E-Book dan Game Gratis

E-book                      Game & Software
Bagi anda yang ingin membaca secara offline, silakan download format e-book-nya di sini!

Sayap Bidadari Bagian 7 [ Demi Cinta dan Persahatan ]


TUJUH
Demi Cinta dan Persahabatan



Dredep! Dredep! Dredep! Suara jemari Bobby yang meniru derap langkah kuda terdengar menemani lamunannya. Saat itu dia sedang berbaring di atas tempat tidur sambil terus memikirkan Angel yang sudah dua minggu belum pulang ke rumah. Sungguh semua itu telah membuat kekhawatiran Bobby tampak semakin menjadi-jadi, hingga akhirnya dia memutuskan untuk kembali mengirim surat untuk Angel. Maklumlah, saat itu Bobby menduga kalau surat cinta yang diberikan waktu itulah yang menjadi penyebabnya, atau mungkin juga Angel takut menemuinya lantaran dia tidak mau diminta tolong untuk membaca naskahnya. Karena itulah, akhirnya Bobby merasa perlu untuk mengirim surat lagi demi mendapat jawaban yang pasti.
"Nah... Selesai sudah. Aku harap, dia mau memberikan jawaban yang sebenarnya. Dengan begitu, aku pun tidak khawatir lagi dan juga tidak berpikiran macam-macam mengenainya," kata Bobby dalam hati seraya mencetak surat yang baru ditulisnya dengan menggunakan printer tua yang selama ini menjadi andalannya.
Kini pemuda itu tampak sudah siap berangkat untuk menitipkan surat itu kepada kakak Angel yang bernama Nadia, dialah yang selama ini selalu memberi kabar mengenai keberadaan Angel, bahkan belum lama ini dia sempat mengabarkan kalau Angel pernah pulang, namun hanya untuk mengambil pakaian. Karenanyalah, Bobby yakin sekali kalau Angel pasti akan pulang untuk mengambil pakaian lagi, lalu pada saat itulah suratnya bisa sampai ke tangan Angel. Sementara itu di tempat berbeda, di sebuah ruangan yang tampak nyaman, Angel tampak sedang memikirkan Bobby. "Kak Bobby, maafkanlah aku. Sungguh aku tidak menyangka, kalau aku akan membuat Kakak begitu kerepotan mencariku. Bahkan hampir semua sahabatku sudah Kakak telepon demi mengetahui keberadaanku. Akibatnya, mereka pun jadi ikut-ikutan mengkhawatirkanku. Semalam, lima orang sahabatku telah datang bersama-sama demi untuk mengetahui keadaanku. Mereka tidak percaya kalau aku dalam keadaan baik-baik saja, dan karenanyalah mereka memaksa untuk datang menemuiku di tempat persembunyianku ini. Sungguh aku tidak menduga, kalau kau dan juga sahabat-sahabatku ternyata begitu perhatian padaku," tiba-tiba Angel meneteskan air matanya. Sungguh dia merasa terharu akan segala perhatian yang telah diberikan kepadanya. "Oh... Kak Bobby... Aku sangat mencintaimu. Bahkan saat ini aku ingin sekali menemuimu dan mencurahkan segala kerinduanku. Namun, aku tidak bisa... Aku belum siap..." Saat itu Angel hanya bisa menangis sambil memeluk erat guling yang sejak tadi menemaninya. Pada saat yang sama, di sebuah rumah yang cukup besar, di dalam sebuah kamar yang tertata rapi, seorang pemuda tampak sedang mendengarkan tembang sedih dari Caffeine. Dialah Raka, pemuda yang selama ini sangat mencintai Angel. Seiring dengan bergulirnya tembang dari Caffeine itu, airmatanya pun menetes meresapi setiap lirik yang begitu menyentuh hatinya. 


Kau... di hatiku... selalu menjadi pujaannku
Kau... di jiwaku... mengalir di dalam darahku
yang... terdalam... yang sama pernah kurasakan
yang... terindah... yang tak kan kulupakan

Tapi tak kan kumiliki... semua cinta di dirimu
Karena kau  telah memilih... satu cinta teman baikku

Ku... tak ingin... hancurkan rasa di hatimu
Ku... tak ingin... hancurkan persahabatanku
Kau... memulai... dua cinta yang kau jalani
Dan... tak akan... kuharapkan cintamu

Aku tak kan memiliki... semua cinta di dirimu
Karena kau telah memilih... satu cinta teman baikku
Semua kan jadi kenangan... yang tersimpan dalam hidupku
Yang tak kan pernah terjadi... saat cinta seperti dulu
Aku tak kan memiliki...


"Angel... Biarpun aku sangat mencintaimu, namun aku tak mau menghancurkan rasa di hatimu, dan aku tak ingin menghancurkan persahabatanku. Kini aku tak akan mengharapkanmu lagi, sebab kau telah memilih satu cinta teman baikku," ungkap Raka bertekad untuk tidak mengharapkan cinta Angel lagi.
 

Tiga hari kemudian, di dalam sebuah kamar milik seorang sahabat Angel yang baik hati. Angel terlihat sedang memandangi sepucuk surat yang mencantumkan nama Bobby. Saat itu jantungnya berdebar keras, khawatir kalau isinya bisa saja menyakiti perasaannya. Namun karena penasaran, akhirnya gadis itu terpaksa membacanya juga.


