E-Book dan Game Gratis

E-book                      Game & Software
Bagi anda yang ingin membaca secara offline, silakan download format e-book-nya di sini!

Karunia Mutiara Cinta - Bagian 13

Tiga Belas



Bandara Soekarno Hatta terlihat ramai, saat itu Bobby baru saja keluar dari lobby utama. Ketika hendak menumpang taksi, tiba-tiba saja matanya tertuju kepada seorang gadis melayu yang sedang berjalan dengan seorang pria bule, kedua orang itu sedang berjalan ke arahnya.
"Li-lisa! Kau Lisa kan," sapa Bobby kepada gadis itu.
"Kak Bobby! Apa kabar?"
"Hmm... baik. Kau sendiri?"
"Aku juga baik-baik. O ya, kenalkan! Ini suamiku, Pieter."
Kemudian Bobby segera menjabat tangan Pieter, "Senang berkenalan dengan Anda," katanya pelan.
"Aku juga," balas Pieter.
"Lis... bisa kita bicara berdua sebentar."
"Tunggu ya!" pinta Lisa seraya berbicara dengan suaminya, "Sayang... boleh kami bicara berdua sebentar!"
"Silakan...," izin sang suami seraya tersenyum.
"Terima kasih, Sayang!" ucap Lisa seraya menghampiri Bobby. Kemudian keduanya melangkah pergi menjauhi Pieter.
"Memangnya ada apa, Kak?" tanya Lisa.
"Maaf! Apa suamimu itu seorang muslim?"
"Tentu saja, Kak."
"Syukurlah... tadinya aku kuatir kau menikah dengan pria yang bukan muslim. Maafkan aku Lis! Aku telah berprasangka buruk."
"Sudahlah... aku bisa mengerti kok. O ya, ngomong-ngomong bagaimana kabarnya Randy?"
"Randy? Wah, maaf Lis! Aku juga tidak tahu, aku sendiri baru pulang dari Malaysia."
"Kapan terakhir kau bertemu dia?"
"Kira-kira dua setengah tahun yang lalu, Lis."
"Apakah saat itu dia sudah mempunyai kekasih?"
"Sudah. Lis. Namanya Yuli, dia seorang gadis yang baik dan juga cantik. Sama sepertimu, Lis."
"Syukurlah... aku bahagia sekali mengetahui hal itu."
"O ya, Lis. Aku sampai lupa... aku ucapkan selamat ya, semoga kalian menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahma."
"Amin… Terima kasih, Kak! O ya, Kak. Ngomong-ngomong… apa kau sendiri sudah menikah?"
"Belum, Lis. Selama dua tahun ini aku menuntut ilmu ke negeri orang, dan aku sama sekali belum memikirkan hal itu."
"Kalau begitu, aku doakan semoga kau cepat mendapat jodoh."
"Amin… Terima kasih, Lis!"
Tiba-tiba Pieter datang menghampiri, "Maaf sayang... pesawat kita akan berangkat lima menit lagi."
Lisa memandang suaminya seraya menganggukkan kepala, kemudian pandangannnya segera kembali ke arah Bobby. "Kak... maaf ya! Kami harus segera pergi," pamit Lisa seraya tersenyum.
"Selamat jalan, Assalamu’alaikum..." ucap Bobby.
"Waalaikum salam..." balas Lisa dan Pieter hampir bersamaan.
Kemudian suami-istri itu melangkah pergi. Sejenak Bobby memperhatikan kepergian mereka, kemudian dia pun melangkah pergi meninggalkan tempat itu. Bobby sangat senang bertemu dengan Lisa, dan dia begitu bersyukur karena mengetahui Lisa sudah menikah.
Kini Bobby terlihat sedang menaiki sebuah taksi, dia berniat kembali ke tanah kelahirannya—tempat dimana Ibunya dimakamkan. Ketika sedang dalam perjalanan, tiba-tiba dia mendengar azan Ashar berkumandang. Lalu, dengan segera pemuda itu menyetop taksi yang ditumpanginya dan melangkah menuju ke sebuah masjid yang ada di dekat situ. Di tempat itulah pemuda itu menunaikan sholat Ashar, dan setelah itu dia berzikir dengan penuh hikmat. Lama dia berzikir, sampai-sampai masjid pun kembali sepi. Biarpun masjid itu sudah sepi, Bobby masih terus berzikir—menyebut nama Tuhannya sambil berlinang air mata. begitulah Bobby sekarang, semua pelajaran yang di dapat selama ini benar-benar telah membuatnya berubah. Dia sudah menjadi seseorang yang mulai memahami arti kehidupan. Kecerdasan spiritualnya benar-benar sudah meningkat, sekarang dia bisa menjalani kehidupannya tanpa ada beban sedikitpun. ‘Sesungguhnya sholatku dan ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan yang memelihara dan menyerukan sekalian alam.’ Itulah kata-kata yang selalu menjadi pegangannya dalam menjalani kehidupan ini. Intinya adalah keiklasan hati dalam mengemban tugas sebagai seorang khalifah di muka bumi ini, minimal sebagai khalifah untuk dirinya sendiri. Kini dikesehariannya, Bobby selalu mengisi kehidupannya dengan hal-hal yang bermanfaat dan selalu membantu sesama, tak lupa setiap saat selalu mendekatkan diri kepada Tuhannya. Tidak ada lagi yang membuatnya merasa takut, karena dia hanya takut kepada Allah semata. Di hatinya tidak ada lagi kesedihan dan kegundahan, karena dia selalu mengembalikan semuanya kepada Sang Pencipta. Yang ada dihatinya hanya rasa cinta kepada Tuhannya dan kepada sesama, dia juga merasakan cinta Tuhan dengan selalu berprasangka baik dan senantiasa beryukur kepada-Nya. 
Sekitar pukul lima sore Bobby menghentikan zikirnya, rupanya pemuda itu sudah merasa keroncongan. Akhirnya, pemuda itu pergi untuk makan di sebuah warung yang sederhana. Selesai makan, Bobby segera membayarnya dengan uang lima ribuan yang tinggal satu-satunya. Maklumlah, uang yang didapat dari teman-temannya di Malaysia memang hanya sedikit, dan itu hanya cukup untuk ongkos pulang ke Indonesia. Karena tidak mungkin membayar penginapan, akhirnya malam ini Bobby terpaksa menginap di masjid. Sepanjang malam pemuda itu selalu berzikir dan berzikir. Sampai akhirnya dia tertidur di teras masjid.



