E-Book dan Game Gratis

E-book                      Game & Software
Bagi anda yang ingin membaca secara offline, silakan download format e-book-nya di sini!

Jaka & Dara - Bagian 6

Enam



Seminggu kemudian, di sebuah fast food restaurant. Dara cs tampak lagi ngobrol sambil menikmati ayam goreng masing-masing. Sesekali Dara tampak mengeluarkan kotak teka-teki dan mencoba membukanya, namun lagi-lagi dia mengalami kegagalan. Enggak lama kemudian, Jaka cs muncul di tempat itu, rupanya mereka memenuhi ajakan Dara waktu itu.
"Hallo semua! Sorry ya, kalo lama menunggu!" sapa Jaka seraya duduk di situ.
"Wah, gue kira kalian enggak jadi datang," kata Dara seraya menyimpan kotak teka-tekinya.
Sedang asyik-asiknya ngobrol, tiba-tiba beberapa orang datang ke tempat itu.
"Apa-apaan nih, Ra. Kenapa kalian mengundang orang lain juga?" tanya Boy.
"Enggak kok, Boy. Kami enggak mengundang mereka, mereka aja yang tau-tau udah duduk di sini dan ngajakin kita-kita ngobrol. Padahal, sebelumnya kita-kita udah bilang kalo lagi nungguin teman. Eh mereka malah cuek aja, mereka bilang ‘Siapa peduli’"
"Eh, Ra! Ngomong apaan loe. Hmm... jadi, ini jebakan," kata Jaka sewot.
"Eh, kalian semua. Emangnya kalian belum kenal sama kita-kita ya?" tanya Berry, orang yang paling dijagokan di Boy cs karena dia juga seorang karateka.
"Sorry, Bang! Ini cuma salah paham."
"Alaaah... diam loe! Jangan banyak bacot!!"
Tiba-tiba BAK-BUK-BAK-BUK seketika itu juga terjadi perkelahian yang seru, mereka semua pada adu jotos. Pada saat itu, Dara cs tampak asyik memberi semangat kepada Boy cs. Namun, enggak lama kemudian para security segera datang mengamankan tempat itu. Pada saat yang sama, Dara cs segera menghilang dengan menggunakan asap ninja (Enggak denk, mereka cuma buru-buru kabur, soalnya takut ditanyai sama para petugas). Beberapa menit kemudian, Jaka cs dan Boy cs udah berada di ruang security untuk di periksa. Mereka benar-benar udah pada babak-belur.
"O… jadi begitu ceritanya, rupanya kalian baru saja dikerjain sama cewek-cewek."
"Benar, Pak. Mereka emang udah sangat keterlaluan."
Tak lama kemudian, Jaka cs dan Boy cs saling berjabatan tangan, mereka berdamai dan saling kenalan.
Kini Boy cs sudah pergi dari tempat itu, sedangkan Jaka cs langsung berangkat menuju ke sebuah taman untuk membicarakan soal Dara cs.
"Enaknya diapain ya mereka?" tanya Jaka.
"Kita perkosa aja rame-rame!" usul Jepri.
"Gila loe, bisa-bisa kita masuk penjara," tolak Randy.
"Eng... gimana kalo kita culik, terus kita tinggalin di tengah hutan!" usul Jekky.
"Itu sama juga, Jek. Kita bakalan masuk penjara," tolak Randy lagi.
"Hmm... gimana kalo kita pacarin aja,"  celetuk Jaka.
"Ngaco loe, Ka. Masa pacaran sama cewek yang udah bikin kita jadi babak belur begini," komentar Jekky.
"Maksud gue, kita pacarin. Terus kalo udah puas, kita putusin," jelas Jaka.
"Wah, boleh juga tu, Ka." Jepri setuju.
"Tapi, apa mereka mau pacaran sama kita?" tanya Jekky.
"Kita kan cowok, Jek. Kita punya 1001 cara buat naklukin mereka," jelas Jaka.
"Gimana kalo nantinya malah kita yang cinta berat, terus kita yang diputusin?" tanya Jekky.
"Itu enggak mungkin, Jek. Masa kita bisa jatuh cinta sama cewek-cewek begitu," jelas Jaka.