Hi, Angel sayang...! Apa kabar?
Semoga Angel selalu dalam lindungan Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Amin...
Angel sayang... Ketahuilah... Aku sudah begitu merindukanmu, aku sudah begitu ingin bertemu. Ingin kulihat lagi kecerahan wajahmu yang manis menggemaskan, ingin kupandang kedua matamu yang bening bersinar, dan ingin kulihat lagi tawa dan candamu yang membahagiakan.
Angel sayang... Aku haus perhatianmu, aku haus kasih sayangmu, dan aku sangat mendambakan cintamu. Siang dan malam kau selalu terbayang, membuat hati ini resah dan gelisah, dan membuatku jadi serba salah. 
Angel sayang.... Kenapa kau tak menghiraukan aku? Kenapa kau takut padaku? Apakah aku telah menyakiti perasaanmu sehingga kau begitu membenciku? Jika benar demikian, aku minta maaf. Bukan maksudku untuk kurang ajar padamu dan bukan pula untuk menyakiti perasaanmu. Perlakuanku padamu semata-mata karena aku begitu mencintaimu. Tidak bolehkah aku mencintai gadis yang begitu kusayang?
Angel sayang... Apakah kau takut kuminta tolong untuk membaca naskahku? Jika benar demikian, aku mohon janganlah kau takut. Andai cerita "Demi Buah Hatiku" waktu itu tidak kau baca sekalipun aku tidak akan marah. Percayalah Angel… Naskahku sama sekali tidak berarti apa-apa jika dibanding dengan dirimu yang begitu kusayang.
Angel sayang... Apakah kau takut karena kau mungkin menganggap aku ini orang yang aneh, atau mungkin kau menganggap aku ini orang yang begitu terobsesi denganmu. Apa kau mungkin menganggap aku ini cuma bercanda dan hanya main-main, sebab dalam waktu begitu singkat aku sudah begitu mencintaimu. Percayalah Angel! Aku tidak seperti anggapanmu selama ini. Aku mencintaimu karena aku sudah lebih memahami arti kehidupan, dan juga sudah memahami tujuan hidupku yang sebenarnya. Bahkan aku sudah siap menerima apapun yang bakal terjadi, sebab semua itu memang sudah merupakan ketentuan Tuhan yang harus aku jalani. 
Angel sayang... Aku menjalani kehidupan ini bagaikan air yang mengalir. Hidupku hanya untuk hari ini, dan aku tidak mau dipusingkan dengan kehidupanku besok. Pokoknya aku tidak mau ambil pusing dengan segala perkara yang akan kujalani nanti, perkara yang sama sekali belum aku ketahui dampaknya. Sesungguhnya yang terpenting bagiku adalah aku akan senantiasa berusaha untuk berpegang kepada ajaran Rasulullah, yaitu hidup hari ini harus lebih baik dari kemarin.
Angel sayang... Janganlah kau menilai diriku melalui karya-karyaku, sebab itu sama sekali tidak mewakili pribadiku sesungguhnya. Aku menulis dan menciptakan tokoh-tokohnya hanyalah untuk bercermin dan mengenali diriku sendiri. Siapa sebenarnya aku, dan untuk apa aku diciptakan. Apakah aku ini orang baik, atau barangkali saja aku ini orang yang jahat. Apakah aku ini orang yang bertakwa, atau malah seorang pembangkang. Apakah aku seorang yang jujur dan terpercaya atau barangkali hanya orang yang munafik. Dengan terciptanya berbagai karakter di ceritaku, aku terus bercermin, dan akhirnya aku mencoba meneladani segala kebaikan mereka. Terus terang, aku takut sekali menjadi orang yang munafik, dan karenanyalah mau tidak mau aku memang harus mengamalkan segala pesan baik yang kusisipkan di setiap cerita yang kutulis. 
Angel sayang... Sekali lagi aku mohon. Berilah aku kesempatan untuk lebih mengenalmu, kalau kau memang tidak bersedia menjadi kekasih, aku rela jika kau hanya menjadi sahabatku, atau kalau boleh kau bisa menjadi adikku. Kau tahu kan kalau aku tidak mempunyai adik perempuan, dan jika kau memang mau menjadi adikku tentu aku akan bahagia sekali.
Angel sayang... Janganlah kau merasa takut akan memberikan harapan padaku, sebab aku bukanlah orang yang berpikiran sempit dan "keras kepala". Aku ini sudah dewasa dan sudah sering mengalami berbagai hal yang menyakitkan. Aku pasti bisa mengerti dan memahami apapun segala putusanmu, asalkan kau mau mengatakannya dengan terus terang. Selama ini aku selalu menjadikan pengalaman pahit sebagai pelajaran yang penuh hikmah, darinya aku belajar memahami arti kehidupan, sehingga aku pun menjadi lebih dewasa dan lebih bijaksana. Karenanyalah karya terbaruku yang berjudul "Menuai Masa Lalu" yang juga telah kutitipkan bersamaan dengan surat ini adalah buah dari segala pengalaman hidup yang kutuangkan ke dalam sebuah cerita. Dengan menulis cerita itu, pikiranku pun semakin terbuka dan lebih memahami arti kehidupan. Angel sayang... Kalau kau tertarik dengan cerita itu, kau boleh membacanya. Kalaupun tidak, aku tidak akan memaksa, dan aku tidak akan marah. Percayalah...!
Demikianlah Angel sayang... Aku berharap kau mau lebih terbuka padaku. Percayalah...! Apa pun itu, aku pasti akan menerimanya dengan lapang dada. Janganlah kau sungkan padaku, perlakukanlah aku seperti kau memperlakukan sahabatmu Raka. Jika kau memang tak mencintaiku, bersikaplah wajar. Anggaplah aku ini sebagai seorang kakak yang mencintai dan menyayangi adiknya.
Bye... Angel sayang...! Sekali lagi aku doakan semoga Angel selalu dalam lindungan Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Amin...

