E-Book dan Game Gratis

E-book                      Game & Software
Bagi anda yang ingin membaca secara offline, silakan download format e-book-nya di sini!

Jaka & Dara - Bagian 1



Jaka & Dara

 ==================================================
Sebuah cerita fiksi yang ditulis oleh Bois, penulis copo yang masih harus banyak belajar. Cerita ini hanyalah sarana untuk mengilustrasikan makna di balik kehidupan semu yang begitu penuh misteri. Perlu anda ketahui, orang yang bijak itu adalah orang yang tidak akan menilai kandungan sebuah cerita sebelum ia tuntas membacanya.
==================================================
Salurkan donasi anda melalui:
Bank BCA, AN: ATIKAH, REC: 1281625336 
==================================================


Satu



Malam minggu pas ivent valentine, cuaca sangat cerah, bintang-bintang terlihat indah menghiasi angkasa. Di sebuah kamar, seorang cewek remaja sedang asyik berdandan di depan cermin yang berbentuk oval. Rambutnya yang sebahu tampak dikepang banyak kecil-kecil dan diikat dengan karet warna-warni. Kini dia tengah menghias wajahnya yang cantik. Setelah terlihat oke, cewek itu pun mengambil botol minyak wanginya. SSS.. SSS... minyak wangi tampak disemprotkan hampir ke sekujur tubuh.
"Nah, ini baru wangi," katanya sambil tersenyum manis.
Tiba-tiba cewek itu merasa ada sesuatu yang kurang, lalu dengan serta-merta dia kembali bercermin—memperhatikan bagian dadanya yang tampak rata. Menyadari itu, si Cewek pun enggak kehabisan akal, kemudian dengan dua bongkah spoons—dia membuatnya menjadi lebih oke.
Kini pakaian ketat yang dikenakannya terlihat benar-benar seksi. Rok mini yang dikenakannya pun tampak seksi, serasi banget dengan pahanya yang putih mulus. Maklumlah dia itu mau ke Valentine Party. Pokoknya Kali ini dia harus dandan funky abis. Soalnya, selain kepingin dapat gebetan, dia juga enggak mau kalah funky dengan teman-temannya. Kini dia melihat ke arah jam dinding yang ada di kamar.
"Wah, udah jam delapan lewat. Tapi, kenapa anak-anak belum nongol juga?" tanyanya dalam hati.
Dalam kegundahan itu, tiba-tiba kedua telinganya mendengar klakson mobil yang sengaja dibunyikan dengan irama khusus. TIN TIN... TIN TIN TIN...
"Nah… akhirnya itu anak-anak nongol juga," katanya dengan wajah ceria.
Lalu dengan semangat empat lima, cewek itu segera meninggalkan kamar dan bergegas menuruni tangga. Namun baru saja dia menuruni anak tangga terakhir, tiba-tiba...
"Dara! Mau ke mana kamu?" tahan ibunya yang sejak tadi memperhatikannya ketika sedang menuruni anak tangga.
"Ma-mau pergi, Bu…"
"Iya… tapi mau pergi ke mana?"  tanya ibunya.
"Ke pesta ulang tahun teman, Bu," jawab Dara bohong.
"Kalau begitu, sekarang juga ganti pakaianmu! Selama ini Ibu sudah memberimu kebebasan berbusana, dan sekarang sepertinya sudah keterlaluan. Ibu benar-benar tidak suka jika melihatmu berpenampilan seperti ini. Kalau saja ayahmu tahu, pasti Ibu yang kena getahnya," pinta sang Ibu seraya memperhatikan dada Dara sambil geleng-geleng kepala.
"Ya... Ibu. Sekali ini boleh ya! Soalnya teman-teman udah pada nunggu. Kalo kelamaan, nanti Dara bisa ditinggal mereka."
Sang ibu terlihat berpikir keras, "Hmm… baiklah, kali ini Ibu izinkan. Pokoknya lain kali tidak boleh. Dan ingat, kamu jangan pulang terlalu malam!" katanya kemudian.