"Udahlah, gimana kalo kita lupain aja! Lagi pula, semua itu kan emang karena perbuatan kita juga," usul Randy.
Mereka terus ngobrol soal Dara cs. Sementara itu di sebuah cafetaria, Dara cs lagi asyik merayakan kesuksesan besar karena telah berhasil membalas perbuatan Jaka cs. Mereka ketawa haha-hihi sambil makan kentang goreng, dan tiba-tiba UHUK-UHUK EHEK-EHEK. Dara keselek kentang goreng, habis dia makan sambil ketawa sih.
"Nah, sekarang gimana?" tanya Wita yang baru saja menepuk-nepuk punggung Dara.
"Ah, lega sekarang. Sialan banget, baru aja senang sedikit, udah sial." Dara menggerutu.
"Kualat lue, Ra," komentar Seli.
"Iya, kasihan juga kan tu cowok-cowok. Biarpun mereka udah bikin kita kesal, tapi enggak seharusnya kan kita berbuat begitu," timpal Dita.
"Alaaah... cowok kayak mereka enggak perlu dikasianin. Biar aja, itu menjadi pelajaran buat mereka agar jangan semena-mena sama cewek. Kalo enggak digituin, mereka pasti akan mengulangi lagi sama cewek-cewek lain. Emangnya, mereka pikir kaum cewek itu lemah apa?" jelas Dara.
Akhirnya, ketiga teman Dara bisa mengerti kenapa mereka harus berbuat begitu, hingga akhirnya mereka malah bangga karena telah berhasil melakukan perlawanan kepada cowok-cowok yang udah menganggap mereka lemah.

 

Malam harinya, dengan wajah yang masih babak belur Jaka cs tampak memasuki sebuah diskotik. Mereka sengaja pergi ke tempat itu untuk menghibur diri lantaran sakit hati plus sakit karena udah dibuat babak-belur. Agar enggak terlalu sakit, mereka pun mabuk-mabukan sehingga lupa diri. Hanya Randy saja yang enggak ikutan mabuk, dia tampak duduk termenung sambil mengusap-usap wajahnya yang dirasakan sakit. Begitulah Randy, pemuda baik yang salah memilih teman. Akibatnya, dia pun harus ikut menderita karena ulah teman-temannya. Benar apa kata Ustad Sanusi, kalo dekat tukang minyak wangi maka kita akan ikut wangi namun bila dekat pandai besi maka kita akan terkena percikan api.
Ketika waktu udah menunjukkan sekitar pukul 01.30 WIB pagi. Jaka cs bukannya langsung pulang tapi malah memasuki jalan Melawai untuk mencari Burespang (bubaran restoran jepang) istilah mereka untuk para cewek yang baru pulang kerja dari restoran jepang. Kini Kijang biru yang mereka tumpangi tampak berputar-putar—mencari sasaran, sialnya enggak seorang Burespang pun terlihat. Tiba-tiba Jaka melihat dua orang cewek yang cukup manis, tapi sayang mereka bukan Burespang. Mereka abal-abal yang lagi menunggu untuk diangkut.
"Manis..." godanya.
Kedua cewek itu cuek aja, mereka terus melangkah menuju ke sebuah mobil sedan yang cukup mewah. Kijang biru terus melaju, dan tiba-tiba Randy menghentikan mobilnya di dekat cewek-cewek yang lagi pada nongkrong di depan Restoran.
"Tu Burespang, Ka," unjuk Randy.
"Ah, itu sih bukan," jelas Jaka.
Jaka orangnya emang sok tahu, dan teman-temannya pun percaya saja. Soalnya mana ada Burespang pada jam segini, begitulah pikir teman-temannya. Mereka emang agak terlambat, dan para Burespang udah pada pergi semua.
"Udah, Ka. Mendingan kita cari Boy aja, bukankah kita udah janji mau ketemu dia malam ini," usul Jepri.
"Betul, Ka. Kayaknya burespang emang udah pada pulang semua. Liat aja di mana-mana udah sepi," timpal Jekky.
"Oke deh, kalo gitu. Yuk, Ran! Kita cabut," pinta Jaka dengan wajah kecewa.