Esok paginya, Bobby terlihat sedang duduk di pagar jembatan tak jauh dari gerbang masjid. Saat itu perutnya terasa lapar, karena terakhir kali dia makan kemarin sore. Tapi Bobby tidak mempedulikan rasa laparnya itu, dia terus saja berzikir sambil mengamati jalan raya yang ramai. Di kejauhan terlihat seorang ibu yang baru saja turun dari mobil, sepertinya dia membawa banyak belanjaan. Saat itu si Ibu tampak berjalan dengan tertatih-tatih lantaran belanjaan yang dibawanya cukup berat juga. Melihat itu, Bobby merasa kasihan, lalu dengan segera dia langsung menawarkan diri untuk membantu membawakan barang-barang itu. Si Ibu terlihat senang karena ada seorang pemuda yang mau membantunya disaat dia sedang kesusahan.
Kini keduanya tampak berjalan menyusuri jalan kecil yang ada di samping masjid, tak lama kemudian mereka sampai di rumah si Ibu. Setelah meletakkan belanjaannya di depan rumah, Bobby segera mohon diri.
"Terima kasih ya!" ucap ibu itu seraya tersenyum.
"Sama-sama, Bu," balas Bobby.
Ketika Bobby hendak pergi, tiba-tiba, "Tunggu, Nak! " tahan si Ibu.
Seketika Bobby menghentikan langkahnya, "Ada apa Bu?" tanyanya kemudian.
"Ini..." katanya si Ibu seraya memberikan sebungkus Roti, "Sepertinya kau belum makan ya?" tanyanya kemudian.
"Iya Bu," katanya pelan seraya menerima pemberian si Ibu dengan senang hati, "Terima kasih banyak, Bu!" ucapnya kemudian.
Setelah berkata begitu, Bobby segera pergi meninggalkan tempat itu. Dalam hati, dia tak henti-hentinya bersyukur atas rezeki yang dia dapatkan pagi ini. Sesampainya di depan masjid, pemuda itu kembali duduk di pagar jembatan dan segera membuka pembungkus rotinya.
"Ya Allah, aku benar-benar sangat bersyukur atas karunia yang Engkau berikan ini. Bismillah..." ucap Bobby seraya menikmati sepotong roti yang baru saja didapatnya sebagai upah membawa belanjaan. Walaupun semula dia tidak mengharapkan imbalan apa-apa, namun karena si ibu memberinya dengan ikhlas dia pun mau menerima. Dia merasa hal itu merupakan rezeki Tuhan yang tak patut ditolak.
Setelah kenyang, Bobby tampak melanjutkan perjalanannya. Kini dia sedang berjalan di sebuah jalan yang ramai. Bobby terus berjalan dan berjalan, hingga akhirnya dia melihat seorang lelaki setengah tua tampak sedang mengalami kesulitan.
"Permisi, Pak. Ada yang bisa kubantu?" tanya Bobby menawarkan bantuan.
"O, tolong bantu aku mengangkat kulkas ini!" pinta lelaki setengah tua itu.
Tanpa banyak bertanya, Bobby segera membantunya. Lalu dengan sekuat tenaga, dia dan lelaki setengah tua itu mengangkat sebuah kulkas ke atas mobil secara bersama-sama, dan setelah bersusah payah, akhirnya mereka bisa menaikkan benda itu.
"Terima kasih, Nak!" ucap lelaki setengah baya itu.
"Sama-sama, Pak," balas Bobby seraya permisi untuk meninggalkan tempat itu.
"Tunggu dulu, Nak. Ini ada sedikit uang untuk beli rokok,"
"Terima kasih, Pak! Aku tidak merokok. Lagi pula aku sangat senang bisa membantu Bapak," tolak Bobby.
"Sudahlah terima saja! Terserah mau kau gunakan untuk apa," desak lelaki setengah baya itu.
"Baiklah.. kalau begitu aku ucapkan terima kasih banyak," ucap Bobby seraya pergi meninggalkan tempat itu.