"Iya, Bu... " Dara berjanji.
Kemudian cewek itu terlihat berlari ke muka rumah dan bergegas menemui teman-temannya. Pada saat itu, teman-temannya yang udah kesal menunggu tampak menyambutnya dengan senyum ceria.
"Gila! Keren juga tu dada, diapain sih?" tanya temannya yang bernama Wita.
"Pokoknya ada deh," jawab Dara merahasiakan.
"Wah, si Dara benar-benar seksi bo," komentar Seli kagum melihat dada Dara tampak seksi.
"Gue juga mau dong kayak gitu," kata Dita iri.
"Mau tahu rahasianya? Nanti aja ya," kata Dara seraya masuk ke mobil. "Yuk, jalan!" ajaknya kemudian.
Tanpa buang waktu, temannya yang bernama Wita segera menginjak pedal gas dan ngebut seenak kakinya. Dalam tempo yang enggak begitu lama, akhirnya mereka tiba di tempat tujuan. Kini mereka udah turun dan sedang menuju ke ruang pesta.
Dengan gaya yang dibuat-buat, mereka tampak melangkah masuk. Beberapa cowok yang melihat langsung terpana. Ada yang geleng-geleng kepala karena kagum, dan ada juga yang melotot karena melihat dada Dara tampak seksi.
Keempat cewek itu terus melangkah dengan anggunnya. Suasana di dalam ruangan tampak meriah, ada yang lagi berduaan di pojok ruangan, ada yang lagi haha-hihi, ketawa-ketiwi, dan ada juga yang lagi pada berantem. Pokoknya ramai banget deh. Apa lagi pada saat itu suara musik yang minta ampun kerasnya mengalun menghentak-hentak. Di dalam kehingar-bingaran itu, tiba-tiba seorang cowok terlihat datang menghampiri Dara. "Hallo manis! Elo seksi banget. Mau enggak turun sama gue?" tanyanya kepada cewek itu.
Dengan gaya malu-malu mau, Dara pun langsung mengulurkan tangannya. Melihat itu, si Cowok pun cepat-cepat menyambar uluran tangan Dara. Dan enggak lama kemudian, keduanya udah nge-dance mengikuti irama lagu yang kini terdengar begitu melankolis. Dara memandang cowok itu dengan tatapan genit. Mengetahui itu, si Cowok pun makin merapatkan pelukannya. Kini keduanya tampak udah begitu terlena menikmati lagu yang terus mengalun merdu.
Wita, Seli, dan Dita tampak memperhatikan mereka berdua. Enggak lama kemudian, Wita pun mengikuti jejak Dara, dia turun bersama seorang cowok yang mengajaknya nge-dance. Sementara itu Seli dan Dita belum juga turun. Bukannya enggak ada yang mau mengajak nge-dance, tapi karena mereka masih malu-malu. Maklumlah, kedua cewek itu emang baru pertama kali mengikuti pesta seperti itu.
Sebuah lagu telah berlalu, beberapa menit kemudian dua buah lagu telah terlewati, kini sebuah lagu ceria baru saja berkumandang. Seorang cowok yang sejak tadi memperhatikan Seli tampak mulai berdiri, dia melangkah mendekati Seli dan mengajaknya nge-dance. Entah kenapa tiba-tiba Seli mau saja diajak nge-dance sama cowok yang satu itu. Apa mungkin karena cowok itu keren, atau karena musiknya yang kebetulan menggugah, atau… udahlah…, pokoknya Seli mau saja tuh diajak nge-dance sama cowok yang satu itu.