Kini Kijang biru kembali melaju dan akhirnya keluar jalan Melawai untuk menuju ke jalan Mahakam. Sambil tengok kiri-kanan, mereka terus mencari-cari cewek yang barangkali saja ada yang bisa diangkut. Tiba-tiba Jekky melihat sebuah Kijang merah milik Boy tampak diparkir di pinggir jalan.
"Ran! Stop, Ran!" teriak Jekky, "Liat tu! Mobil si Boy. Ayo kita gabung!"
Lalu tanpa buang waktu, mereka pun segera memarkir mobilnya agak jauh dari mobil Boy cs. Kebetulan saat itu si Boy melihat mereka dan segera menghampiri.
"Kok baru datang?" tanya Boy.
"Iya, soalnya tadi kami ke diskotik dulu," jelas Jaka, "O ya, Di mobil loe ada siapa aja?" tanyanya kemudian.
"Ada Siska, Lita, Lara, dan Lola."
"Siapa mereka?" tanya Jaka.
"Anak-anak Burespang. Yuk, gue kenalin!" tawar Boy.
"Nanti aja deh, Boy. O ya, setelah ini elo mau ke mana?" tanya Jaka.
"Biasa… ke Maduma," jelas Boy.
"Ya udah, kalo gitu kita ketemu di sana," jelas Jaka.
"Enggak kenalan sama mereka dulu?" tanya Boy.
"Di sana aja deh," jelas Jaka lagi. "Yuk, Boy! Sampai nanti"
"Oke deh," kata Boy seraya melambaikan tangan.
Jaka cs langsung meluncur ke Maduma. Beberapa menit kemudian, Jaka cs tampak mulai memasuki gerbang Parkir Timur Senayan. Kini mereka tengah melaju menyusuri jalan yang lurus. Di kiri-kanan jalan terlihat mobil-mobil yang di parkir berjajar. Suara musik terdengar keras dan menghentak-hentak. Para muda-mudi terlihat bergerombol di dekat mobilnya masing-masing, mereka semua lagi pada senang-senang—ada yang lagi pelukan, ciuman, maupun cuma ngobrol-ngobrol sambil makan-minum dan haha-hihi. Para pedagang dadakan tampak mengais rezeki di tempat itu, juga para pengamen jalanan yang enggak mau ketinggalan—mereka menawarkan tembang pelipur lara. Pokoknya suasana benar-benar ramai. ‘MADUMA’ (Masuk Duduk dan Mabuk) itulah plesetan dari tempat nongkrong yang pernah ada di situ, tapi ada juga yang bilang, (Makan duduk dan Main). Main-nya bebas, boleh main klakson, main gas, dll. Tapi kata seorang cowok, yang enak itu mainin cewek, walah... walah.... Seorang bences bilang, kalo MADUMA itu (Mabuk Duduk dan Mati). Bagaimana enggak mati, kalo mabuknya sampai over dosis.
Kini Jaka cs udah memarkir mobilnya dan langsung berlari ke tempat gelap untuk pipis. Enggak lama kemudian, dia udah kembali dan segera nongkrong bersama teman-temannya sambil makan dan minum untuk menikmati suasana malam yang ramai. Mereka terus ngobrol sambil terus menunggu Boy cs.
Saat lagi bete menunggu, tiba-tiba seorang cewek dengan body yang aduhai tampak memperhatikan Randy. Jaka yang mengetahui hal itu langsung berbisik. "Ran, ada cewek yang minat ama elo tuh," katanya  memberitahu.
"Ah, males, Ka. Tu cewek pasti lagi mabuk Pletokan. Sama, kayak loe juga, bau naga."
"Payah loe, Ran. Ada cewek yang mau, malah dicuekin. Eh, Jek, Jep! Kalian mau cewek enggak? Tuh, di sana ada yang ngasih kode."
Jekky dan Jepri segera melihat ke arah yang dimaksud. Dan enggak lama kemudian, keduanya udah menghampiri cewek itu.
"Hi, boleh kenalan enggak?" tanya Jekky.
"Boleh aja,"  katanya sambil tersenyum genit.
"Gue Jekky, dan yang ini Jepri."
"Gue Rini."
"Rin, kita makan dulu yuk. Soalnya gue lapar banget nih!" ajak Jekky.