Salam sayang selalu dari aku yang begitu mencintaimu...

Bobby


"Aduuh...! Kenapa sih dia berkeras ingin mengetahui perasaanku yang sebenarnya. Jika begitu, percuma saja aku terus menghindar. Sebab, dia pasti akan terus mengejarku demi sebuah jawaban. Hmm... Kini aku semakin bertambah bingung. Bagaimana ini, hingga saat ini aku masih belum mampu untuk mengungkapkannya. Hmm... Kalau begitu, baiklah... Agar dia puas aku akan segera memberikan jawaban. Namun aku tidak akan memberikan jawaban yang sebenarnya, melainkan jawaban yang juga sesuai dengan keinginannya, yaitu menjadi adiknya. Bukankah dengan begitu aku bisa dekat dengannya dan bisa mengetahui segala tindak-tanduknya. Tapi, bagaimana jika..."
Saat itu Angel betul-betul bingung untuk mengambil putusan,  sebab keputusan yang akan diambilnya itu bisa saja berdampak tidak sesuai dengan harapannya. "Ah, sudahlah... Biar kulihat saja nanti. Pokoknya apa pun itu, aku harus siap menghadapinya. Lagi pula, kata-kata di suratnya seolah dia itu tak begitu mencintai dan mengharapkanku. Jika memang benar demikian, pantaskah aku mencintai pria yang tampaknya kurang bersungguh-sungguh demi mendapatkan cintanya? Masa begitu mudahnya dia merelakan aku begitu saja. Keputusanku ini adalah juga sebuah ujian untuknya, jika ia memang benar-benar mencintaiku dia pasti tidak akan mau menerimanya, dia pasti akan berusaha untuk bisa mendapatkanku, yaitu dengan bersabar menunggu jawaban yang sejujurnya," pikir Angel berusaha meyakinkan diri agar berani memberikan jawaban.
Lantas dengan penuh kebimbangan, akhirnya gadis itu berani juga menulis surat untuk Bobby. Kata demi kata dirangkainya dengan penuh perasaan dan sedikit pertimbangan, hingga akhirnya gadis itu bisa juga menyelesaikan suratnya.
 

Beberapa hari kemudian, di malam yang cerah, surat yang di tulis Angel akhirnya tiba di tangan Bobby. Kini pemuda itu tampak memandangi sepucuk surat yang baru diterimanya. Saat itu hatinya langsung berdebar kencang, berbagai praduga seketika berkecamuk mengguncang hatinya. Ingin rasanya dia segera membaca isi surat itu, yang mana telah membuatnya betul-betul penasaran. Sebab, Raka yang mengantarkan surat itu sempat bilang kalau Bobby akan mendapat jawaban yang memuaskan. Bahkan kata Raka, Angel sendirilah yang memintanya untuk mengatakan itu. "Hmm... ‘jawaban yang memuaskan’. Apakah itu artinya dia mencintaiku? Jika benar demikian, aku tentu bahagia sekali. Namun... jika maksud ‘jawaban yang memuaskan’ itu tidak sesuai dengan harapanku, apakah aku bisa tabah menerimanya. Bodohnya aku, kenapa aku menulis surat seperti itu, yang isinya seolah aku ini orang yang tegar dan tidak terlalu mengharapkan cintanya. Padahal sesungguhnya, aku ini sangat mengharapkan cintanya. Namun karena saat itu aku tidak mempunyai pilihan terbaik, mau tidak mau aku memang harus menulisnya begitu. Sebab jika tidak, aku khawatir dia akan semakin menjauh dariku lantaran takut memberikan harapan. Beruntung jika saat itu dia memang mencintaiku, namun jika tidak, tentu kekhawatiranku itu akan menjadi kenyataan."
Bobby terus memikirkan perihal isi surat yang belum dibacanya itu, dan setelah merenungkannya agak lama, akhirnya pemuda itu berani juga untuk membaca dan siap menerima apa pun jawaban Angel. Saat itu, Bobby memang sudah betul-betul siap dan bisa menjadi orang yang tegar seperti apa yang tertulis pada suratnya.


