E-Book dan Game Gratis

E-book                      Game & Software
Bagi anda yang ingin membaca secara offline, silakan download format e-book-nya di sini!

Topeng Kuning - Bagian 5

LIMA
AKSI TOPENG KUNING

 

Pada suatu siang, matahari tampak mulai condong ke barat, sinarnya yang menyengat berpadu dengan dinginnya udara pegunungan. Saat itu, di sebuah lembah yang indah, sekelebat bayangan merah, kuning, dan hitam tampak melayang di atas hamparan hutan yang membentang luas, kemudian dengan cepat mendarat di sebuah tebing yang curam. Dialah Bobby yang sedang berlatih dengan kostum bertopeng kuning di sekitar Curug Nangka. Dia sudah berlatih sejak pagi-pagi sekali, mencoba semua kemampuan yang dimiliki oleh kostum canggih itu.
Selama berlatih, pemuda itu sempat melakukan beberapa kesalahan. Salah satunya ketika dia sedang melakukan lompatan super untuk menaiki sebuah tebing yang cukup tinggi. Sungguh pemuda itu telah salah mengukur tanaga yang akan digunakan, dan akibatnya, dia tidak sampai di atas tebing dan akhirnya terjerembab ke tanah dengan begitu keras. Untunglah kostum itu dilengkapi dengan sistem tahan guncangan yang membuatnya tidak sampai cidera, pemuda itu hanya merasa pusing dan sedikit mual karena merasakan ‘G’ (‘G’ Gravity, gaya grafitasi). Maklumlah, hari ini adalah hari pertamanya berlatih di luar pesawat. Jadi, dia belum sepenuhnya mengusai semua kemampuan yang ada pada kostum itu.
Bobby terus berlatih dan berlatih, berusaha keras untuk dapat mengusai kostumnya hingga menjelang sore. Sementara itu di tempat lain, seorang wanita bule bertubuh gemuk dan berkaca mata hitam tampak melangkah di atas trotoar sebuah toserba. Wanita bule non muslim itu mengenakan topi bermotifkan bunga-bunga berwarna biru. Topi yang bertengger di kepalanya itu tampak begitu serasi dengan gaun biru yang dikenakannya. Selain itu, dia juga mengenakan perhiasan yang cukup mengundang perhatian. Pada pergelangan tangannya berjajar gelang emas, sedangkan di lehernya tergantung kalung mutiara. Wanita tua itu terus melangkah dengan santai sambil menenteng sebuah tas yang terbuat dari kulit buaya.
Ketika wanita tua itu sedang asyik melangkah, tiba-tiba sebuah sepeda motor yang dikenal dengan ‘Setan Jalanan’ melaju mendekat dan mendadak berhenti persis di depannya. Orang yang diboncengi segera turun sambil mengeluarkan sebilah pisau dari balik jaketnya yang berwarna hitam, lalu dengan serta-merta menodongkannya kepada si Wanita tua itu. "Hei, jangan berteriak! Kalau kau mau selamat, cepat lepaskan semua perhiasanmu dan masukan ke dalam tasmu itu!" katanya mengancam.
Karena takut, wanita tua itu pun menurut. Dia segera melepaskan seluruh perhiasannya dan memasukkannya ke dalam tas. Pada saat itu si penjahat segera merampasnya dan langsung melarikan diri. Melihat si penjahat melarikan diri, si Wanita tua hanya bisa berteriak, "Rampok…rampok…!!!"
Pada saat yang sama, Sinta dan seorang teman wanitanya yang baru saja keluar dari toko tampak begitu terkejut mendengar teriakan itu. Namun ketika melihat Setan Jalanan yang melintas dengan kecepatan tinggi, barulah dia menyadari apa yang telah terjadi. Gadis itu pun segera mengaktifkan Alkom-nya dan menghubungi Haris. "Har, aku perlu bantuanmu segera!" pintanya agak panik.
Haris yang saat ini sedang sibuk memantau Bobby tampak terkejut, "Ba-bantuan? Memangnya apa yang telah terjadi?" tanya pemuda itu  cemas.
"Seorang wanita tua baru saja dirampok, Har. Pelakunya menggunakan sepeda motor," jelas Sinta.
"O, aku kira kau yang dalam bahaya," kata Haris lega. "Kalau begitu, cepat beritahu aku ke mana arah lari penjahat itu!" pintanya kemudian.
Sinta pun segera memberikan keterangan mengenai arah lari si Perampok. Pada saat yang sama, Haris tampak mencatat koordinat lokasi yang didapatnya dari Alkom Sinta.
Tak lama kemudian, "Sudah ya, Har. Sekarang aku akan menghubungi pihak yang berwajib," jelas Sinta.
"Oke Sin. Bye..."