Lantas tanpa ragu, cewek itu pun mengikuti mereka berdua menuju penjual hamburger. Sementara itu, Jaka dan Randy tampak santai menikmati suasana malam yang asyik. Saat itu, tiba-tiba Randy melihat seorang cewek yang lagi mabuk, kayaknya dia lagi marah-marah dengan seorang anak kecil berusia 12 tahun. Dengan bahasa Inggris si cewek berkata-kata, dan anak kecil yang ternyata seorang anak jalanan cuma terdiam—dia sama sekali enggak ngerti dengan ucapan si cewek. Kemudian si cewek mencium anak itu, dan anak kecil itupun kayaknya menikmati. Sampai beberapa kali mereka berciuman, hingga akhirnya anak kecil itu pergi dengan ber-highfive kepada si cewek. Kayaknya anak itu emang udah biasa nongkrong di tempat itu, dan dia bertingkah enggak seperti anak seusianya.
"Ran, itu si Boy!" ujar Jaka tiba-tiba.
Mereka terus memperhatikan Kijang merah yang melaju dan akhirnya parkir agak jauh dari situ. Bersamaan dengan itu, Jekky dan Rino baru saja kembali, sedangkan cewek yang bersama mereka tadi, kini sedang menaiki sebuah mobil sedan yang akan meninggalkan tempat itu.
"Dag Jekkyyy, Jepriii, Emmmuuuah!" teriak si cewek dengan sun jauhnya.
"Jek, Jep, Ran, yuk kita temui Boy cs!" ajak Jaka.
Setelah berkata begitu, Jaka cs segera melangkah untuk menemui Boy cs, mereka berjalan sambil lihat kiri-kanan. Selintas Jaka melihat seorang cewek yang lagi berdiri bersandar pada seorang cowok, mereka berdiri saling berhadapan.
"Enak kaliiiii," bisik Jaka berkomentar.
Randy tampak menelan air liur, kayaknya dia juga mau disenderin sama cewek kayak begitu. Maklumlah, dia itu kan seorang cowok normal yang kalo ngeliat hal seperti itu tentu membuatnya kepingin. Enggak lama kemudian, mereka tiba di tempat Boy cs lagi pada nongkrong.
"Eh, kenalin nih teman-teman gue," kata Boy mengenalkan Jaka cs kepada anak-anak Burespang. Kemudian Jaka cs tampak menyalami cewek-cewek itu dan memperkenalkan diri.
"Gue heran, elo semua kok pada babak-belur, emangnya kalian habis tauran di mana?" tanya salah satu Dari mereka yang bernama Lola.
"Sebenarnya kita tauran enggak sengaja, lantaran cuma sial aja. Dan karena tauran itulah kita-kita malah jadi kenal sama kalian," jawab Jaka.
"Kok bisa begitu?" tanya cewek Burespang yang lain.
Jaka pun segera menceritakan pertemuannya dengan Boy cs, namun dia enggak menceritakan bagian dimana dia mengerjai Dara cs. Hingga akhirnya Boy, Berry, Gero, Cepi, Jaka, Randy, Jekky, Jepri, Siska, Lita, Lara, dan Lola pada ngedepor di jalanan, mereka ngobrol and becanda-becindi—saling cela and pada haha-hihi.
Hari makin pagi dan Maduma pun tampak mulai sepi, namun begitu Jaka cs masih tetap bertahan. Sekitar pukul 4.00 WIB, mereka baru bergegas untuk mengantarkan cewek-cewek burespang ke rumahnya masing-masing. Dua cewek di angkut boy cs, dan yang dua lagi diangkut Jaka cs.

 

Esok harinya, sekitar pukul 12 malam. Kijang biru lagi-lagi terlihat memasuki jalan Melawai. Kali ini, Jaka cs mau mencari sasaran baru. Maklumlah, mereka emang udah niat banget mau cari burespang, dan karenanyalah mereka sengaja datang lebih awal. Sambil menunggu bubaran, Jaka terlihat membuka halaman tabloid dewasa. Bukannya membaca cerita-cerita yang hot, tapi dia malah melihat angka-angka undian gelap. Dengan sebuah ball-point dan buku kecil, Jaka mulai memainkan angka-angka itu. Dia ngecak dengan antusias banget, soalnya nomor besok harus tembus. Kalau enggak, bisa-bisa dompetnya kosong. Sekarang Jaka emang lagi miskin, soalnya dana dari orang tua belum juga turun. Untuk mengisi bensin kijangnya kemarin saja, dia mesti minta sama Burespang.