Sekarang kita lihat si Dita yang lagi duduk sendirian. Dia benar-benar seorang cewek yang pemalu banget. Seorang cowok mengajaknya turun, namun dia menolaknya dengan senyuman manis. Cowok berikutnya pun ditolak. Tampaknya Dita lebih senang duduk sendiri sambil memperhatikan teman-temannya yang lagi asyik bergoyang mengikuti irama yang membuai sukma. Sebenarnya dalam hati, Dita berkeinginan juga untuk nge-dance seperti yang dilakukan teman-temannya. Namun apa daya, kalo diri merasa kurang PD. Entah kenapa bisa demikian. Padahal kalo dilihat, enggak ada sesuatu pun yang kurang. Dia kece, manis, dan body-nya pun oke. Sudahlah, sebaiknya kita enggak perlu ngebahas cewek itu lebih jauh, sebaiknya sekarang kita lihat suasana pesta yang tampak makin meriah. Sekelompok cowok keren baru memasuki ruangan. Gayanya benar-benar membuat para cewek-cewek pada jelalatan.
"Gila tu cowok-cowok, keren abis bo," komentar salah seorang cewek yang lagi ngobrol di sudut ruangan.
"Mana, mana?" tanya cewek yang lain sambil celingukan.
"Itu tu," tunjuk cewek yang satunya.
Semua mata cewek yang lagi enggak ada kegiatan terus memandangi cowok-cowok itu. Sementara itu, Dara yang udah capek nge-dance, kini terlihat sedang mojok berdua dengan cowok yang nge-dance bersamanya tadi.
"Ngomong-ngomong, elo tinggal di mana?" tanya cowok itu.
"Di bilangan Menteng," jawab Dara bohong. Padahal Dara tinggal di daerah dekat perkampungan kumuh, yang kalo sore-sore dia suka ikut nongkrong dengan cowok-cowok sekitar yang emang pada bengal.
"O ya, siapa nama loe tadi?" tanya cowok itu.
"Dara Putri Amanah Ananda Cindy Atika," jawab Dara.
"O ya, itu… Habis panjang banget sih, susah ngingatnya," kata cowok itu.
"Makanya jangan diingat semua! Dasar bego!" komentar Dara Asal.
Dara emang suka asal, padahal namanya cuma ‘Dara Putri Amanah’ kalo ‘Cindy Atika’ itu nama ibunya. Maksud Dara sih biar jelas, kalo dia itu anaknya Cindy Atika. Sementara itu di rumah Dara, Ayah dan ibunya terlihat sedang berbincang-bincang di ruang tengah.
 "Dara pergi ke mana, Bu?" tanya sang suami.
"Katanya sih, ke pesta ulang tahun temannya, Yah."
"O ya, Bu. Hari ini, Dara tidak berbuat aneh-aneh kan?"
"Hanya sedikit, Yah. Tapi, aku sudah memberinya nasihat."
"Apa yang dilakukannya kali ini, Bu?"
"Sama dengan kemarin-kemarin. Sore tadi dia mengganggu anjing tetangga hingga menyalak tidak karuan. Dan satu lagi, Yah. Sepertinya dia sudah mulai konsen dengan penampilan dirinya."
"Maksudmu?"
"Sepertinya dia mulai mencoba untuk menarik perhatian lawan jenis, Yah."
"Benarkah? Rupanya anak kita itu sudah mulai dewasa rupanya. O ya, Bu. Kau selalu mengarahkannya untuk selalu berpenampilan sopan, kan?"
"Iya, Yah. Aku tidak lupa dengan pesanmu untuk selalu mengarahkannya."
"Terima kasih, Bu! Aku sangat senang karena kau tidak lupa dengan pesan-pesanku."
Si istri tampak tersenyum saja, walaupun dalam hati dia merasa berdosa karena enggak memberitahukan hal yang sebenarnya. Kalau saja dia cerita, tentu sang Suami akan marah besar. Dia tahu betul siapa suaminya itu, seorang yang tegas dan tidak main-main dalam menerapkan pendidikan kepada putrinya.
"O ya, Bu. Ngomong-ngomong, kapan ya putri kita itu mau sadar mengenakan busana muslim? Selama ini aku sangat mendambakan dia mau berbusana muslim."
