saja nyambung dengan pikiranmu. Tapi itu jarang sekali terjadi, yaitu hanya jika perasaanku sedang betul-betul sensitif. Seperti saat ini, ketika kebahagiaan yang kurasakan begitu membuatku ingin menangis. O ya, ingatkah ketika malam itu, disaat kau sedang menyendiri di atas sepeda motormu, ketika kau sedang mengadu pada malam berbintang?“ tanya Bintang kepada suaminya.
“Ka-kau gadis misterius itu? Gadis yang datang dan pergi dengan begitu saja?” tanya Bobby hampir tak mempercayainya.
“Iya, Sayang… Saat itu kau pun bilang kalau aku bisa membaca pikiranmu, padahal sesungguhnya saat itu aku hanya menjawab apa yang ada di hatiku.”
“Aneh… apakah itu karena kau bagian dari diriku?”
“Entahlah… Mungkin saja begitu. Dan karenanyalah kini kita kembali bersatu untuk menyempurnakan bagian yang terpisah itu.”
“Mungkin juga hanya sebuah kebetulan. Kalau begitu katakanlah, Sayang…! Perkataan apa yang ada di benakmu itu sehingga kau menjawabnya demikian?”
“Tadi di benakku tergambar dirimu yang mengatakan kau menyesal karena sudah berburuk sangka padaku. Lantas aku pun menjawabnya seperti yang kau dengar tadi.”
“Sayang apakah aku berkata Istriku sayang… maafkan aku yang selama ini sudah mengiramu sebagai gadis yang tak bermoral. Sungguh prasangka yang tak sepatutnya melekat erat di benakku.”
“Sama sekali tidak. Di benakku hanya tergambar dirimu yang mengatakan kau menyesal karena sudah berburuk sangka padaku. Itu saja.”
“Syukurlah… ternyata kau tidak betul-betul bisa membaca pikiranku. Kau hanya mendapat firasat mengenai apa yang ada di hatiku. Terus terang, aku takut sekali jika kau betul-betul bisa melakukan itu.“
“Astagfirullah… hampir saja aku terpedaya oleh bisikan setan. Tadi aku sempat merasa hebat karena mempunyai kelebihan itu. Kini aku semakin yakin, tidak ada Jin dan Manusia yang dapat mengetahui isi hati kita yang sebenarnya, sebab hanya Allah-lah yang dapat mengetahuinya. Aku menduga setan telah berhasil mencuri sedikit data darimu dan dia mencoba memberitahunya padaku, dengan tujuan agar aku tergelincir. Seperti halnya para peramal yang mendapat berbagai informasi dari setan, namun karena di langit sudah dipasang panah-panah api, maka setan pun hanya bisa mendapat informasi mengenai apa yang akan terjadi itu hanya sedikit saja. Lantas mereka memberikan informasi itu kepada para peramal dengan tujuan menyesatkan manusia. Karenanya siapa saja yang percaya dengan ramalan selain dari yang ada di Al-Quran dan Hadist Rasul adalah sesat.”
“O ya, bagaimana dengan orang-orang yang bisa menerawang dari jarak jauh, atau seorang yang bisa membaca peristiwa masa lalu.”