Bobby terus melangkah mengikuti jalan yang menuju ke arah kampungnya. Di tengah perjalanan pemuda itu bertemu dengan seorang wanita tua dan seorang anak kecil yang begitu memprihatinkan, mereka terlihat duduk di tepi jalan sambil memegang perut yang sepertinya sangat kelaparan. Lalu dengan segera Bobby menghampiri mereka.
"Bu, terimalah uang ini," ucap Bobby seraya memberikan uangnya yang baru didapatnya.
"Aduh... terima kasih banyak, Nak!" ucap Ibu itu senang.
"Berterima kasihlah kepada Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena Allah-lah yang telah memberikan rezeki kepada Ibu melalui perantara hamba-Nya." Setelah berkata begitu, Bobby kembali melangkah pergi.
Bobby terus melangkah dan melangkah, hingga akhirnya terdengar azan Juhur berkumandang. Sejenak pemuda itu melihat ke arah matahari yang kini berada tepat di atas kepalanya, kedua matanya tampak memicing sambil mengelap peluh yang mengalir di dahinya. Walau pun saat itu perutnya mulai merasa lapar, namun pemuda itu tidak menghiraukannya, dia tampak berjalan menuju ke sebuah masjid untuk menunaikan sholat juhur. Seusai sholat, Bobby berdiam diri sejenak di masjid untuk berdoa dan mengucapkan syukur. Saat itu, Bobby merasakan perutnya sudah semakin lapar, namun begitu dia merasakan lapar itu sebagai sebuah kenikmatan.
Kini Bobby kembali melanjutkan perjalanannya, dan dalam tempo yang tak terlalu lama akhirnya pemuda itu sampai di kampung halamannya. Ketika sedang melintasi sebuah jembatan, tiba-tiba pemuda itu melihat seseorang yang tengah dikejar-kejar oleh beberapa orang polisi. Orang itu tampak berlari menuju ke arahnya. Pada saat itu, Bobby sempat terkejut ketika mengetahui kalau orang yang sedang dikejar polisi itu adalah si Johan—bandar narkoba yang memang sudah sangat dikenalnya. Belum hilang rasa terkejutnya, tiba-tiba pemuda itu mendengar beberapa suara tembakan. Pada saat itu, dia menyaksikan Johan terjerembab dengan kepala tertembus timah panas.
Bobby terpaku melihat kejadian itu, dilihatnya darah segar tampak mengalir dari kepala Johan hingga membasahi sebagian tubuh pemuda yang tengah terkapar itu. Sungguh suatu pemandangan yang cukup mengerikan. Pada saat itu, tiba-tiba saja Bobby merasakan dadanya terasa panas. Kemudian dia merasa sulit untuk bernafas—dadanya mendadak terasa sesak, dan tiba-tiba saja kedua matanya menjadi berkunang-kunang. Lalu dengan serta-merta tubuh pemuda itu roboh dengan sebuah luka di dada kanannya, ternyata sebuah peluru nyasar telah menyerempet paru-parunya.
Lantas dengan segera, pemuda itu diangkut ke rumah sakit terdekat dan segera dimasukkan ke unit gawat darudat. Sementara itu di tempat lain, seorang gadis terlihat sedang menangis. Dialah Erna kekasih Johan, saat itu dia begitu sedih lantaran mendengar tentang kematian pacarnya. Bagaimana mungkin dia bisa hidup tanpanya, yang selama ini selalu menyuplai kebutuhannya. Kini dia berniat menyusul kekasihnya ke alam baka, dengan segelas racun serangga dia menghabisi nyawanya sendiri. Erna meninggal dengan kondisi yang begitu mengerikan. Matanya terlihat melotot dengan lidah terjulur keluar, dari mulutnya keluar busa yang mengalir ke lantai.