E-Book dan Game Gratis

E-book                      Game & Software
Bagi anda yang ingin membaca secara offline, silakan download format e-book-nya di sini!

Jaka & Dara - Bagian 10

Sepuluh



Dua tahun kemudian, di sebuah teras rumah yang cukup sejuk. Randy dan seorang cewek tampak sedang duduk berdua. Kini cewek itu tengah tersipu malu, wajahnya yang manis tampak merona. "Ah, kamu bisa aja, Ran. Apa iya aku seperti yang kamu bilang?" tanyanya dengan wajah masih tersipu-sipu.
"Sungguh Manis, aku enggak bohong. Kecantikanmu adalah anugerah yang diberikan Tuhan. Mmm… betapa bahagianya orang yang diperkenankan untuk memilikinya."
Mendadak, hujan lebat turun bersamaan dengan senyum simpul yang tersungging di bibirnya. Guntur tak henti-hentinya berbunyi, membuat jantung keduanya berdebar kencang karena keterkejutan yang tak terkira.
Lagi-lagi guntur berbunyi dengan kerasnya. Kali ini berbunyi lebih keras dari yang sudah-sudah. Si Cewek spontan terkejut dan mendekap Randy dengan erat. "Ran, aku takut," katanya seraya menatap cowok itu dengan hangat.
Randy pun terkejut bersamaan dengan kehangatan yang dirasakannya. "Jangan takut, Manis... kamu aman bersamaku," kata cowok itu menenangkan.
Bersamaan dengan itu, jantung Randy terasa berdebar kencang. "Ya Tuhan… haruskah aku menghindar, atau terus terlena dengan hal yang selama ini enggak pernah kurasakan lagi. Sebuah kesempatan langka, yang aku sendiri enggak tahu apakah akan terulang lagi. Ya Tuhan… berdosakah aku jika terus begini, tanpa upaya untuk berpaling sedikitpun," Randy membatin.
Selama dalam pelukan itu, batin cowok itu terus bergejolak, meronta dan bahkan ingin menangis. Nuraninya terus membisikkan kata-kata yang sama, Istigfar dan menghindarlah segera, kemudian mohon ampun pada-Nya. Di antara kebimbangan itu, tiba-tiba setan hadir di benaknya, kemudian mahluk laknat itu membisikan argumen yang membuatnya merasa benar. "Tidak apa-apa," katanya. "Kau kan bermaksud memberikan ketenangan padanya, dan hal itu adalah kebaikan yang mulia."
"Tapi… dia bukan muhrimmu, tidak ada alasan untuk menyentuhnya," batin cowok itu kembali memperingatkan.
Lagi-lagi setan kembali berargumen, dan dia begitu lihai menyampaikan segala bisikan sesatnya. Sebagai seorang yang masih lemah iman, ditambah dengan gejolak darah muda yang menggebu-gebu. Akhirnya cowok itu pun menuruti bisikan yang menyesatkan itu.
Karena udah kian terlena dan adanya kesempatan, cowok itu pun akhirnya melupakan Tuhan. Imannya udah runtuh, bersamaan dengan kecupan mesra di bibirnya. Hati nuraninya pun udah enggak berkata-kata, dia diam membisu bersama kesedihannya, kayaknya dia udah begitu kecewa dengan perbuatan yang dilakukan Randy.
Karena hati nuraninya udah diam, maka setan dengan mudahnya bisa membisikkan kata-kata yang menyesatkan ke dalam lubuk hatinya makin dalam. Enggak ada lagi rasa berdosa, enggak ada lagi kecemasan yang semula begitu kuat. Yang ada hanyalah nafsu setan yang terus bergelora, hingga akhirnya terjadilah apa yang paling ditakutinya …perzinahan…
Dan setelah semua itu terjadi, penyesalan pun datang dengan sendirinya. Sementara itu dia melihat cewek yang bersamanya tengah menitikkan air mata nista, penyesalan yang enggak terkira karena telah berbuat dosa.
"Ya Tuhan…. Apa yang telah kulakukan? Apakah Engkau masih mau mengampuniku," batin cowok itu menjerit. Hingga akhirnya cowok itu tersadar dari mimpinya.
"Alhamdulillah ternyata cuma mimpi," Randy tampak gembira. "Hmm... kenapa aku bermimpi seperti itu, apakah itu sebuah peringatan kalo aku harus segera menikah. Hingga enggak ada lagi pikiran kotor yang selalu menghantuiku, terutama bila melihat body seksi, di mana pun berada. Baik yang berpakaian mini, maupun yang berpakaian ketat. Jeans ketat misalnya. Bagaimana pun juga, aku ini laki-laki normal, aku bisa menduga apa yang ada di balik semua itu ‘Perhiasan Dunia’  Indah memang… Namun jika bukan hak tentu bisa menjadi malapetaka." Tiba-tiba saja cowok itu teringat ketika dulu dia pernah pacaran. "Hmm… Apakah semua ini karena aku pernah pacaran, sehingga dampak negatifnya masih terus mempengaruhiku. Soalnya, dulu