Sedang serius-seriusnya ngecak, tiba-tiba lampu yang ada di depan restoran padam. Jaka pun menghentikan kegiatannya, soalnya saat itu restoran emang udah mau tutup—dan sebagian burespang tampak udah pada keluar. Jaka melihat body-body seksi keluar satu per satu. Dia tampak memperhatikan setiap wajah mereka dengan seksama.
"Wah… Enggak ada yang bening, Ran." Jaka berkomentar.
"Kita pindah ke restoran di yang itu yuk!" ajak Jaka.
Kini mereka melangkah menuju restoran yang ada di seberang jalan, sedang mata mereka tampak terus mengamati cewek-cewek burespang yang berlalu lalang.
"Nah! Ini baru bening-bening," komentar Jaka lagi.
"Hallo manis,"  sapa Jaka kepada cewek yang benar-benar oke.
Si cewek tampak cuek saja, terus ngeluyur tanpa menengok sedikitpun.
"Hallo!" kata Jaka lagi kepada cewek yang lain.
Lagi-lagi si cewek cuek saja. Setelah sekian lama menyapa dan enggak ada yang nyangkut, akhirnya Jaka mulai putus asa. "Gila banget, Ran. Masa sih enggak ada yang bisa diajak kenalan."
"Mungkin mereka burespang baik-baik, Ka."
"Mungkin juga, Ran."
"Wah, Ka. Kayaknya mereka high class, lihat aja tu yang pada menjemput. Mobilnya cing... enggak kuaaat," jelas Jepri.
"Pantesss," komentar Jaka.
"Eh! Itu kan Lola, Ka," komentar Jepri ketika melihat salah satu burespang yang ada di depan restoran sebelah, "Panggil gih, Ka"
"Enggak ah, Jep. Itu namanya menyalahi kode etik pergaulan."
"Lho, emangnya kenapa?" tanya Jepri heran.
"Soalnya, kita kan lagi nyari cewek yang baru. Entar kalo mereka tau, mereka enggak mau lagi sama kita."
"Cuek aja, Ka. Bilang aja kita lagi nungguin Boy," celetuk Jekky.
"Oke deh," kata Jaka seraya teriak emanggil Lola dengan suara keras dan segera menyembunyikan wajahnya dengan tabloid yang sedang dipegangnya.
Di kejauhan Lola terlihat celingukan, "Siapa sih yang manggil-manggil," katanya sedikit kesal.
"Sudah sana, Ka! Buruan samperin!" pinta Randy.
"Enggak ah," tolak Jaka.
"Emangnya kenapa?" tanya Randy.
"Enggak lihat apa, tu? Di sana ada mobil Boy. Entar kita disangka ngerebut jalur,  lagi."
Akhirnya Jaka cs, pergi diam-diam dan langsung menuju ke MADUMA. Mereka berniat menemui Boy cs di tempat itu.

 

Sudah seminggu lamanya Jaka cs dan Boy cs nongkrong bareng. Hingga akhirnya Jaka cs ngerasa bosen juga. Bukan bosen sama cewek-cewek itu, tapi bosen lantaran Boy cs yang keseringan sama cewek-cewek itu. Kini mereka berniat banting setir untuk mengajak cewek-cewek itu tanpa sepengetahuan Boy cs. Namun Jaka cs enggak akan melakukan aksi itu sekarang, soalnya malam ini mereka mau melakukan sebuah aksi yang berbau supra natural (Sebuah aksi yang berhubungan dengan dunia lain alias berhubungan dengan dunia gaib). Namun sebelum melakukan aksinya itu, Jaka cs mampir dulu di sebuah Restoran cepat saji yang ada di Menteng.
Betapa terkejutnya Jaka cs ketika mengetahui Dara cs juga berada di tempat itu. Pucuk di cinta ulam pun tiba. Begitulah kata mereka yang kini teringat kembali akan kejadian tempo hari, dimana saat itu wajah mereka udah dibuat babak-belur. Akhirnya Jaka cs enggak jadi mampir, mereka malah bersembunyi di dalam mobil sambil menunggu Dara cs pergi dari tempat itu.