Dear, kakakku.
Semoga Kakak selalu dalam lindungan Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Amin...
Maafkanlah kalau adikmu ini baru bisa balas surat Kakak sekarang. Ketahuilah, Kak. Sebetulnya selama ini Angel bukan bermaksud menghindar dari Kakak, atau Angel tidak mau membaca naskah Kakak lagi. Selama ini Angel pergi dari rumah karena Angel sedang ada masalah keluarga. O ya, Kak. Angel sudah baca surat Kakak yang mengungkapkan perasaan Kakak pada Angel. Sebetulnya Angel ingin segera membalas surat itu, tapi karena selama ini Angel sedang ada masalah terpaksa Angel baru bisa membalasnya sekarang. Itu pun karena Kakak sudah mengirim surat lagi dan ingin segera mengetahui perasaan Angel yang sebenarnya.
Kak... Angel yakin kalau kakak pasti sudah tahu jawabannya. Namun begitu, biar kakak lebih yakin Angel akan mengatakannya lagi. Kak, ketahuilah… Kalau menurut Angel, kakak itu tidak pantas mencintai Angel. Bukan apa-apa, Kak. Kakak kan belum tahu sifat Angel yang sebenarnya. Kak... Kakak itu orangnya baik, dewasa, pengertian, dan tidak pernah berpikiran sempit. Bahkan kakak sudah biasa menghadapi berbagai masalah yang besar dan menyakitkan. Kakak kan tahu kalau Angel masih seperti anak kecil, dan menurut Angel yang pantas menjadi kekasih kakak itu adalah gadis yang juga sudah dewasa seperti kakak. Maaf ya, Kak. Angel bukan bermaksud membicarakan soal usia kita yang jauh berbeda. Biarpun usia kita sama, namun jika sifat Angel masih seperti sekarang, Angel merasa tetap tidak akan pantas menjadi kekasih Kakak. Saat ini Angel hanya merasa pantas dianggap adik sama Kakak. Nah... Tentu sekarang Kakak senang karena kini sudah mempunyai adik perempuan, yaitu Angel. O ya, Kak. Kalau boleh adikmu ini kasih saran, bagaimana kalau Kakak menerima saja pilihan orang tua kakak itu. Percayalah, Kak...! Orang tua Kakak tidak mungkin memberikan sesuatu yang terburuk untuk anaknya. Satu lagi, Kak. Bukankah cinta itu tidak harus memiliki, dan Kakak tentu akan bahagia jika melihat Angel bahagia. Bukankah Kakak sendiri yang bilang begitu?
Nah... Kakakku yang baik, Angel rasa kini semuanya sudah jelas. Tak lupa Angel ucapkan terima kasih untuk semuanya, dan Angel tidak akan pernah bosan untuk membaca naskah cerita Kakak selanjutnya. Terima kasih juga karena Kakak mau mengerti jika Angel belum sempat bisa membaca naskah terbaru Kakak lantaran kesibukan Angel. Bukankah Kakak sendiri yang bilang kalau Kakak rela jika Angel lebih mendahulukan sesuatu yang lebih penting daripada harus membaca naskah Kakak?
Sudah dulu ya, Kak. Sekali lagi Angel doakan semoga Kakak selalu dalam lindungan Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Amin...

Adikmu yang akan selalu menyayangimu

Angel

Sungguh Bobby tidak menyangka kalau jawaban Angel akan seperti itu, dan dia sungguh tidak mengira kalau Gadis itu bisa menolaknya dengan cara yang demikian. Sungguh isi surat itu sudah membuatnya benar-benar patah hati dan membuatnya malas untuk hidup, bahkan saat itu dia merasa Tuhan tidak lagi menyayanginya. Padahal saat itu Bobby yakin betul kalau Tuhan sudah mengetahui tujuannya mencintai Angel adalah untuk beribadah, namun anehnya kenapa Tuhan justru tidak mengabulkannya. Sungguh saat itu yang diinginkan Bobby hanyalah kematian, mati minum racun, gantung diri, atau ditabrak kereta api misalnya. Namun karena dari awal dia sudah mempersiapkan diri dan menyadari betul kalau bunuh diri itu adalah perbuatan dosa, akhirnya dia segera mengembalikan apa yang dirasakannya itu kepada sang Pencipta. Setelah kepasrahannya itulah akhirnya dia mendapat jawaban yang membuatnya yakin untuk terus berprasangka baik kepada Tuhan, bahwa Tuhan tidak menghendakinya menjadi kekasih Angel bukan lantaran tidak sayang padanya, namun karena justru Tuhan sayang dan tidak menghendaki Bobby jadi menderita jika bersama gadis yang dicintainya itu.
Kini perasaan Bobby sudah menjadi lebih tenang, dan dia pun mulai bisa berpikir kembali dengan jernih. "Hmm... Ini benar-benar membingungkan. Kata Angel... Dia tidak pantas menjadi kekasihku lantaran merasa belum dewasa. Tapi jika dicermati dari isi suratnya, sepertinya dia itu justru lebih dewasa dariku. Malah dia gunakan kata-kataku sendiri untuk menasihati aku. Pintar sekali dia. Hmm... Jika dia memang tak mencintaiku, ya sudah. Aku kan sudah berusaha, jika ternyata gagal berarti dia memang bukan jodohku. Kini aku semakin bertambah yakin, Tuhan tidak menghendaki hal itu lantaran Tuhan tahu kalau Angel bukanlah pendamping yang baik untukku. Hmm... Aku rasa cintaku padanya memang karena cinta buta, dan itu karena aku hendak melarikan diri dari kenyataan karena sudah tak sanggup menghadapi tekanan dari berbagai pihak, yaitu orang tua, teman dan keluarga besar. Kalau memang begitu kenyataannya, berarti aku memang harus menikah dengan pilihan orang tuaku. Kini aku semakin mantap mau menikah bukan karena cinta buta atau cinta sejati, tapi demi baktiku kepada kedua orang tua yang selama ini sudah bersusah payah membesarkanku. Ya... Sepertinya aku memang harus mau menerima Wanda sebagai istriku. Mungkin saat ini aku belum bisa mencintainya, namun siapa tahu suatu saat nanti aku bisa sangat mencintainya."
Begitulah, akhirnya Bobby mau juga menerima pilihan orang tuanya dan mencoba untuk senantiasa berpikir positif terhadap takdir yang sudah digariskan kepadanya.

