E-Book dan Game Gratis

E-book                      Game & Software
Bagi anda yang ingin membaca secara offline, silakan download format e-book-nya di sini!

Misteri Kehadiran Arwah - Bagian 2

Dua



Keesokan sorenya, Branden baru saja pulang dari kantor. Kini dia sedang berdiri di depan zebra cross pada sebuah perempatan jalan. Di situ banyak kendaraan bermotor tampak berlalu-lalang, selain itu banyak pula pengamen dan pedagang asongan yang sedang berjuang mengais rezeki.
Branden masih berdiri di depan zebra cross, dia menunggu lampu lalu lintas berubah merah. Ketika matanya memandang ke seberang jalan, tiba-tiba dia melihat seorang wanita yang sedang menatapnya. Seketika Branden terkejut, sebab wanita itu mirip sekali dengan istrinya yang telah tiada. "Yana!" ucapnya dalam hati. Namun sosok wanita itu menghilang ketika sebuah bis kota melintas di depannya. Mengetahui itu, Branden terkejut bukan kepalang, kedua matanya tampak liar mencari sosok wanita tadi.
Kini lampu lalu lintas telah berubah merah, dan orang-orang terlihat mulai menyeberang jalan. Branden pun segera melangkah bersama-sama mereka. Setelah tiba di seberang, Branden kembali mencari sosok wanita tadi. "Di mana wanita yang mirip istriku tadi?" tanyanya dalam hati.
Kini Branden tampak memandang ke seberang jalan, memperhatikan tempatnya berdiri tadi. Betapa terkejutnya dia ketika melihat sosok wanita yang mirip istrinya itu kini sedang berdiri di sana. "Wa-wanita itu…di-dia memang mirip sekali dengan Yana," ucapnya dalam hati.
Dengan sorot mata yang tajam, Branden terus menatap wajah wanita itu. Lama sekali mereka saling berpandangan dan tanpa tersenyum sama sekali, namun sosok wanita itu kembali lenyap setelah terhalang oleh sebuah truk besar yang melintas.
"Aneh… siapa sebenarnya wanita itu? Setahuku, Yana tidak memiliki saudara kembar," tanyanya dalam hati seraya melangkahkan kaki meninggalkan tempat itu. Sesekali matanya menatap ke tempat wanita tadi berdiri, namun sosok wanita itu benar-benar sudah menghilang. Setibanya di sebuah rumah makan, Branden langsung mampir untuk membeli nasi bungkus. Kini dia sedang duduk menunggu sambil menikmati sebatang rokok yang terus meracuni tubuh. Ketika sedang asyik-asyiknya menikmati candu nikotin, tiba-tiba HP yang disimpan di saku celananya terasa bergetar. Branden pun segera menerimanya. "Ya, hallo?" sapanya kepada orang yang menelepon.
"Hallo, Yah! Ini Rani."
"O, kau… Nak. Sekarang kau lagi di mana?"
"Rani lagi di jalan, Yah. Rani baru saja pulang dari Bank. Ayah sendiri lagi di mana?"
"Ayah lagi di rumah makan langganan kita. Kalau begitu, cepat pulang ya!"
"Iya, Ayah," ucap Rani mengiyakan.
"Sudah ya, Nak! Hati-hati di jalan!" pesan Branden seraya menutup HP-nya. Bersamaan dengan itu, seorang pelayan datang sambil membawa dua bungkus makanan yang telah dipesannya. "Ini pesanan Bapak," kata si pelayan ramah.
"O… terima kasih!" ucap Branden
"Silakan bayar di kasir, Pak!" kata pelayan itu lagi.
Branden segera menuju ke kasir dan mengeluarkan dompetnya. Belum sempat dia mengeluarkan uang, tiba-tiba dia dikejutkan oleh sosok istrinya yang kembali datang. Kali ini petugas kasir yang dilihatnya itu mirip sekali dengan istrinya.
"Yana!" ucap Branden seakan tak percaya.
Namun lelaki itu menjadi malu ketika wajah petugas kasir itu tiba-tiba berubah menjadi wajah aslinya. Gadis berparas cantik yang bekerja sebagai petugas kasir itu tampak heran, "Ada apa, Pak?" tanyanya ramah.
"O… ti-tidak. Ma-maaf…!" jawab Branden gugup seraya buru-buru membayar nasi bungkus yang dipesannya.
Sejenak Branden kembali menatap wajah petugas kasir itu, sungguh dia benar-benar penasaran dengan apa yang dilihatnya tadi. 
"Kenapa Bapak memandang saya seperti itu?" tanya petugas kasir semakin heran.
Seketika Branden tersadar, kemudian tanpa buang wantu lelaki itu langsung bergegas pergi. Pada saat yang sama, petugas kasir hanya memperhatikan kepergiannya dengan seribu tanda tanya.