“Kak, ketahuilah! Kalau sebenarnya semua data mengenai isi dunia sudah tertulis jelas sampai sedetail-detailnya pada sebuah kitab yang bernama Lauhul Mahfuzh. Seperti dari partikel debu hingga jagad raya, dari satu huruf hingga ensiklopedia. Dan termasuk kata-kataku barusan. Karenanya tidak usah heran jika ada orang yang sampai tahu, semua itu adalah karena ulah setan yang sengaja mencuri informasi dari kitab tersebut, atau bisa juga Tuhan sendiri yang memberitahunya karena orang itu sudah menjadi kekasih Tuhan. Dulu Allah membiarkan setan mencuri informasi itu, dan akibatnya kehidupan dunia pun jadi kacau-balau. Ilmu sihir merajalela, dan kekuatan hitam hampir mengusai dunia. Zaman itu adalah zaman jahiliyah. Karenanyalah, Allah lantas menurunkan Al-Quran dan mengutus seorang Rasul untuk membenahi itu semua, yaitu di wilayah yang paling parah kejahilannya, yaitu kota Mekah. Malah pada saat itu, rumah Allah yang ada di kota itu sudah berani mereka kotori dengan hal-hal yang Allah benci, yaitu dengan meletakkan berhala-berhala yang menjadi sembahan mereka. Selain menurunkan Kitab Suci Al-Quran dan Rasulnya Muhammad SAW, Allah juga membatasi gerak setan dalam upaya mencuri informasi dari Kitab Lauhul Mahfuzh, yaitu dengan memasang panah-panah api. Dan karenanyalah setan hanya bisa mendapatkannya sedikit saja. Allah sengaja membiarkan itu demi berjalannya sebuah sistem yang seadil-adilnya, yaitu agar anak cucu Adam bisa selamat dari godaan setan, dan setan pun di berikan haknya, sesuai dengan janji Tuhan kepadanya."
“Benarkah semua itu?” tanya Bobby agak bingung.
“Entahlah, Wallahu alam. Sebetulnya aku juga mengetahui semua itu dari guruku. Karenanyalah agar kita bisa benar-benar yakin kalau semua itu benar atau tidak kita harus mau belajar mengenai sejarah Islam, yaitu sejak Nabi Adam diciptakan hingga masa Kejayaan Islam. Kita bisa mengetahuinya lewat Al-Quran, Hadist Rasul, Internet, dan berbagai buku yang berkenaan dengan hal itu. Masih ingatkah Kakak dengan tulisan Harun Yahya yang mengatakan, Dalam Al-Quran Allah mengajak manusia untuk tidak mengikuti secara buta kepada kepercayaan dan norma-norma yang diajarkan masyarakat. Akan tetapi memikirkannya dengan terlebih dahulu menghilangkan segala prasangka, hal-hal yang tabu dan yang mengikat pikiran mereka.”
“Ya, kau benar. Sebaiknya kita jangan begitu saja menelan mentah-mentah berbagai informasi yang kita dapatkan, namun kita wajib mengkajinya lebih jauh agar kita tidak tersesat nantinya. Apalagi berbagai informasi yang kita baca melalui buku-buku atau internet, yang merupakan buah pikiran penulisnya. Bukankah penulis itu juga manusia, yang memiliki banyak kekurangan. Ia bisa benar dan bisa juga salah.
O ya, Istriku sayang… Sebentar ya, aku mau menunjukkan sesuatu padamu!” pinta Bobby seraya melangkah dan mengambil limas teka-teki yang ditemukannya waktu itu. “Sayang… apakah kau mengetahui benda ini?” tanya Bobby seraya kembali merebahkan diri di sisi istrinya dan memberikan benda itu kepadanya.
“Ini kan limas teka-tekiku, kenapa bisa ada padamu?”
“Aku menemukannya malam itu, rupanya tanpa sengaja kau telah menjatuhkannya. Akhirnya kini semua terjawab sudah, ternyata benda itu memang milikmu. Ketahuilah, dulu aku hampir saja menduakan Tuhan karena terlalu berharap dengan benda itu. Walaupun pada mulanya aku menganggap benda itu hanyalah sebagai perantara, namun lama-kelamaan dan dengan sangat perlahan benda itu hampir membuatku tergelincir. Untung saja Randy sempat memperingati sehingga aku bisa selamat. O ya, ngomong-ngomong apa kau sudah bisa memecahkan teka-teki itu.”
“Tentu saja. Lihatlah!” kata Bintang seraya memutar setiap bagian dari limas itu sesuai dengan urutan simbol yang benar.