Setelah menunggu agak lama, akhirnya Dara cs keluar restoran. Dan begitu mereka melaju dengan mobilnya, Jaka cs pun segera mengikuti. Hingga akhirnya, di sebuah jalan yang agak sepi, Jaka cs tampak menyalip dan menghadang mobil Dara cs.
"Wah… Gawat, Ra. Sepertinya itu mereka," ucap Wita panik.
"Gimana dong, Ra? Sepertinya mereka mau berbuat jahat," kata Dita ketakutan.
"Aduh, Ra. Jangan-jangan, mereka mau..." timpal Seli khawatir.
"Mau apa, Sel?" tanya Dita makin ketakutan.
"Tenang.... kalo mereka macam-macam, kita tabrak aja. Mobil Wita kan gede," jawab Dara santai seraya menyimpan kotak teka-tekinya yang masih belum juga bisa dibuka.
"Enak aja loe. Elo senang ya, kalo gue kena damprat ortu," tolak Wita.
"Oke deh, kalo begitu lebih baik kita kabur aja," usul Dara.
"Kabur? Kabur ke mana, Ra?" tanya Seli.
"Ke mana kek, pokoknya kabur. Oke, Wit! Siap-siap mundur!"
"Hallo Semua. Apa kabar?" sapa Jaka seraya memperhatikan mereka sambil tersenyum ramah.
Mereka yang di dalam mobil pada bingung dan saling berpandangan, dalam hati keempat cewek itu tampak bertanya-tanya.
"Eng... eh... hehehe...! Baik," jawab Dara sambil cengengesan.
"Kita ke cafe yuk!" ajak Jaka.
"Kalian mau balas dendam ya?" tanya Dara curiga.
"Enggak kok, kita-kita kan udah ngelupain kejadian kemarin," jawab Jaka meyakinkan.
"Beneran nich...?" tanya Dara ragu.
"Iya, Ra. Masa gue bohong sih," jawab Jaka lagi.
"Kok kalian enggak marah sih?" tanya Dara heran.
"Mulanya sih kami marah, tapi setelah kami pikir-pikir kami juga sih yang salah," jelas Jaka.
"Makanya jangan suka ngerjain orang. Kalau begitu maafin perbuatan kami ya!" ucap Dara.
"Udah kami maafin kok. O ya, gimana? Mau ikut ke cafe enggak?" tanya Jaka lagi.
"Oke deh, kalo begitu kita mau," jawab Dara.
Jaka cs segera masuk ke mobil dan meminta Dara cs jalan lebih dulu. Setelah mobil Dara cs melaju, Jaka cs pun segera mengikuti. Hingga akhirnya mereka sampai di sebuah cafe. Sambil mendengarkan life musik mereka ngobrol ngalor-ngidul soal kegiatan masing-masing.
Sepulang Dari cafe, Jaka cs enggak langsung pulang. Tapi, mereka mau melaksanakan sebuah aksi yang sebelumnya udah mereka rencanakan. Saat ini mereka tengah melangkah memasuki sebuah rumah tua yang udah lama enggak ditempati pemiliknya. Rupanya mereka mau main dadu jailangkung untuk mencari kode undian gelap. Semua itu ide Jaka yang udah mulai putus asa karena setiap kali ngecak sendiri, nomor yang dipasangnya enggak pernah tembus. Padahal, udah beberapa kali Randy mencoba menasihati, tapi Jaka tetap saja ngotot. Katanya sekali ini saja, kalo tembus dia enggak akan masang undian gelap lagi. Karena Jaka udah berjanji, akhirnya Randy pun enggak keberatan.
Kini cowok-cowok itu udah duduk melingkar di hadapan batok kelapa yang menutupi dua buah biji dadu, kecuali Randy yang tidak mau ikut terlibat—dia cuma memperhatikan ketiga temannya dari tempat yang agak jauh. Berbagai persyaratan yang sengaja dibeli Jaka siang harinya udah dipenuhi dengan baik. Seperti minyak apel jin, kembang tujuh rupa, jajanan pasar plus kopi pahit kopi manis, cerutu, dan kemenyan. Sekarang mereka mulai emanggil jailangkung untuk memasuki batok kelapa itu dan menggerakkan kedua dadu yang berada di dalamnya. Pada saat itu Randi cuma mengawasi, dia enggak mau terlibat untuk memanggil jin fasik yang akan memainkan kedua dadu itu.