"Aku juga, Yah. Aku ingin sekali dia sadar untuk segera mengenakannya. Padahal selama ini aku sering menganjurkan, namun sepertinya dia masih juga tidak mau peduli."
"Sabar saja, Bu! Kita emang tidak bisa terlalu memaksa. Yang terpenting buat kita adalah terus berusaha dan berdoa agar dia bisa mencintai busana itu. Semoga Tuhan memberikannya rahmat dan hidayah-Nya sehingga putri kita mau mengenakannya. "
"Betul, Yah. Kalau dipaksa pun tentu tidak baik akibatnya. Aku tahu betul siapa putri kita itu, tabiatnya sama sepertimu. Setiap apa yang diyakininya benar pasti akan dipertahankan mati-matian. Dia tidak seperti gadis kebanyakan yang selalu patuh dengan nasihat kedua orang tuanya, dia selalu berontak jika nasihat orang tuanya dianggap tidak sesuai dengan pandangannya. Aku terkadang tidak habis pikir, Yah. Padahal sejak kecil dia sudah dibiasakan mengenakannya, bahkan hingga duduk di bangku SMP. Tapi, kenapa setelah duduk di bangku SMA dia malah melepasnya."
"Mungkin itu karena pengaruh lingkungan, Bu. Bukankah kau dulu juga pernah seperti dia. Kau kan juga sempat melepaskan busana muslim karena suatu keadaan yang kau anggap tidak memungkinkan."
"Ah, Ayah. Itu kan masa lalu. Saat itu kan aku emang masih belum bisa mempunyai keyakinan yang teguh."
"Mungkin saat ini Dara juga begitu, Bu. Waktu itu saja aku sempat dibilang kolot sama Dara. Dan dia mengungkapkan pendapatnya yang membuatku sempat dibuat khawatir. Katanya sekarang sudah tidak jamannya lagi wanita dikrubungi kayak  belimbing. Katanya lagi, yang terpenting itu prilaku, bukannya kedok yang berkesan menutupi kemunafikan. Aku heran, dari mana dia mendapat pelajaran yang  membuatnya mempunyai pola pikir seperti itu."
"Ya, maklum saja, Yah. Kita kan hidup di negara demokrasi, yang mana nilai-nilai agama sering dipandang sebelah mata karena dianggap tidak relefan. Orang-orang lebih mengutamakan nilai kebebasan individu atas nama HAM, kebebasan berkreasi misalnya. Selama suara mayoritas menganggap tidak merugikan orang lain, dan tidak merusak kehidupan berbangsa tentu akan sangat didukung. Walaupun sebenarnya hal itu bertolak belakang dari nilai-nilai agama dan tanpa disadari telah menggerogoti sendi-sendi kehidupan berbangsa."
"Benar, Bu. Aku sangat sedih begitu tahu kalau orang-orang yang mengaku beragama tapi tidak mau mengutamakan nilai-nilai agama yang dianutnya. Seakan nilai agama mereka nomor dua kan, tentunya karena alasan yang kau kemukakan itu. Kalau Ayah pikir-pikir, dunia ini emang sudah edan. Banyak sekali orang yang bicara soal demokrasi, tapi mereka sendiri tidak tahu apa itu demokrasi. Mau berdemokrasi tapi selera mayoritas masih belum mendukung. Dan akibatnya seperti hukum rimba. Yang kuat dia menang, dan yang lemah tentu akan tersingkirkan. Hukum sudah menjadi abu-abu. Segala persoalan yang hitam-putih sudah sulit untuk dibedakan. Mana yang hitam dan mana yang putih. Mereka seenaknya saja menghitamkan yang putih dan memputihkan yang hitam. Selama hal itu tidak merugikan suara mayoritas tentu akan dianggap putih, mereka tidak peduli bahwa hal itu sebenarnya hitam untuk sebagian orang yang justru mengikuti ajaran agamanya. Salah satu contohnya adalah perhelatan akbar olah raga yang dengan bangganya di gelar dengan mengumbar aurat."