ketika aku punya pacar, setiap hari selalu bergelut dengan dosa. Ciuman, pelukan, dan bermanja-manja tanpa ada yang menghalangi. Dan ketika melakukan itu kuselalu teringat akan dosa, hingga batinku pun tersiksa karenanya. Namun bila enggak melakukan itu, kepalaku pun pusing tujuh keliling. Suntuk, BT, dan masih banyak lagi. Rasanya sulit untuk keluar dari candu yang kayaknya udah mendarah daging. Terus terang, Aku enggak bisa pacaran tanpa melakukan itu. Apalagi jika dia, orang yang begitu kucintai selalu memberikan kesempatan. Semula niatku cuma untuk penjajakan, namun akhirnya tenggelam dalam lembah dosa hingga makin dalam. Satu-satunya cara untuk bisa lepas dari jerat-jerat dosa adalah meninggalkannya, meninggalkan orang yang begitu kucintai. Namun aku enggak bisa, sehari aja enggak bertemu rasanya enggak karuan, apalagi jika harus meninggalkannya. Pernah temanku menyarankan untuk menikahinya, tapi itu enggak mungkin. Sebab kami masih SMA, yang tak mungkin pernikahan itu bisa direstui oleh orang tua kami. Sungguh kedua orang tua kami udah melupakan Tuhan. Padahal, Tuhan-lah yang menentukan segalanya, bukannya mereka. Tampaknya mereka lebih mengkhawatirkan masa depan kami yang mereka duga akan hidup sengsara, daripada mengkhatirkan kami yang terus terlibat dengan dosa.
Setelah sekian lama mencari kebenaran, akhirnya aku menemukan sesuatu yang selama ini kupandang "enggak mungkin" menjadi "mungkin." Lalu, aku pun menyadari bahwa segala petunjuk-Nya pastilah benar dan enggak mungkin salah. Hingga enggak ada alasan bagiku untuk menolak petunjuk-Nya, menuju jalan yang lurus, apa pun alasannya. Sejak itulah kubertekad untuk berubah, tentunya dengan mengikuti petunjuk-Nya. Semula emang terasa pahit, namun setelah sekian lama, aku pun mulai terbiasa. Dan perlahan-lahan kebenaran itu terasa makin nyata. Semua itu berkat "Proses" yang terus kujalani dengan sungguh-sungguh, ikhlas, dan dengan doa yang tiada henti. Walaupun berbagai ujian terus bergulir sejak awal tekad itu, pasang surut iman pun terus terjadi, hingga akhirnya aku bisa mengambil sikap untuk berani meninggalkannya, meninggalkan gadis yang begitu kucintai.
Malam itu, di ruang tamu yang temaram. Ketika suasana udah makin hening, dan ketika jarum jam udah menunjukkan pukul 11 malam. Aku dan dia duduk berdua, saling bertatap mata dan tanpa senyum sama sekali. "Sayang… rasanya enggak mungkin kita terus begini. Terus terang, aku takut hubungan kita ini sampai keluar jalur. Bukankah kamu tahu kalo setan selalu mengintai kita, menunggu iman kita menipis, hingga akhirnya memperdaya kita dengan segala bisikannya yang menyesatkan. Dan jika hal itu terjadi, apakah kamu yakin kalo aku akan bisa bertanggung jawab. Kalau pun kamu enggak hamil, apakah kamu yakin kalo kelak aku pasti menikahimu. Ingatlah, bukahkah jodoh itu takdir Tuhan. Bagaimana setelah lama kita pacaran, namun Tuhan enggak menakdirkan kita berjodoh, apakah engkau enggak akan menyesal setelah tubuhmu kunikmati begitu rupa.
Sayang… terus terang aku takut jika hal itu terjadi padamu. Gimana jika kamu udah enggak suci lagi, apakah masih ada yang mau denganmu. Nah, agar semua itu enggak terjadi, gimana kalo hubungan kita sampai disini aja. Namun, putus hubungan bukan berarti kita memutuskan tali silaturahmi. Putus yang kumaksud adalah kita jangan bertemu lagi sampai aku siap melamarmu. Sebab kalo enggak demikian, aku khawatir jika nanti bertemu denganmu justru akan semakin parah.
Kamu tahu kan, jika aku sudah begitu rindu dan diberikan kesempatan bertemu, tentu aku akan sulit menahan diri buat mengungkapkan kerinduanku itu. Minimal aku pasti akan menciummu. Kalau setiap bertemu denganmu akan seperti itu, aku khawatir akan seperti dulu lagi. Masih ingatkan kamu ketika pertama kali kita pacaran, mulanya pegangan tangan, terus ciuman, dan akhirnya menjadi kebiasaan. Jangankan bertemu, bicara denganmu lewat telepon saja sudah membuatku melayang, karena disaat itu wajahmu selalu terbayang. Terutama jika kamu bicara manja dan berkata manis, sungguh telah membuatku terlena. Jika sudah begitu, aku pasti ingin bertemu. Dan jika sudah bertemu, lagi-lagi aku pasti akan menciummu.