Setibanya di rumah, pikiran Branden masih terus diselimuti berbagai macam pertanyaan. Sungguh kejadian yang baru dialaminya itu sudah membuat akal sehatnya sedikit terganggu. Sambil mengganti pakaian, lelaki itu terus bertanya-tanya, "Apa kini aku sudah gila? Kenapa belakangan ini aku sering berhalusinasi? Hmm… Apa sebaiknya aku memeriksakan diri ke dokter? Ah, mungkin saja semua ini karena aku terlalu lelah. Kalau begitu, mulai saat ini aku akan mengurangi pekerjaanku dan beristirahat dengan cukup." 
Setelah mengganti pakaian, Branden segera melangkah ke dapur untuk mengambil dua buah piring dan sendok. Tak lama kemudian, dia sudah duduk di depan meja makan sambil menunggu Rani pulang.
Ketika Branden sedang duduk menunggu, tiba-tiba dia dikejutkan oleh sosok istrinya yang tiba-tiba duduk di hadapannya. "Ya-Yana...!" Branden tergagap. Tanpa berkedip, dia terus memandang Yana yang tersenyum dingin dengan wajah pucat pasi. Sungguh dia tidak menyangka, kalau orang yang semasa hidup begitu dicintainya kini hadir dihadapannya.
Perlahan Branden mengulurkan tanganya. "Yana… Aku merindukanmu, Sayang…" ucap Branden seraya mencoba menggenggam tangan Yana, namun saat itu tangannya menembus tak bisa menyentuh tangan Yana sama sekali. "Yana… A-aku…" Belum sempat lelaki itu melanjutkan kalimatnya, tiba-tiba terdengar ucapan salam di luar rumah.
Seketika Branden terkejut dan langsung  menoleh ke arah pintu, saat itu dilihatnya Rani sudah berdiri di ambang pintu sambil tersenyum kepadanya. Setelah menutup pintu, gadis itu segera menghampiri Branden. Pada saat yang sama, Branden tampak menoleh ke tempat mendiang istrinya duduk, dan ternyata sosok sang istri sudah menghilang. Branden terpaku, di benaknya masih tersimpan perasaan yang belum sempat diungkapkan.
"Ada apa, Ayah?" tanya Rani seraya duduk di kursi yang berhadapan dengan ayahnya.
"Ti-tidak ada apa-apa, Sayang..." jawab Branden gugup. "Rani… sekarang kauganti pakaian ya! Setelah itu kita makan sama-sama!"  
Rani mengangguk seraya bangkit dari duduknya, kemudian segera melangkah ke kamar. Sejenak Branden memperhatikan kepergian putrinya, lalu dia kembali menatap ke tempat mendiang istrinya tadi berada. "Yana…" panggil Branden berbisik. "Di mana kau? Aku masih merindukanmu, Sayang..."
Branden kembali memanggil-manggil sosok istrinya, namun sosok itu tak kunjung hadir. "Yana, tolong perlihatkan dirimu! Terus terang, aku ingin sekali berbicara denganmu. Soalnya aku..." Tiba-tiba Branden terdiam, rupanya dia mendengar langkah kaki Rani yang mendekat.
Kini Branden tampak membuka nasi bungkus untuk Rani dan meletakkannya di atas piring, setelah itu dia pun langsung membuka nasi bungkus miliknya dan meletakkannya di atas piring. Sementara itu, Rani yang baru saja tiba segera duduk di hadapan ayahnya sambil memperhatikan sang ayah yang kini sedang menuangkan minum untuk mereka berdua. Tak lama kemudian, keduanya tampak menikmati makanan itu bersama-sama.
Beberapa menit kemudian. "Yah… besok Rani ingin berziarah ke makam Ibu," kata Rani tiba-tiba.
Dengan perlahan Branden mengangkat kepalanya, kemudian memandang wajah putrinya dengan penuh haru. "Iya, Nak… besok kita akan ke sana," ucapnya pelan.
"Ayah, Rani rindu sekali sama Ibu," ucap Rani lirih.
Saat itu Branden tak kuasa menahan kesedihannya, kedua matanya tampak berkaca-kaca—terbayang akan wajah mendiang istrinya tercinta. Seketika air mata mata lelaki itu berderai.
Melihat itu, Rani pun ikut sedih. "Ayah, Rani bisa merasakan apa yang Ayah rasakan," kata Rani terisak sambil meletakkan sendok yang dipegangnya.
"Hanya kau yang bisa menghibur Ayah, Sayang…" balas Branden seraya menghampiri Rani dan membelai rambutnya penuh kasih sayang.
Saat itu Rani langsung bangkit dan memeluk ayahnya, kemudian dia memandangnya dengan mata berkaca-kaca. "Yah, Rani sangat kehilangan Ibu. Setiap saat Rani selalu merindukannya."
"Sabarlah, Sayang…! Kau harus tabah menerima cobaan ini!" ucap Branden lagi seraya mencium kening putrinya.
Rani kembali memeluk ayahnya. Derai air mata tampak mengalir di pipinya yang mulus.