 Dua minggu kemudian, Angel dan Raka datang menemui Bobby. Saat itu mereka datang karena hendak mengembalikan naskah yang berjudul "Menuai Masa Lalu". Kini ketiga muda-muda itu tampak sedang berbincang-bincang di teras depan, dan ketika Raka pamit untuk membeli rokok, saat itulah Bobby menceritakan perihal pertemuannya dengan Wanda. Bahkan dia sempat menceritakan kalau sifat Wanda ternyata tidak jauh berbeda dengan Angel, apalagi saat itu dia juga sempat menangkap sinyal suka dari Wanda, yang akhirnya membuat Bobby tak kuasa lagi mengelak. Sungguh dia merasa kalau gadis itu adalah belahan jiwanya yang selama ini dia cari—cinta sejatinya yang hakiki. Apalagi setelah dia tahu, kalau Wanda bersedia berkorban untuk tidak menjadi wanita karir, maka semakin besar saja cintanya kepada Wanda.
"Benarkah itu?" tanya Angel hampir tak mempercayainya. "Eng... Selamat ya, Kak. Aku betul-betul bahagia mengetahuinya, dan semoga keinginan Kakak untuk segera menikah bisa terlaksana."
"Terima kasih, An. Kau memang adikku yang baik... O ya, jangan bilang-bilang Raka ya! Sebab aku tidak mau hal ini sampai tersebar luas."
Angel mengangguk. Pada saat itulah dia melihat Raka sudah kembali dari membeli rokok. "Kak Raka, kita pulang yuk!" ajak gadis itu tiba-tiba.
"Pulang?" tanya Bobby terkejut. "Lho, kenapa terburu-buru? Bukankah kalian belum lama di sini, bahkan aku belum sempat menyuguhkan minum."
"Iya, nih. Kita kan belum lama berada di sini," timpal Raka heran.
"Please, Raka. Aku ke mari kan cuma mau mengembalikan naskah. Lagi pula, pukul sembilan nanti temanku mau datang menginap, katanya dia mau curhat denganku," jelas Angel memberi alasan.
"Lho sekarang kan baru pukul setengah delapan," unjuk Raka.
"Memang sih. Tapi bagaimana jika dia datang lebih awal?" tanya Angel.
"Tidak akan... Lagi pula, salah sendiri jika dia datang lebih awal," jawab Raka asal.
"Aduh, Kak Raka. Kau itu tidak pengertian sekali sih. Pokoknya aku mau pulang sekarang, titik."
"Angel... Setengah jam lagi saja ya!" pinta Bobby mencoba menahan.
Angel tidak berkata-kata, dia hanya menggeleng-geleng dengan tingkahnya yang seperti anak kecil. Sungguh saat itu Bobby merasa senang dengan tingkahnya yang demikian, ingin rasanya dia mencium wajahnya yang manis dan menggemaskan itu, kemudian memandangi dan membelainya dengan penuh kasih sayang.
Raka yang saat itu sependapat dengan usul Bobby juga mencoba menahannya, "Iya, An... Setengah jam lagi saja! Please..." kata pemuda itu memohon.
"Tidak mauuu, pokoknya pulang sekaraaang!" pinta Angel dengan nada manjanya.
Mengetahui itu, Raka langsung menarik nafas panjang. "Wah, kumat deh. Eng... sebetulnya apa sih yang sudah terjadi di antara kalian?" tanya Raka yang kini sudah bisa membaca situasi.
"Tidak ada apa-apa kok," jawab Angel berusaha meyakinkan. "Ayo dong, Kak. Kita pulang!" ajaknya seraya menarik lengan Raka dengan penuh kemanjaan.
Saat itulah Raka bisa merasakan tangan Angel yang begitu dingin. "Iya.. iya... Kita pulang," kata Raka yang menyadari kalau dia memang tidak seharusnya menahan Angel lebih lama lagi di tempat itu. "Maaf ya, Bob. Angel memang seperti ini, kalau tidak dituruti bisa-bisa tambah parah," katanya kemudian.
"Iya, iya... Aku mengerti kok," jelas Bobby.
"Sudah ya, Bob. Aku pamit sekarang. Assalamu’alaikum..." ucap Raka
"Wa’allaikum salam..." balas Bobby seraya memperhatikan kedua muda-mudi itu menaiki sepeda motor dan akhirnya menghilang di kejauhan.
Kini Bobby sudah berada di ruang tamu memikirkan peristiwa barusan. "Hmm... sebenarnya apa yang telah terjadi? Kenapa setelah Angel mengetahui mengenai hubunganku dengan Wanda dia malah jadi seperti itu. Ja-jangan-jangan..."
KRIIING...! KRIIING...! KRIIING...! tiba-tiba terdengar dering telepon yang membuyarkan pikiran Bobby. Semula Bobby enggan mengangkatnya, namun karena dia menduga telepon itu berasal dari Angel atau Raka yang ingin menjelaskan kejadian barusan maka dengan segera Bobby mengangkatnya. "Ya Hallo!" sapa Bobby kepada orang di seberang sana.
"Bisa bicara dengan, Bobby."
"Ya, ini aku sendiri. Siapa nih?"
"Hi, Bob. Ini aku, Aldo."
"O, kau Do. Ada apa?"
"Begini, Bob. Naskah cerita anak-anak yang kutulis kan sudah selesai. Kau mau kan membantu untuk mengoreksinya?"
"Tentu saja aku mau, Do. Memangnya selama ini aku pernah menolak bila kau meminta bantuanku."
"Iya sih... Tapi sekarang kan kita sudah jarang bertemu. Karena itulah aku tidak tahu apakah kau lagi tidak mood atau tidak."
"Ketahuilah, Do! Sebetulnya aku justru sangat penasaran ingin membacanya."
"Benarkah?"
"Lho, bukankah waktu itu aku sempat main ke rumahmu dan menanyakan perihal itu?"
"Hehehe...! Iya, ya Bob. Eng, baiklah... Kalau begitu, besok aku akan mengantarnya ke rumahmu."
"Oke, Do. Aku akan menunggumu."
"Kalau begitu sudah dulu ya, Bob. Bye..."
"Bye..."
Kini Bobby kembali memikirkan peristiwa yang membuatnya terus bertanya-tanya. Hingga akhirnya dia memutuskan menulis surat untuk Angel yang isinya mempertanyakan hal yang membingungkan itu.