Sementara itu di pesta, Dara cs masih asyik menikmati suasana kehingar-bingaran yang kayaknya enggak mau berhenti, dan makin lama makin bertambah hot. Beberapa cewek udah nge-dance di luar batas ketimuran. Mereka udah berani buka-bukaan. Bahkan beberapa pasangan udah bukan lagi nge-dance, melainkan melakukan aktivitas esek-esek.
"Wah, kok pestanya jadi kayak gini sih?" tanya Dita risih, cewek itu merasa enggak nyaman melihat beberapa muda-mudi tengah asyik esek-esek.
"Ya… namanya juga Valentine party, Ta. Maklumin aja deh, soalnya emang begitu caranya agar bisa saling ngebagi kasih sayang."
"O, gitu ya. Wah, liat tuh! Wita malah ikut-ikutan buka-bukaan segala. Kita pulang aja yuk, Ra!?"
"Bentar lagi, Ta. Baru juga jam setengah satu."
"Ya ampun! Apa gue enggak salah liat..." Dita terperanjat melihat Seli yang dikenalnya sama-sama pemalu kini lagi asyik esek-esek di pojok ruangan. Dita benar-benar enggak menyangka, ternyata pesta itu udah merubah temannya hingga 180 derajat.
"Ra, apa elo juga mau seperti mereka?"
"Amit-amit deh, Ta. Gue kemari kan cuma mau having fun. Bukannya mau cari-cari masalah."
Sementara itu, Wita dan Seli masih asyik dengan pasangannya masing-masing. Di bawah kelap-kelip lampu disco yang berwarna-warni, mereka berdua nge-dance sambil esek-esek. Pada saat itu, beberapa pasangan terlihat udah meninggalkan ruangan, mereka mau melanjutkan aktivitas di tempat tidur.
Pesta masih terus berlanjut, hingga enggak terasa waktu udah menunjukkan pukul satu. Mengetahui itu, Dara CS pun buru-buru meninggalkan ruangan yang kini udah kayak kapal pecah, kemudian mereka segera memasuki mobil dan langsung pergi meninggalkan tempat itu. Namun, mereka bukannya langsung pulang, eh malah nongkrong dulu di warung tempat anak-anak gaul pada begadang.
"Hallo Dara, Wita, Seli, Dita? Apa kabar?" sapa seorang cowok sambil berusaha membuka matanya lebar-lebar.
"Hallo juga, Ver. Wah, tu mata udah turun banget," balas Dara seraya menoyor kepala cowok itu.
Cowok yang bernama Verdi itu pun langsung terjengkang dan enggak bangkit lagi, rupanya dia emang lagi mabuk berat. Sementara itu, Dara cs yang masih cekikikan karena kejadian barusan terus melangkah, hingga akhirnya mereka duduk di atas sebuah bangku panjang.
"Mas, roti bakar keju dan jus jeruknya empat," pesan Dara kepada pelayan yang menghampirinya.
Rupanya cewek itu sengaja memesan jus jeruk buat mengurangi pengaruh alkohol yang tanpa sengaja udah masuk ke lambungnya.
Sambil menunggu pesanan, mereka tampak membicarakan keempat cowok yang kini lagi duduk di meja sebelah. Keempat cowok itu kayaknya BD (Banyak Duit). Dara cs yang emang suka dengan cowok-cowok seperti mereka langsung memanfaatkan situasi.
Kini Dara memandang ke arah seorang cowok yang kelihatan pendiam, kemudian mengerlingkan matanya dan tersenyum gedit. Cowok yang pendiam itu pun terlihat malu-malu. Melihat itu, Dara makin enjoy. Dia senang banget menggoda cowok yang demikian. Sekali lagi Dara mengerlingkan matanya, dan lagi-lagi si cowok tampak tersipu malu. Lalu tanpa takut dikatakan cewek gatel, Dara pun segera mendatangi mereka.