“Nah terbuka sudah,” kata Bintang seraya mengambil dua buah benda yang ada di dalam limas tersebut. “Eng… Ini adalah duplikat sepasang kubus berpikir yang diberikan oleh sahabat ibuku yang bernama Tante Olivia , yaitu disaat aku sedang berulang tahun,” jelas bintang seraya memberikan sepasang kubus yang bentuknya menyerupai dadu itu kepada suaminya. “O ya, kalau kau mau tahu, sebetulnya sepasang kubus itu digunakan untuk mengungkap tabir kehidupan. Coba kau perhatikan setiap simbol yang ada di keenam sisinya! Sesungguhnya simbol-simbol itu adalah bahasa kiasan yang mengandung makna untuk memahami arti kehidupan sesungguhnya.”
Kini Bobby tampak memperhatikan kedua kubus yang masih penuh misteri itu. Dalam benaknya, lelaki itu terus memikirkan perihal simbol-simbol yang kata Bintang mempunyai arti penting dalam memahami arti kehidupan yang sesungguhnya. “Hmm… apakah simbol-simbol ini merupakan petunjuk untuk siapa saja yang memang ingin mengungkap rahasia kenapa Tuhan menciptakan manusia, yang bermula dari penciptaan Adam dan Hawa yang pada akhirnya harus tinggal di dunia karena telah berbuat dosa,” pikir Bobby seraya kembali memperhatikan semua simbol yang ada di kedua kubus itu, enam buah simbol yang berbeda terdapat pada masing-masing kubus. Persis seperti dua buah dadu yang apabila dikocok akan menghasilkan kombinasi sisi yang berbeda. Namun pada kubus itu, simbol yang bermakna itulah yang akan dikombinasikan. Sebenarnya keenam simbol itu adalah, pertama simbol Lafaz Allah dan nama Rasul yang disatukan dalam bentuk kaligrafi, kedua simbol pria, ketiga simbol wanita, keempat simbol warna merah muda, kelima simbol warna biru, dan keenam adalah simbol dunia.
Karena bentuknya seperti dadu, maka Bobby pun mencoba memperlakukannya seperti benda itu. Dia mengocoknya di dalam tangan, dan setelah dirasa cukup, lelaki itu pun segera membuka genggamannya dan memperhatikan kombinasi simbol yang ada pada bagian atas kedua kubus itu. “Hmm... wanita dan warna merah muda,” lalu Bobby mencobanya lagi, “Hmm kali ini, pria dan wanita.”
Bobby terus mengocok kedua kubus itu sehingga dia mendapat beberapa kombinasi seperti berikut, wanita dan dunia, Tuhan beserta Rasul-Nya dan dunia, wanita dan warna biru, pria dan warna merah muda, dunia dan warna biru, Tuhan beserta Rasul-Nya dan pria, Tuhan beserta Rasul-Nya dan wanita, dunia dan pria, Tuhan beserta Rasul-Nya dan warna biru, dunia dan warna merah muda, Tuhan beserta Rasul-Nya dan warna merah muda, dunia dan biru, merah muda dan biru. “Hmm... semua ini benar-benar membingungkan, apa maksud dari kombinasi-kombinasi itu? Jangankan kombinasinya, beberapa simbol itu saja tidak aku pahami maksudnya.”
“Kenapa, Kak? Kau bingung ya?” tanya Bintang tiba-tiba.
“Iya… Sayang… Aku betul-betul bingung.”
“Aku juga, Kak. Sungguh telah dibuat pusing. Tapi kata Tante Olivia, sebelum kita mengerti tentang arti simbol-simbol itu kita harus mengerti dulu arti simbol-simbol yang ada pada limas itu.“
“Hmm… apakah kau sudah mengetahui maksud dari simbol-simbol yang ada di limas itu?” tanya Bobby penasaran.