Kini ketiga cowok yang akan melakukan permainan itu masih duduk mengelilingi dadu jailangkung. Saat itu suasana benar-benar tampak mencekam, bau kemenyan dan aura negatif yang menyelimuti tempat itu sempat membuat bulu kuduk cowok-cowok itu merinding seketika. Apa lagi ditambah dengan udara dingin serta lolongan anjing yang terdengar di kejauhan. Namun begitu, ketika cowok yang kini udah menjadi teman setan itu terus melanjutkan aksinya. Saat itu Randy sungguh sangat menyesalkan tindakan teman-temannya. Padahal, dia sudah memberi tahu kalo perbuatan itu sudah menduakan Tuhan, dan dosa karena perbuatan itu enggak akan diampuni.
"Jailangkung... jailangkung... datang ngocok dadu, datang ngocok dadu!" ucap Jaka, Jepri, dan Jekky bersamaan.
Dan enggak lama kemudian, terdengarlah suara kedua dadu yang bergerak di dalam batok kelapa yang menutupnya. Setelah enggak terdengar suara, Jaka segera membukanya.
"Empat"
 "Jailangkung... jailangkung... datang ngocok dadu, datang ngocok dadu!"
Enggak lama kemudian, kejadian serupa terjadi lagi.
"Tujuh"
Begitulah mereka mengulanginya sampai empat kali.
Sehingga mendapat empat digit angka yang diyakini akan tembus
"Semuanya 4732"
"Hore!!! Kita berhasil. Lihat nih, kita dapat empat angka," kata Jaka gembira.
"Besok kita akan tajir man," timpal Jepri senang.
"Yup, besok kita bakal pesta besar-besaran cing," sambut Jekky.
Saat itu Randy cuma bisa geleng-geleng kepala sambil mendoakan teman-temannya yang sudah menduakan Tuhan itu mau bertobat dan enggak akan mengulanginya lagi. Randy menduga apa yang dilakukan oleh teman-temannya itu disebabkan oleh kebodohan mereka, bukan lantaran mereka emang sudah paham betul namun masih nekad juga mau melakukannya.
Setelah mendapat apa yang Jaka inginkan, akhirnya mereka segera pergi meninggalkan tempat itu. Namun mereka bukannya langsung pulang, tapi malah mampir dulu ke sebuah gardu hansip yang biasa dipakai nongkrong oleh teman-teman sekampung Jaka. Di tempat itulah, Jaka tampak asyik main judi bersama keenam temannya, sementara itu Randy dan beberapa orang teman Jaka yang bokek tampak cuma menonton saja.
"Mati... " kata Jaka seraya meletakkan kartunya.
"Ah, payah loe. Dari tadi mati terus," komentar salah satu temannya yang menonton.
"Habis mau gimana lagi, kartu gue jelek terus sih," jelas Jaka seraya memperhatikan keenam temannya yang masih main.
"Gimana?" tanya Jepri.
"Gue mati," kata salah seorang dari mereka.
"Lanjut, Jek!"
"Lima ribu," gertak Jekky.
"Ikut, siapa takuut," kata Jepri.
"Gue mati," kata salah seorang yang melihat kartunya enggak ada harapan.
"Gue ikut deh," kata Codek agak ragu.
"Gue ikut," kata Parman yakin.
"Buka deh!"
"Murni gede," ucap Jepri
Mendengar kata itu yang lain langsung terlihat lemas.
 "Hahaha narik lagiiii," ucap Jepri senang, karena dia udah tiga kali menang berturut-turut.
Para cowok-cowok itu terus bermain judi hingga pagi hari, Randy yang emang udah mengantuk berat tampak tertidur di pojok gardu. Untunglah hari itu enggak ada penggerebekan polisi. Coba kalo ada, Randy yang enggak ikutan main pasti juga akan ikut diciduk lantaran berada di tempat yang salah.