  Beberapa hari kemudian. Di sebuah kamar, seorang gadis tampak duduk bersandar di atas tempat tidurnya. Jemarinya yang lentik tampak membuka sampul surat yang baru diterimanya. Lalu dengan hati berdebar, gadis itu pun mulai membacanya. 


Hi, Angel adikku sayang. ..! Apa kabar?
Semoga Angel selalu dalam lindungan Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Amin...
Adikku sayang... Belum reda rasa rinduku padamu, kenapa malam itu kau begitu cepat meninggalkanku—kakakmu yang malang ini, sehingga kembali dilanda sepi yang menyiksa. Ketahuilah...! Selama ini aku sudah begitu menantikan kehadiranmu. Siang dan malam aku selalu memikirkanmu, hatiku senantiasa dirundung keresahan dan kegelisahan karena aku begitu mengkhawatirkanmu—apa kiranya yang sedang membebani hatimu sehingga membuatku terus bertanya-tanya.
Adikku sayang... Bukankah kau itu adikku, namun kenapa sikapmu seperti itu. Sungguh kelakuanmu itu tidaklah seperti seorang adik kepada kakaknya, namun seperti sesesorang yang seperti dilanda cinta terpendam. Dan setelah aku mencermati kembali isi suratmu dalam-dalam, di dalam surat itu aku pun menangkap sesuatu yang sengaja kau sembunyikan, sesuatu yang berat untuk kau ungkapkan. Adikku, janganlah kau membuat hatiku resah dan gelisah karena kesalahpahaman! Dan janganlah kau membuatku jadi terus bertanya-tanya dan berprasangka yang tidak-tidak! Karenanyalah, aku mohon kau mau mengungkap hal itu dengan sebenar-benarnya! Dengan demikian, aku pun tentu akan bisa mengerti dirimu. Percayalah… Seburuk apapun itu, aku akan berusaha untuk bisa menerimanya dengan lapang dada dan juga berusaha menyikapinya dengan penuh bijaksana. Sampaikanlah kebenaran itu, walaupun akan pahit akibatnya! Baik hanya untukku, hanya untukmu, maupun untuk kita berdua. Sekali lagi aku mohon, jika kau memang mempunyai masalah ceritakanlah padaku, mungkin dengan begitu aku bisa membantumu.
Ketahuilah adikku sayang... Setiap kali aku menulis surat dan mengungkapkan kegundahanku pada siapa saja, maka aku pun menjadi lebih baik, dan dadaku terasa benar-benar lapang karena tidak harus menyimpan kegundahan terus-menerus. Karenanyalah, tulislah surat padaku dengan menumpahkan semua kegundahan yang ada di hatimu sehingga kau pun akan menjadi lebih baik karenanya. Kau tidak perlu malu mengungkap itu kepada orang yang baru kau kenal sekalipun, sebab itu bisa menjadi pelajaran bagi siapa saja yang membacanya. Mungkin selama ini kau hanya melakukannya dengan curhat kepada sahabatmu, namun itu kurang maksimal karena terkadang ada saja yang lupa dan bahkan malu untuk mengungkapkannya secara langsung. Aku tanya padamu, bagaimana rasanya setelah kau menulis cerita kisah nyatamu? Kau merasa lebih baik bukan? Teruslah menulis, baik itu hanya berupa surat, puisi, ataupun cerpen! Kalau bisa, buatlah sebuah novel fiksi yang sampai selesai alurnya! Sebab, dari suratmu itu aku yakin kau itu mempunyai bakat menulis. Jangan terpaku dengan kisah nyatamu saja! Sebab, hal itu bisa diselesaikan sambil jalan. Janganlah menjadikan kegiatan menulis dengan tujuan mencari uang atau demi mencari ketenaran semata, namun jadikankah sebagai media untuk menumpahkan perasaanmu sehingga kau pun bisa mendapat manfaat dari kegiatanmu itu! Sebab, jika tujuanmu menulis semata-mata untuk mencari uang maupun ketenaran, kau bisa frustasi lantaran karyamu ditolak mentah-mentah oleh penerbit. Akibatnya, kemungkinan besar kau bisa berhenti menulis lantaran putus asa. Juga jangan takut kalau karyamu akan di nilai jelek, sebab tidak mungkin orang bisa langsung menulis bagus. Semua pasti ada prosesnya, seperti bayi yang kau lihat pandai berjalan. Tidak mungkin pada awalnya bayi bisa langsung berjalan, namun ada prosesnya, yaitu dari terlentang lantas mulai tengkurap, kemudian merangkak dan akhirnya mulai berjalan dengan tertatih-tatih, bahkan berkali-kali dia harus terjatuh pula. Ketahuilah, pertama kali menulis, aku melakukannya seperti yang kau lakukan selama ini, yaitu di buku catatan. Alhamdulilllah… Tanpa terasa, akhirnya aku mampu menyelesaikan delapan karya dan sekarang mau yang ke sembilan.
Ketahuilah! Walaupun semua karyaku itu belum ada yang terbit, namun aku sudah cukup senang karena dengan menulislah hidupku bisa menjadi lebih baik. Ketahuilah! Menulis itu adalah kegiatan berpikir, dan dengan berpikirlah otak kita tidak menjadi beku. Bahkan kita pun bisa menghasilkan suatu pemikiran yang bermanfaat karena konflik yang kita ciptakan jelas-jelas menuntut kita untuk bisa menyelesaikannya dengan baik, terkadang jika kita buntu dalam menyelesaikan suatu konflik, maka kita pun mau tidak mau harus membaca buku-buku sebagai referensi guna bisa menyelesaikan konflik yang kita ciptakan itu. Dengan begitu, wawasan kita pun akan semakin berkembang. Kau jangan terpaku dengan segala pesan moral yang harus ada pada sebuah karya sastra! Sebab, pesan moral itu bisa timbul sendiri ketika kau menyelesaikan sebuah konfllik. O ya, kau jangan terpaku dengan masalah teknis kepenulisan! Sebab, itu bisa dipelajari sambil jalan. Ketahuilah... Saat pertama menulis tanda baca yang kugunakan begitu kacau balau, bahkan sekarang pun terkadang masih suka begitu. Sering kali kata yang kugunakan tidaklah pas, kalimatnya pun masih tidak beraturan, dan masih banyak lagi. Namun akhirnya semua itu sedikit demi sedikit bisa kuperbaiki, walaupun hingga kini masih jauh dari sempurna. Namun begitu, aku tidak minder. Jika ada orang yang sampai mengkritik tulisanku, maka aku justru semakin terpacu untuk menjadikannya lebih baik lagi. O ya, kau jangan terpaku untuk bisa mengetik dengan komputer. Sebab penulis tidak dituntut untuk bisa mengetik, hal itu bisa dipelajari sambil jalan. Hingga saat ini, aku saja masih belum bisa mengetik dengan tanpa melihat tombol (Blind Tust). Kadang 11 jari, kadang 8 jari, 6 jari, 4 jari, tapi terkadang juga bisa 10 jari loh. Pokoknya seenak jariku saja, sebab ketika menulis kan tidak ada yang melihat, dan yang terpenting adalah karyaku bisa selesai dan bisa dibaca orang. Hehehe...! Mungkin ada orang yang mengira aku ini pandai mengetik, padahal sebenarnya payah sekali. Untung saja aku pakai komputer, kalau pakai mesin tik pasti banyak tambalannya di sana-sini. Adikku sayang... Sebaiknya kau tetap menulis dengan menggunakan tangan saja, seperti yang kau lakukan selama ini, kecuali jika kau punya komputer sendiri! Lalu setelah selesai semuanya, barulah kau salin dengan komputer atau dengan mesin tik. Dengan begitu, kau pun bisa membuat sebuah karya dengan tanpa menunggu hebat mengetik dulu, atau pandai bahasa dulu. Apalagi jika harus punya komputer dulu. Kapan mulai menulisnya? Pokoknya, jika kau sudah bisa membuat sebuah karya sastra, apa pun jenisnya, dan walaupun dengan tulisan yang bak ceker ayam sekalipun, hal itu adalah sebuah prestasi yang sangat membanggakan. Lalu mengenai bagus tidaknya terserah orang mau menilai apa, yang penting dengan menulis kita bisa haaapppyyy... Kalau ada orang yang mengkritik, namun kritikannya tidak membangun alias cuma mau mengejek, biarkan saja. Cuek bebek saja, toh belum tentu orang itu bisa menulis sebaik yang kita lakukan. Karenanyalah, jangan sampai kau berhenti menulis! Terus terang, aku sedih jika hanya karena hal seperti itu lantas kau berhenti menulis. Aku pun sengaja mengungkap soal menulis ini agar kau bisa memahami kalau dengan menulis Insya Allah bisa membuat kehidupanmu menjadi lebih baik. Karenanyalah, setelah membaca surat ini, segeralah ambil ballpoint dan buku catatanmu, kemudian tumpahkan segala kegundahanmu dengan menulis.
Sudah dulu ya Angel adikku sayang, lain kali mungkin akan kusambung lagi, tentunya setelah aku mendapat jawaban darimu. Sekali lagi aku doakan semoga Angel selalu dalam lindungan Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Amin...