"Hai, kalian… boleh enggak ikutan gabung?" tanya Dara sambil tersenyum genit.
Keempat cowok itu tampaknya enggak bisa menolak, soalnya mereka udah betul-betul terpikat oleh kecantikan Dara yang tiada duanya.
"Boleh aja, kenapa enggak," jawab seorang cowok.
"Wooiy! Ayo ke sini semua!" teriak Dara memanggil teman-temannya seraya duduk di sebelah cowok yang terlihat pendiam.
Pada saat itu, keempat cowok tadi cuma terpaku melihat ketiga teman Dara datang menghampiri. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Begitulah kata mereka dalam hati, membayangkan masing-masing mendapat satu cewek.
"O ya, kenalin! Gue Dara. Dan ini teman-teman gue," kata Dara memperkenalkan diri dan teman-temannya. Kemudian mereka pun tampak saling berkenalan.
"Ngomong-ngomong, kalian pada mau ke mana?" tanya Dara.
"O… kami baru aja pulang main billiard, setelah ini kami mau langsung pulang," kata salah seorang cowok yang bernama Hengky.
"Lain kali, kita jalan bareng ya!" ajak Dara.
Kini keempat cowok itu tampak saling berpandangan sesama mereka. Pada saat itu Dara sempat melirik ke arah cowok yang terlihat pendiam sambil tersenyum genit. Enggak lama kemudian, si cowok yang pemalu tampak menganggukkan kepalanya, dan seorang cowok yang bernama Berry langsung angkat kaki, eh enggak deng… angkat bicara, "Iya deh, lain kali kita jalan bareng," katanya berjanji.
Rupanya cowok yang pemalu itu adalah bos di antara mereka, dia bernama Boy. 
"Hey, Mas! Sebelah sini!" teriak Dara kepada pelayan warung yang membawa pesanan mereka.
Enggak lama kemudian, mereka udah makan bareng dalam satu meja sambil ngobrol ngalor-ngidul. Enggak tahu ngobrolin apa, yang jelas mereka terlihat begitu senang. Setelah puas makan dan ngobrol bersama, akhirnya Dara cs pamit untuk pulang ke rumah masing-masing.
"Eh Wit, cepetan dong dibayar!" kata Dara basa-basi.
"O… biar kami aja yang bayar," kata Boy sungguh-sungguh.
"O ya, kalo begitu terima kasih banyak ya! Yuk teman-teman kita pergi sekarang!" ajak Dara bersemangat. Emang itulah yang diharapkan Dara cs, makan dan minum gratis.
"Dag…" ucap cewek-cewek itu kepada keempat cowok yang masih duduk di kursinya masing-masing.
Tau-tau Dara cs udah ada di mobil lagi, kini mereka sedang dalam perjalanan pulang ke rumah masing-masing. Semula Wita sempat mengajak teman-temannya itu untuk nongkrong dulu di tempat kost temannya. Tapi saat itu Dara keberatan, dia enggak mau kepergok disaat pulang ke rumah. Soalnya sang Ibu emang biasa bangun pukul empat pagi, dan kalo udah marah bisa membuatnya benar-benar menderita—dikurung dalam kamar tanpa fasilitas.
Setelah lumayan lama menempuh perjalanan, akhirnya mereka pun tiba di depan rumah Dara.
"Ati-ati di jendela ya, Ra!" pesan Wita.
"Dag… teman-teman, mmmuuaaah!" pamit Dara seraya keluar dari mobil dan berdiri memperhatikan mobil yang ditumpangi oleh teman-temannya tampak melaju menjauhi tempat itu.
Kini Dara sedang berusaha untuk melompati pagar rumahnya. Setelah berhasil melompati pagar dengan sukses, cewek itu pun langsung menyelinap ke samping rumah dan memanjat pohon belimbing yang tumbuh di samping kamar.