“Sedikit, Kak. Kalau tidak salah, maksud dari simbol-simbol pada limas itu begini, keempat simbol yang ada pada bagian dasar yang terdiri dari Lafaz Allah, nama Muhammad, Al-Quran, dan Hadist Rasul adalah kita harus berpegang teguh kepada kalimat tauhid, yaitu mengakui Allah adalah Tuhan kita dan Nabi Muhammad adalah Rasul-Nya. Dan sebagai manusia yang sudah berikrar demikian, maka ketika menjalani kehidupan manusia wajib berpedoman pada Al-Quran dan Hadist Rasul.
Sedangkan pada ke empat simbol di atasnya yang terdiri dari simbol hati, dua tangan menadah, orang sujud, dan bayi adalah manusia harus mempunyai hati yang bersih, karena dengan hati yang bersih manusia bisa bekerja dengan baik, halal, dan juga bisa mencintai sesama atas dasar cintanya kepada Tuhan. Manusia adalah mahluk lemah yang harus senantiasa berdoa dan memohon hanya kepada-Nya. Dia hanya menghamba kepada-Nya, sujud sebenar-benarnya sujud, yaitu hanya menyembah kepada Allah tanpa pernah menyekutukan-Nya. Manusia juga harus menjadi seperti bayi yang senantiasa pasrah dan bersih dari dosa, sehingga dengan begitu Tuhan akan selalu membimbingnya agar ia bisa memilih takdir yang akan membawanya sampai ke Jannah-Nya.
Kemudian pada susunan ketiga, yang terdiri dari simbol tangan yang memberi, tangan yang menggenggam, bibir, dan pedang adalah manusia harus menjalankan tugasnya sebagai khalifah, yaitu ia memberikan yang terbaik yang mampu ia lakukan, berjuang dengan penuh semangat dan hanya mengharap ridha Allah semata. Menyampaikan kebenaran dengan cara yang lembut, dan menggunakan kekerasan hanya untuk membela diri, berjihad memerangi kaum zolim yang menindas. Semangat jihad tak boleh padam, demi tegaknya kebenaran.
Dan pada susunan puncak, yang terdiri dari simbol Lafaz Allah yang bercahaya, matahari yang bercahaya, bintang yang bercahaya, dan bulan yang bercahaya adalah simbol-simbol yang menjelaskan kalau Allah itu adalah sumber dari segala cahaya, cahaya di atas cahaya, matahari adalah cahaya yang memberikan kehidupan, bintang adalah cahaya yang memberikan petunjuk, dan bulan adalah cahaya kerinduan.
Pada hakekatnya manusia mempunyai kerinduan untuk kembali kepada penciptanya, yaitu kematian. Bulan bisa bercahaya karena mendapat cahaya dari matahari, begitu pun manusia bisa hidup karena diberikan ruh oleh Tuhannya. Manusia dan Tuhan mempunyai ikatan yang begitu erat dalam konteks penciptaannya, layaknya seorang ibu yang melahirkan anaknya, dan anak itu akan selalu rindu pada ibunya. Jika si anak pergi jauh, pada suatu saat ia akan pulang untuk melepaskan kerinduannya pada sang Ibu dan juga kampung halamannya.
Jadi, kerinduan terhadap segala ikatan primordial yang bersifat fisik (keluarga, kampung halaman) adalah simbol dari kerinduan metafisik manusia untuk kembali pada Tuhannya. Namun kerinduan metafisik itu tidak dapat terobati, kecuali batin manusia itu telah tersucikan untuk merasakan limpahan kasih sayang-Nya. Kerinduan yang tidak terobati adalah sumber dari segala penderitaan batin manusia. Tidak mengherankan kalau manusia selalu dalam keadaan gelisah dan menderita karena tidak tahu bagaimana mengobati kerinduan metafisiknya. Karena itulah cahaya bintang hadir untuk memberi petunjuk kepada manusia yang tersesat tak tahu arah tujuan. Bintang adalah matahari di kejauhan, jika jauh ia memberi petunjuk dan jika dekat ia memberikan penghidupan. Begitulah arti dari simbol-simbol yang ada pada setiap bagian limas itu, Kak,” jelas Bintang Nuraini panjang lebar.