Sayang… untuk sementara kuingin melupakanmu, walaupun kutahu rasanya enggak mungkin bisa. Kuharap dengan begitu, aku enggak melulu memikirkanmu. Kalaupun aku udah enggak bisa menahan rindu padamu, maksimal aku akan menulis surat buatmu, dan kuharap kamu juga begitu. Sayang… seandainya dulu cinta kita enggak diawali dengan pacaran, mungkin enggak akan sesulit ini jadinya.
Sayang… percayalah, kalo aku udah siap aku pasti akan melamarmu. Dan jika suatu saat aku belum melamarmu hingga akhirnya kamu mempunyai pilihan lain aku pun enggak keberatan, menikahlah dengannya. Jika kamu menikah dengan alasan ibadah aku enggak akan pernah mengangapmu berhianat, aku justru akan senang banget. Aku sadar, kamu itu adalah wanita, dan wanita mempunyai batas waktu lebih cepat ketimbang pria. Enggak akan kubiarkan kamu menungguku sampai menjadi perawan tua. Sebab, aku menyadari ajal itu tiada yang tahu. Bagaimana jika aku mati sebelum sempat melamarmu."
‘Bunga’, cewek pujaanku itu tampak terdiam, dari kedua matanya tampak mengalir air mata kesedihan. "Tapi, Kak! Aku enggak bisa hidup tanpamu. Rasanya sulit jika aku harus jauh darimu, dan aku enggak mungkin bisa tanpa berjumpa denganmu. Kak, kenapa kakak bicara begitu. Bagaimana mungkin aku hidup dengan pria yang enggak aku cintai?" katanya sungguh-sungguh.
"Kamu pasti bisa. Bukankah cinta itu tumbuh karena terbiasa. Siapa pun orangnya asal dia baik dan beriman tentu bisa membuatmu bahagia. Janganlah melihat dari segi fisik. Sebab, semua itu bisa berubah setiap saat.
Bunga seperti mengerti, namun air matanya enggak berhenti berderai. "Baiklah, Kak. Aku mengerti, dan aku akan mengikuti semua ucapanmu itu," katanya sambil terisak.
Dalam hati aku bersyukur karena dia bisa menerima putusanku itu, walaupun aku tahu hal itu sangat menyakitkannya. Malam itu aku langsung pulang ke rumah, lega rasanya karena bisa mengambil putusan yang begitu berat. Sepertinya beban berat yang selama ini kupikul udah enggak membebani lagi. Aku pun tidur nyenyak malam itu, hingga akhirnya azan Subuh berkumandang. Seusai sholat aku pun enggak lupa berdoa hingga akhirnya sinar mentari menerobos memasuki kamarku.
"Randy… Randy…!" seru temanku yang menemuiku dengan wajah enggak karuan.
"Ada apa, Ka?" tanyaku penasaran.
"Bu-Bunga, Ran."
"Bu-Bunga. Kenapa Bunga?" tanyaku khawatir.
"Bunga udah enggak ada, Ran. Bunga udah pergi mendahului kita, dia pergi dengan sebilah silet yang ditoreh di urat nadinya."
"Innalillahi wa innailaihi rojiun," ucapku terkejut. "Bungaaa…! Apa yang telah kamu lakukan…?" Air mataku pun berderai. "Kenapa? Kenapa kamu lakukan itu?" tanyaku berkali-kali. "Dasar bodoh, Dungu… kenapa kamu mengambil putusan itu. Kenapa kamu enggak percaya akan kata-kataku. Padahal semula aku udah menduga kalo kamu bisa mengerti, namun ternyata aku keliru—kamu sama sekali enggak memahaminya.
Oh Bunga… Maafkan aku! Enggak seharusnya aku mengambil putusan secepat itu hingga membuatmu putus asa. Aku yakin, kamu melakukan itu karena kepingin menghilangkan penderitaan yang kamu rasakan. Namun kamu keliru, kamu sama sekali enggak menduga kalo hal itu justru akan makin membuatmu menderita di alam sana." Tiba-tiba air mataku kembali berderai, terbayang siksa neraka yang akan menimpa dirinya, dengan silet itulah dia akan membunuh dirinya terus menerus. Nauzubilla minzalik.
Kepedihan hati yang tak terperi dikala bungaku pergi, merana dan tersiksa batinku tiada terkira. Bagaikan irisan sembilu yang dikucuri air cuka tanpa belas kasihan. Oh bungaku sayang, maafkan aku yang tiada mengerti, yang tiada memahamimu. Sungguh aku enggak bermaksud begitu, aku menyayangimu, aku mencintaimu, tiada maksud untuk menyakitimu.
Sesaat aku merasa bersalah, namun hati nuraniku segera membenarkan tindakanku yang mengambil putusan itu. ‘Kau telah melakukan hal yang benar Randy, kau sama sekali tidak menanggung dosa karena perbuatan itu. Bungalah yang bersalah, dan dia emang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Namun Tuhan tentu tidak akan semena-semena memberi hukuman, sebab Dia adalah hakim yang paling adil. Randy… ambillah hikmah dari semua ini. Kalau orang sudah cinta maksiat, imannya pun akan runtuh hingga enggak tersisa. Hingga dia merasa putus asa dari rahmat Tuhannya.’ Begitulah hatinuraniku memberikan alasan, hingga akhirnya aku bisa kuat menerima cobaan yang berat itu."