Maklumlah, kamar Dara emang terletak di lantai atas, dan pohon belimbing itu mempunyai dahan yang mengarah mendekati balkon kamarnya. Hingga akhirnya dia tiba di balkon dengan selamat, dan sekarang dia mulai membuka jendela yang sengaja enggak dikunci. Kemudian masuk dengan sangat hati-hati seperti pesan temannya Wita.

 

 Nah, pembaca! Tau-tau hari udah pagi lagi nih. Yuk kita lihat, udah jam berapa sih! O… pukul sembilan pagi. Pantesss udah enggak kedengaran lagi suara burung-burung yang berkicau merdu. Lihat tuh, Dara yang lagi tidur pulas, idiiih ngiler lagi. Pasti semalam dia lupa gosok gigi. ^_^
Tiba-tiba saja, pintu kamar Dara sudah digedor nyokap. "Dara! Ayo lekas bangun dan cepat buka pintunya!" teriak sang ibu dari balik pintu, dan jika dilihat dari raut wajahnya beliau tampak begitu geram.
"Wah, gawat! Kena lagi deh," ucap Dara dalam hati." Ya, Bu! Sebentar…!" sahut Dara.
Enggak lama kemudian, Dara membuka pintu kamar, "Ada apa sih, Bu?" tanyanya pura-pura bego seraya mengucek kedua matanya yang masih penuh belek.
"Ke mana kamu semalam? Kan Ibu sudah pesan jangan pulang malam-malam," tanya ibunya mengintrogasi.
"Kan… ke pesta ulang tahun, Bu," kelit Dara.
"Jangan bohong, kamu! Ayo mengaku, semalam kamu pulang jam berapa?" tanya sang Ibu dengan wajah makin geram.
"Benar kok, Bu. Dara cuma ke pesta ulang tahun dan pulangnya jam 10.00," katanya masih juga berkelit.
"Ya sudah, hari ini kamu tidak mendapat uang saku. Dan hari ini kamu tidak boleh ke luar rumah. Sini… berikan HP-mu ke Ibu!" pinta ibunya memberi hukuman.
"Ya… Ibuuu, hari Minggu ini kan, Dara mau jalan-jalan ke Mal," kata Dara kecewa.
"Pokoknya kamu tidak boleh keluar rumah, titik!" kata ibunya seraya melangkah pergi.
Lantas dengan kecewa, Dara pun segera menutup pintu kamar dan kembali ke tempat tidur. Dalam hati, cewek itu terus memaki. Katanya, sang ibu adalah orang yang jahat dan enggak berkeperimanusiaan. Masa cuma gara-gara pulang kemaleman, dia enggak boleh keluar. Emangnya menyita HP dan enggak memberi uang saku, masih belum cukup buat menghukumnya. Sungguh hari itu merupakan hari yang paling enggak mengenakkan buat Dara. Baginya, hukuman kali ini udah sangat kelewatan dan membuatnya benar-benar bete. Pokoknya Dara udah dibuat kesal karena enggak bisa CMDM alias cuci mata di Mal.
Dara terus termenung bersama kegundahannya, hingga enggak terasa waktu sudah menunjukkan pukul sebelas pagi. Pada saat itulah, teman-temannya yang semalam udah janjian tampak datang menjemput. TIN TIN… TIN TIN TIN... terdengar bunyi irama klakson ciri khas mereka.  "Aduh, gimana nih… Ibu emang tega," keluh Dara seraya memandang ke luar jendela.
 Di dalam mobil, teman-teman Dara tampak kesal menunggu. "Gimana sih itu anak, mana HP-nya pakai dimatiin segala," kata Wita sewot.
"Mungkin dia ketahuan, Wit," duga Seli.
"Iya, Wit. Pasti Dara lagi dihukum," timpal Dita.
"Cucian deh, Dara. Ya udah, kalo gitu kita cabut aja!" usul Wita seraya menginjak pedal gas dalam-dalam.
Mobil blazer biru langsung ngacir meninggalkan rumah Dara. Sementara itu Dara terlihat sedang melamun sambil terlentang di tempat tidurnya, sedang kedua matanya tampak memandang ke langit-langit.