“Hmm... Lalu arti urutan yang benar dari bagian dasar hingga ke bagian puncaknya itu?” tanya Bobby lagi.
“Kalau arti urutan yang benar dari bagian dasar hingga ke bagian puncaknya itu adalah seperti berikut ini. Simbol Lafaz Allah, hati, tangan memberi, dan seberkas cahaya, itu artinya Allah mencintai manusia dengan cara memberikan cahaya-Nya kepada orang-orang mukmin. Lalu urutan berikutnya, yaitu Nama Muhammad, dua tangan menadah, tangan mengepal, dan matahari yang bersinar, yang artinya Muhammad itu adalah utusan Allah, yang kehadirannya telah diharapkan banyak orang untuk memperjuangkan dan menegakkan kebenaran. Urutan berikutnya lagi adalah Al-Quran, orang sujud, bibir, dan bintang. Yang artinya Al-Quran itu adalah petunjuk, petunjuk untuk menghamba kepada Tuhan dengan benar, yaitu bertakwa kepada-Nya dan berani menyampaikan kebenaran walaupun akan pahit akibatnya, sebab kebenaran itu nantinya akan menjadi petunjuk kepada manusia yang sedang dalam kesesatan. Dan urutan yang terakhir, yaitu Hadist Rasul, bayi, pedang, dan bulan yang bersinar mempunyai arti sebagai berikut. Hadist Rasul itu adalah petunjuk atas segala ketidakjelasan dan ketidakmengertian, tanpanya Al-Quran itu bagaikan pedang, bisa bermanfaat dan bisa juga merusak, tergantung kepada manusianya, apakah ia mempunyai hati yang bersih atau malah sebaliknya.
Ketahuilah… Bila seorang yang busuk hatinya sengaja menafsirkan ayat Al-Quran dengan seenaknya, maka dampaknya tentu bisa sangat berbahaya. Untuk itulah Hadist Rasul sangat diperlukan untuk menjelaskan segala hal yang masih belum jelas itu. Dan dengan berpedoman kepada keduanya, maka manusia bisa pulang ke asalnya dan melepaskan kerinduan pada pencipta-Nya. Demikianlah, Kak. Arti semua urutan simbol yang benar dari bagian terbawah limas hingga ke puncaknya. Dan setelah kita mengerti akan tujuan hidup manusia di dunia, maka kita pun akan bisa mengerti tentang hakikat penciptaan, yaitu dengan bantuan sepasang kubus itu, yang nantinya akan mengupas arti kehidupan. Bagaimana, Kak? Kau mengerti penjelasanku kan?”
“Iya, Sayang. Walaupun belum sepenuhnya. O ya, ngomong-ngomong kenapa ketika aku mengadu pada malam berbintang kau bisa ada di sana?” tanya Bobby.
“Itu Rahasia Illahi, Sayang… Ceritanya begini…. Waktu itu aku sedang sedih karena perceraian orang tuaku. Tapi begitu bertemu denganmu, entah kenapa kesedihanku sirna seketika. Saat itu aku merasakan sebuah perasaan yang begitu berbunga-bunga, bahagia sekali rasanya saat itu, bahkan aku pun sempat berandai-andai. Andai saat itu kau adalah suamiku, aku ingin sekali dipeluk, merasakan hangatnya dekapan kasih sayangmu. Saat itu pun aku ingin sekali mengungkapkan beribu kata cinta untukmu, namun… aku takut, aku malu. Dan akhirnya aku cuma bisa berharap, kiranya kau mau bangkit dari sepeda motormu, lantas menghampiri aku dan mengucapkan kata cinta padaku. Namun harapanku itu tak terwujud, kau diam seolah tak menghiraukan kehadiranku. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk meninggalkanmu karena aku merasa saat itu setan sedang menggodaku dengan jerat cinta yang membutakan. Dan semua itu karena aku telah melihat wajah tampan yang diterangi rembulan, sehingga aku pun merasa syahdu.