Waktu itu Bunga emang enggak mengerti, walaupun saat itu bunga bilang ‘mengerti’, waktu itu dalam hatinya Bunga justru merasa kalo Randy udah enggak mencintainya lagi, dan semua yang dikatakannya itu hanyalah sebagai alasan saja. Apalagi saat itu Randy menganjurkan kepada bunga untuk menikahi orang lain. Emang begitulah jalannya. Sebab jika tidak, Randy tentu enggak bakal tahan dan akhirnya kembali menemui Bunga—gadis yang begitu dicintainya. Dan dengan kepergian Bunga itulah justru menjadi pelajaran yang sangat berharga baginya.
Semenjak kepergian Bunga, Randy makin menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan. Hingga akhirnya dia tetap sendiri hingga sekarang. Begitulah Randy telah mengingat kembali masa lalunya yang membuatnya berniat untuk melamar cewek yang waktu itu pernah diikutinya di Mal, cewek yang ternyata adiknya Jaka. Siapa lagi kalo bukan Dara, cewek yang dulu pernah mencintainya.
"Oh Dara-ku Sayang… Kamu sungguh begitu manis, ketika tersenyum sungguh sangat menawan. Oh indahnya bungaku yang indah, semerbak harum mewangi selalu menyertaimu. Sepertinya setiap saat kuingin selalu bersamamu, berbagi manisnya cinta yang senantiasa menyelimuti. Oh bungaku tersayang, wajahmu selalu terbayang. Cantik dan penuh pesona. Indah, penuh makna yang begitu dalam, menyeruak ke lubuk hati terdalam," ungkap cowok itu, sepertinya dia udah enggak sabar lagi ingin segera meminangnya.
Maklumlah, semenjak Randy mengetahui Dara dan Jaka bersaudara, pemuda itu emang sempat mengatakan isi hatinya kepada Dara. Kalau dia emang mencintainya. Dan di saat itu pula, Randy yang enggak mau ‘pacaran’ telah berjanji akan melamar Dara secepatnya.
Kini pemuda itu sudah diberi peringatan lewat mimpinya, dan sekarang enggak ada alasan bagi cowok itu untuk menunda keinginannya. Lagi pula, usaha MLM (Multi Level Marketing) yang dijalankannya dengan cara Islami selama dua tahun ini udah membuahkan hasil yang cukup lumayan. Karenanyalah dia merasa udah benar-benar siap lahir-batin untuk menikahi Dara. Sementara itu di tempat lain, Dara sedang duduk sendiri, di tangannya terlihat kotak teka-teki warisan kakeknya.
"Hmm… Kenapa aku masih belum bisa membukanya. Apakah hatiku masih belum bersih. Padahal selama ini aku udah berusaha untuk membersihkannya."
Sejenak Dara memikirkan hal itu sambil terus mengutak-atik kotak teka-tekinya, hingga akhirnya, "Ah, sudahlah... hatiku emang enggak mungkin bersih. Sebab, udah banyak banget dosa-dosa yang aku lakukan, sedangkan hal-hal baik yang selama ini kulakukan sama sekali belum apa-apa. Semua itu belum bisa membayar semua dosa-dosaku. Tapi, aku yakin. Tuhan itu Maha Pengampun. Biarpun dosaku sebesar gunung, ada harapan Beliau mau mengampuninya. Ya Allah, Ampunkanlah segala kekeliruanku selama ini. Aku emang udah terpedaya, kebodohanku selama ini udah membuatku merasa menjadi orang baik. Padahal, semua itu belum tentu baik di mata-Mu. Aku emang sangat bodoh jika merasa bisa membuka kotak ini, padahal sampai matipun aku enggak mungkin tahu kalo hatiku udah bersih atau enggak. Kini aku udah pasrah dan akan selalu mengharap cinta-Mu. Kini aku udah enggak peduli lagi, apakah kotak ini bisa kubuka atau enggak. Yang terpenting buatku sekarang, adalah terus berusaha agar bisa lebih bertakwa kepada-Mu dengan benar-benar ikhlas, karena aku ini emang hanya seorang hamba yang cuma bisa berharap dan memohon belas kasih-Mu agar senantiasa bisa mencintai-Mu. Dan aku sangat bersyukur karena Engkau telah memberikan hidayah kepadaku, sehingga aku bisa memahami semua ini."
Mendadak TRAKK… kotak teka-teki itu terbuka. Sesaat Dara sempat terpana dibuatnya. Ketika dia udah enggak peduli dengan kotak itu ternyata kotak itu malah bisa dibuka dengan mudahnya. Kini dia tampak sedang membaca kalimat ajaib yang pernah diberitahukan oleh Neneknya, yaitu kalimat yang bisa membuatnya hidup bahagia.