"Huh, Ibu emang tega dan enggak berkeperimanusiaan. Kan bete kalo seharian kudu di kamar terus. Mana sekarang TV gue dibawa pergi juga, padahal kemarin-kemarin cuma stereo set gue  aja yang dibawa pergi. Kali Ibu emang udah sangat kelewatan. Hari minggu ini kan seharusnya gue having fun sama anak-anak, eh sekarang malah dikurung di kamar tanpa bisa melakukan kegiatan yang menyenangkan. Hmm... teman-teman gue sedang melakukan apa ya? Mungkin saat ini mereka lagi senang-senang."
Dara membayangkan teman-temannya yang sedang bersenang-senang, dan menurutnya mereka sangat beruntung karena enggak mempunyai orang tua seketat ibunya.
"Hmm... sekarang enaknya melakukan apa ya?"
Dara pun berpikir keras untuk mencari kegiatan yang sekiranya bisa menghibur hatinya yang kini lagi benar-benar bete. Lantas cewek itu pun segera melangkah untuk melihat-lihat tumpukan komik yang ada di atas meja belajarnya. "Aduh, bosen… yang ini udah sepuluh kali gue baca, dan ini malah udah keseringan. Nah ini aja, cerita ‘Candy-Candy’ ini udah lama banget enggak gue baca. Tiba-tiba Dara teringat pada masa lalunya, ketika setumpuk komik itu dihadiahkan oleh pamannya disaat dia juara satu ketika masih SMP.
"Hmm... dulu paman gue menghadiahkan komik ini karena beliau menginginkan agar gue menjadi cewek baik seperti si Candy-Candy itu. Hihihi...! Beliau pasti kecewa banget kalo tahu gue enggak seperti yang diharapkannya. Maaf Paman! Kayaknya aku emang enggak bakat menjadi cewek lugu seperti dia."
Seketika Dara kembali teringat ketika masih SMP, saat itu dia masih menjadi cewek seperti yang ada di komik itu, dimana setiap hari dia harus menjadi makanan empuk teman-temannya yang usil. Hingga akhirnya dia menjadi tertekan dan memutuskan untuk balas dendam. Saat itu, Dara yang udah tertekan berbalik menjadi 180 derajat. Dengan segala ketidakpeduliannya, dia balik mengusili teman-temannya yang dulu pernah mengusilinya. Sayangnya hal itu terbawa terus hingga sekarang, dimana perbuatan itu dirasakannya sangat menyenangkan. Di alam bawah sadarnya, Dara udah mengkondisikan dirinya untuk menjadi cewek yang difensif, dengan demikian dia merasa enggak akan diusili oleh orang-orang yang berniat mengusilinya. Selama ini dia merasa hukum di sekolah adalah hukum rimba, siapa yang kuat dialah yang akan berkuasa dan siapa yang lemah maka akan tertindas. Menurutnya para pendidik dan wali murid sama sekali enggak menyadari betapa enggak enaknya menjadi orang-orang yang tertindas itu. Andaipun ada yang berani mengadu, pelakunya enggak diberikan sangsi yang sesuai. Akibatnya, korban pun akan makin menderita karena mendapat perlakuan enggak mengenakkan dua kali lebih berat dari sebelumnya. Intinya adalah karena enggak adanya perlindungan yang benar-benar menjamin si korban buat enggak disakiti lagi.
Kini Dara tampak membaca komik yang pernah membuatnya bercita-cita menjadi cewek baik. Namun sekarang komik itu udah enggak mempunyai kekuatan lagi untuk menggugah hatinya, alam bawah sadarnya yang udah terkondisikan seperti itu telah menutup hati nuraninya untuk bisa menerima apapun pesan moral yang disampaikan. Kini komik itu hanyalah sebagai hiburan saja, yang mana dia menganggap si karakter utama adalah orang bodoh yang enggak patut ditiru.