 

Esok malamnya, sekitar pukul tujuh malam. Jaka cs terlihat tengah nongkrong di sebuah warung yang biasa dijadikan tempat mangkal penjual undian gelap. Hari ini, Jaka, Jekky, dan Jepri mau memasang nomor yang didapatnya kemarin. Di tempat itu, beberapa orang terlihat sedang asyik memasang undian gelap. Mereka terlihat antusias banget.
"45, nomor itu kayaknya bakal keluar, Har," komentar salah seorang dari mereka.
"Enggak ah, gue mau pasang nomor 65. Sepertinya itu nomor jitu," tolak pemuda yang dipanggil ‘Har’ itu.
Sementara itu, beberapa orang yang juga mau memasang tampak asyik mengutak-atik angka—’ngecak’ istilah mereka. Orang-orang itu tampak serius memainkan angka dengan mistik lama maupun mistik baru. (Mistik adalah istilah mengganti angka tertentu dengan angka yang menjadi pasangan pada nilai mistiknya. Kalau masih bingung, jangan dipikirin! Enggak ada gunanya. Lebih baik dilanjut aja...) Ketika sedang serius-seriusnya ngecak, tiba-tiba sebuah sepeda motor melintas dengan suara yang keras banget, WOEEET... WOEEEEEET. Kontan saja mereka terkejut seketika itu juga.
"Sialan! Gue sumpahin tabrakan loe!" umpat salah seseorang yang dibikin kaget.
"Iya... mampus juga tu orang," timpal temannya yang juga terkejut.
Enggak jauh dari warung itu, terlihat beberapa orang yang sedang mencari-mencari ‘kode alam’—istilah mereka ketika melihat hal-hal yang sekiranya jarang ada.
"Nah tu, ada kode alam. Orang gila minta rokok. Lekas elo tanya nomor yang bakal keluar!" suruh salah seorang pada temannya.  
Kemudian orang yang disuruh itu segera mendekati orang gila yang baru saja minta rokok. Emang jaman ini udah edan, orang waras minta nomor sama orang gila. Sebenarnya yang waras itu siapa? Dan yang gila itu siapa? Entah kenapa di masyarakat masih ada saja yang namanya undian gelap. Biarpun sudah sering di gerebek polisi, undian gelap itu tetap saja masih ada—walaupun tidak seramai dulu. Dan itu karena usaha polisi yang tak kenal lelah untuk memberantasnya, namun entah sampai kapan pihak aparat itu mau terus konsisten sehingga membuat undian gelap itu hanya tinggal kenangan. Di saat undian gelap mau tinggal nama, kini muncul undian terselubung yang berupa kuis interaktif di televisi. Sekilas emang seperti kuis, namun jika dicermati dengan baik hal itu adalah judi. Coba bayangkan, untuk mendapatkan hadiah pemirsanya diharuskan menjawab pertanyaan yang mudah sekali, yaitu melalui SMS yang harganya Rp. 2000/SMS. Kuis itu terus berkesinambungan dan dengan hadiah yang terus meningkat. Keinginan mendapat hadiah dengan cara mudah dan dengan mengeluarkan modal yang relatif murah dan terus berkesinambungan adalah judi. Ya judi… apapun bentuknya selama masih ada bandar dan ada pemainnya yang sama-sama mau untung cepat adalah judi. Semua itu emang udah menjadi dilema di tengah-tengah masyarakat. Maklumlah, masalah ini kan emang udah ada sejak jaman kuda gigit besi. Dan hal itu emang enggak gampang buat diatasi. Dan cara mengatasinya emang enggak mungkin dengan cara yang batil, mengadakan undian resmi atau membuat lokalisasi misalnya. Mungkin yang terbaik itu cuma dengan jalan membuat para pelakunya sadar kalo perbuatan itu emang enggak baik buat dilakukan, yaitu dengan menciptakan kondisi lingkungan yang sehat (Islami). Semoga dengan demikian, pikiran yang semula sakit bisa menjadi sehat dan akhirnya bisa membuang kebiasaan buruk itu. (Ups…!!! Sorry… Kenapa penulis malah jadi ngebahas masalah yang pelik itu. OK, sebaiknya sekarang kita pindah bab aja…)