Cucuku tersayang, keikhlasan dan rasa syukur dalam menyikapi kehidupan adalah kunci kebahagiaan. Sebab, keiklasan dan rasa syukur itu merupakan ungkapan cinta kita yang sebenarnya kepada Tuhan. Jika kamu benar-benar sudah ikhlas dan senantiasa bersyukur, Insya Allah kamu akan menjadi orang yang berbahagia, dunia dan akhirat.
Dara meneteskan airmatanya. Kini segala pertanyaannya terjawab sudah, kebersihan hati adalah buah dari keikhlasan dan rasa syukur. Pantas saja selama ini dia enggak bisa membuka kotak itu, rupanya dia belum benar-benar ikhlas dan tak pandai bersyukur. Saat dia sudah tidak mengharapkan terbuka kotak itu dan merasa bersyukur atas hidayah yang Allah berikan.  Saat itulah hatinya kian bersinar, hingga akhirnya kotak itu bisa terbuka karena kebersihan hatinya.



Seminggu kemudian, Randy benar-benar mewujudkan niatnya. Dia bersama kedua orang tuanya datang melamar Dara. Saat itu, Jaka yang mengetahui kedatangan sahabatnya untuk melamar Dara tampak senang banget. Dia benar-benar enggak menyangka kalo sahabatnya itu akan menikahi adiknya.
Jaka yang selama ini berpacaran dengan Dita, akhirnya ingin mengikuti jejak sahabatnya, yaitu ingin menikahi gadis yang kini sangat dicintainya. Selama ini pun mereka enggak pacaran seperti orang kebanyakan. Selama ini mereka cuma bertemu sekali-sekali dan enggak pernah jalan bareng. Jikalau bertemu itu pun di siang hari, dimana di muka rumah banyak orang yang berlalu lalang.





Assalam….

Mohon maaf jika pada tulisan ini terdapat kesalahan di sana-sini, sebab saya hanyalah manusia yang tak luput dari salah dan dosa. Saya menyadari kalau segala kebenaran itu datangnya dari Allah SWT, dan segala kesalahan tentulah berasal dari saya. Karenanyalah, jika saya telah melakukan kekhilafan karena kurangnya ilmu, mohon kiranya teman-teman mau memberikan nasihat dan meluruskannya. Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih banyak.
Akhir kata, semoga cerita ini bisa bermanfaat buat saya sendiri dan juga buat para pembaca. Amin… Kritik dan saran bisa anda sampaikan melalui e-mail bangbois@yahoo.com

Wassalam…


[ Cerita ini ditulis tahun 2005 ]