Salam sayang selalu dari aku yang begitu menyayangimu...

Bobby


Setelah membaca surat itu Angel seperti semangat kembali untuk menulis. Namun karena suatu sebab, akhirnya dia hanya bisa merenung. "Kau benar, Kak. Dalam suratku waktu itu memang ada sesuatu yang aku sembunyikan. Andai kau tahu kalau aku sudah begitu mencintaimu tentu kau akan mengerti. Itulah kenapa malam itu aku ingin segera pulang, sebab saat itu aku tak kuasa jika terus bersamamu, sedang kau itu tidak mungkin bisa menjadi milikku," ucap Angel dalam hati seraya menitikkan air matanya. "Ini memang benar-benar sulit, kau telah menuntutku untuk mengungkapkan hal yang begitu berat untuk kuungkap. Baiklah, Kak. Jika memang itu keinginanmu, aku akan berusaha untuk menyampaikannya. Sepertinya aku memang harus menyampaikan kebenaran itu, walaupun akan pahit akibatnya! Baik hanya untukku, hanya untukmu, maupun untuk kita berdua," ungkap gadis itu kembali membatin.
Sungguh kabar yang diketahuinya itu, yaitu perihal Bobby yang telah menjalin cinta dengan Wanda adalah sebuah ujian yang berat untuknya, karena lagi-lagi dia harus menerima takdir yang sudah digariskan Tuhan. Bagi Angel, hal itu memang tidak mudah untuk diterima begitu saja, namun sangat diperlukan keimanan yang kuat agar tidak sampai putus asa. Karena itulah, lantas gadis itu segera memohon kepada Tuhan agar senantiasa menguatkan dirinya sehingga  tak mudah termakan oleh bujuk rayuan syetan.
Kini dengan air mata yang masih berlinang, Angel tampak berusaha menulis surat balasan untuk Bobby. Kata demi kata dirangkainya demi untuk mengungkapkan isi hati yang sebenarnya. Tampaknya saat itu dia memang sudah pasrah dan harus mau menerimanya, bahkan dia sudah menyadari kalau dirinya tidak mungkin bisa memaksakan sesuatu yang di luar kemampuannya.
 