Sejak pertemuan malam itulah aku tak bisa melupakanmu, namun aku tak berdaya karena tak tahu hendak mencarimu ke mana. Hingga pada suatu ketika Randy datang kepadaku dan memperlihatkan fotomu. Sungguh aku sangat terkejut, dan sekaligus senang karena telah mendapat kesempatan yang tak disangka dan tiada diduga. Bahkan, saat itu Randy ingin menjodohkan aku denganmu. Mengetahui itu, aku pun langsung menangis bahagia. Ketahuilah… Sebetulnya saat itu Randy ingin langsung mengenalkan aku padamu. Namun karena dia takut kau akan tersinggung lantaran saat itu kau masih sangat mencintai Winda, akhirnya dia memutuskan untuk membuat sandiwara perkenalan yang bertujuan agar kita bisa saling berkenalan secara wajar, seolah memang tidak direncanakan.”
“Ya, pada mulanya aku memang merasa demikian. Semula kupikir kau itu temannya Haris yang mau ikut memancing lantaran Randy mengajak Haris memancing. Namun karena prilaku Randy saat itu sangat mencurigakan, akhirnya aku bisa menduga kalau itu hanyalah sebuah sandiwara. Untungnya pertemuan malam itu begitu berkesan bagiku, sehingga aku pun memutuskan untuk lebih mengenalmu, dan ternyata kau itu memang gadis menyenangkan buatku. Apalagi kau itu gadis yang semakin membuatku penasaran, kau itu begitu susah untuk disentuh.
Selama kita bersama, hanya sekali aku bisa menyentuhmu, yaitu setelah aku mengucapkan kata cinta, dan itu pun hanya sebatas memegang bahumu. Sebab ketika aku ingin mencium keningmu kau segera menghindar karena menyadari kekeliruan. Tapi kini, aku bisa menciummu sesukaku.”
Lantas Bobby pun segera mencium kening istrinya itu berkali-kali, bukan hanya kening, tapi juga, pipi, dan seterusnya, dan seterusnya. Bahagia sekali rasanya malam pertamanya itu, bisa menikmati gadis yang dia cintai dengan tanpa beban dosa sama sekali, betul-betul fresh dan menggairahkan. Kenikmatan sorga Dunia yang sempurna, Ecstasy tingkat tinggi yang hanya bisa dicapai dengan kondisi psikologis dan fisik yang prima. Dan semua itu bisa terjadi karena keduanya selalu mengingat Tuhan di mana pun mereka berada, dan ketika melakukan aktifitas apapun. Termasuk ketika mereka akan berhubungan intim, mereka pun tak lupa untuk berdoa kepada Tuhan. Karena dengan selalu mengingat Tuhan manusia akan mendapat petunjuk yang laksana cahaya bintang memberikan petunjuk kepada manusia yang tak tahu arah tujuan. Ia menerangi hati dan memberi kehidupan padanya. Tanpa mengingat Tuhan hati akan mati, dan manusia tidak akan tahu bagaimana menjalani kehidupan yang betul-betul diridhai Allah.



 Assalam….

Mohon maaf jika pada tulisan ini terdapat kesalahan di sana-sini, sebab saya hanyalah manusia yang tak luput dari salah dan dosa. Saya menyadari kalau segala kebenaran itu datangnya dari Allah SWT, dan segala kesalahan tentulah berasal dari saya. Karenanyalah, jika saya telah melakukan kekhilafan karena kurangnya ilmu, mohon kiranya teman-teman mau memberikan nasihat dan meluruskannya. Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih banyak.
Akhir kata, semoga cerita ini bisa bermanfaat buat saya sendiri dan juga buat para pembaca. Amin… Kritik dan saran bisa anda sampaikan melalui e-mail bangbois@yahoo.com

Wassalam…


[ Cerita ini ditulis tahun 2006 ]