Esok malamnya, Raka datang ke rumah Bobby dan langsung memberikan surat dari Angel.


Dear, kakakku .
Semoga Kakak selalu dalam lindungan Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Amin...
Duhai Kakakku yang baik... Ketahuilah! Setelah membaca surat Kakak, Angel betul-betul bingung harus bersikap bagaimana. Namun karena Kakak sudah meyakinkan Angel kalau Kakak akan berusaha untuk bisa menerimanya dengan lapang dada dan juga berusaha menyikapinya dengan penuh bijaksana, akhirnya dengan berat hati Angel berani mengungkapkannya.
Ketahuilah, Kak! Memang betul di dalam surat yang Angel tulis untuk Kakak ada sesuatu yang Angel sembunyikan, yaitu mengenai perasaan Angel kepada Kakak dan juga mengenai perasaan Angel kepada pria yang selama ini Angel sayangi dan Angel cintai, yaitu sahabat Kakak sendiri, dialah "Raka" cinta sejati Angel. Ketahuilah, Kak…! Semenjak Angel kenal sama Raka, Angel sangat menyayangi dan ingin memilikinya. Namun karena orang tua Raka tidak setuju, akhirnya kami hanya bisa mengharapkan sebuah keajaiban. Semula Angel tidak yakin kalau Angel bisa mencintai yang lain, namun setelah mengenal Kakak anehnya hati Angel justru bisa berpaling ke Kakak. Entahlah... Angel sendiri tidak tahu kenapa Angel bisa seperti itu. Mungkin cinta Angel kepada Kakak itu karena cinta buta, atau mungkin juga hanya sekedar pelarian saja. Entahlah... Angel betul-betul tidak mengerti. Tapi yang jelas, saat ini Angel sudah begitu mencintai Kakak. Karena itulah, setelah kakak mengatakan sudah jadian dengan Wanda, Angel pun begitu sulit untuk menerimanya. Bahkan untuk saat ini, Angel  ingin sekali menghilang dari kehidupan Kakak, sebab Angel tidak sanggup untuk terus berada dekat dengan Kakak. Dulu, hal ini pun pernah Angel lakukan pada Raka, hingga akhirnya Angel bisa menerima semua itu sebagai takdir yang harus Angel jalani. Mungkin juga suatu saat nanti, Angel akan bisa seperti itu, namun untuk saat ini keputusan kakak itu masih sulit Angel terima. Andai saja Kakak mau bersabar untuk tidak memaksakan keinginan Kakak, mungkin tidak akan seperti ini jadinya. Sebab, jika Kakak memang betul-betul mencintai Angel, seharusnya kakak itu mau bersabar dan tidak menerima perjodohan itu begitu saja.
Demikianlah yang bisa Angel sampaikan pada Kakak, semoga Kakak bisa mengerti kenapa Angel sampai bersikap demikian. Akhir kata, Angel doakan semoga Kakak selalu dalam lindungan Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang di Dunia dan Akhirat. Amin...
Wassalam...

Adikmu

Angel


Setelah membaca isi surat itu, Bobby tampak tertunduk dengan air mata berlinang. Sungguh dia tidak menyangka kalau Angel ternyata sangat mencintainya, bahkan dia sama-sekali tidak menyangka kalau Angel adalah cinta sejatinya Raka. "Angel... Kau mudah bicara begitu. Andai saja kau bisa mengerti akan posisiku yang selalu mendapat tekanan untuk segera menikah, tentunya kau tidak akan bicara begitu. Selain mendapat tekanan dari kedua orang tuaku, aku pun takut tidak mampu lagi menjaga kesucianku karena pengaruh lingkungan. Jika aku mengabaikan kebahagiaan orang tuaku, dan juga salah jalan dalam memenuhi hasrat biologisku tentu menunggumu bukanlah sebuah jalan yang terbaik. Jika aku seperti itu, berarti aku mencintaimu karena cinta buta. Sebab, mengabaikan kedua hal penting itu menurutku adalah dosa. Lagi pula, bukankah kau sendiri yang menganjurkan untuk menerima pilihan orang tuaku. Aku rasa cintamu kepadaku adalah karena pelarian, namun akhirnya berkembang menjadi cinta buta. Jika cintamu karena cinta yang suci, seharusnya saat itu kau menerima cintaku dan memohon untuk segera melamarmu. Kini aku yakin, ternyata memang Wanda-lah cinta sejatiku. Buktinya belakangan ini aku memang mulai bisa mencintainya dengan sepenuh hati. Lagi pula, kau itu adalah gadis yang dicintai oleh sahabatku, dan aku tidak tega jika harus melukai hatinya. Aku yakin, sebenarnya memang Raka itulah cinta sejatimu. Seandainya orang tua Raka setuju, mungkin kau sudah menikah denganmu. Namun karena keegoisan orang tua Raka yang tak memahami ajaran agamalah penyebabnya."
Malam itu, Bobby kembali memimpikan Angel. Namun mimpinya kali ini tak seperti bisanya, dia justru membuat gadis itu menangis. Sungguh saat itu Bobby tak kuasa melihatnya, kemudian dengan segera dia mendekapnya erat dan membelainya dengan penuh kasih sayang. Di dalam dekapannya itu, Angel terus menangis dan menangis—sungguh dia merasa sulit untuk menerima kenyataan yang sebenarnya. Ketika mendekap Angel, Bobby pun merasakan kalau hatinya terasa begitu pilu. Tapi kepiluan itu bukanlah karena rasa sayangnya kepada Angel sebagai seorang kekasih, namun karena rasa sayang kepada adiknya yang begitu dicintai.