Setelah memutuskan hubungan komunikasi, Haris segera menghubungi Bobby yang masih saja giat berlatih. "Bob, ada tindak kejahatan. Bersiaplah untuk pindah lokasi!" pintanya kepada Bobby.
"Apa! Tindak kejahatan. Kejahatan apa, Har?" tanya Bobby agak terkejut.
"Sudahlah…! Jangan bertanya-tanya dulu! Sekarang aku akan segera mengaktifkan Mestrans I," kata Haris seraya mengganti tampilan layar monitor di mesin pemantau konstum menjadi tampilan yang sama persis dengan yang ada di mesin Peminda. Baru-baru ini, Haris telah mengetahui bahwa Mestrans I juga bisa dioperasikan melalui mesin pemantau kostum. Karenanyalah dia tidak perlu menuju ke anjungan jika hendak mengoperasikan mesin tersebut.
Sementara itu di lokasi kejadian, dua orang pemuda tampak sedang menuju ke depan toserba—tempat ketika Sinta menghubungi Haris. Ketika mereka sedang asyik melangkah, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh seberkas sinar yang tiba-tiba muncul di depan toserba, kemudian dengan cepat berubah menjadi seorang manusia super. Saat itu keduanya langsung tertegun dengan mulut yang menganga lebar. Kini manusia super yang ternyata si Bobby tampak sedang memperhatikan keadaan sekitarnya. "Oke, Har. Sekarang aku sudah ada di lokasi. Kini aku harus menuju ke mana?" tanyanya kemudian.
Haris pun segera memberitahu arah lari penjahat itu, dan setelah mendapat petunjuk, “Ok, Har. Kalau begitu, aku akan segera mengejarnya," jelas Bobby seraya melesat pergi, dia mengejar kedua penjahat itu dengan menggunakan fasilitas lari cepat. Kini dia sedang berlari di antara kendaran bermotor. Gerakannya tampak begitu lincah, menyelinap di setiap celah yang kosong. Sementara itu, orang-orang yang melihatnya tampak terheran-heran. Dalam hati, mereka pun jadi bertanya-tanya, siapakah gerangan yang sedang berlari secepat itu?
Kini Bobby mulai memasuki jalan yang terlihat agak sepi. Tak lama kemudian, dia sudah berhasil menyusul buruannya. Pada saat itu, si Penjahat yang sedang mengemudikan motor tampak terkejut ketika melihat kemunculan Bobby yang dalam sekejap sudah menghadangnya jalannya. Ketika motor hampir menabrak, dengan serta-merta Bobby bersalto dan menangkap kerah jaket yang dikenakan si Pengemudi, kemudian dengan sebuah hentakan kuat, pemuda itu memaksanya keluar dari jok sepeda motor. Tak ayal, pengemudi itu pun terpelanting dan terjatuh ke tepi jalan. Pada saat yang sama, Bobby tampak mendarat dengan mulus. Sementara itu, penjahat yang diboncengi tampak panik mengikuti motor yang terus melaju ke tepi selokan, hingga akhirnya sepeda motor itu berhenti setelah masuk ke dalam selokan.
Kini Bobby tampak sedang mengikat kedua penjahat itu dengan tali rem sepeda motor, setelah itu dia segera menghubungi Haris untuk memindahkan kedua penjahat beserta barang buktinya ke tempat kejadian. Dalam sekejap, kedua penjahat dan barang bukti itu sudah dipindahkan ke depan toserba sesuai dengan koordinat yang sudah dicatat sebelumnya. Saat itu, para aparat yang sedang bertugas dan orang-orang yang sedang menonton peristiwa perampokan tampak terheran-heran dibuatnya, mereka benar-benar bingung dengan kemunculan kedua penjahat yang sudah dalam keadaan terikat. Kini para aparat sedang mengurus kedua penjahat itu untuk dimintai pertanggungjawabannya.
Kedua penjahat itu adalah orang-orang muslim awam yang telah di doktrin untuk menghalalkan harta milik non muslim agar bisa dimiliki, mereka adalah orang-orang suruhan kaum munafik yang ingin memberontak lantaran tidak senang dengan pemerintahan yang islami. Untunglah mayoritas penduduk tidak termakan oleh doktrin yang mereka sebarkan, sebab mayoritas penduduk memang senantiasa setia dengan Khalifah yang mana telah dipilih berdasarkan petunjuk Tuhan. Bila mereka berani berhianat dengan mengikuti doktrin kaum munafik itu, sama saja dengan menghianti Tuhan.
Malam harinya, berita di televisi ramai memberitakan kejadian sore tadi, seorang pahlawan super telah hadir di kota Jakarta. Manusia berkostum dengan warna hitam, merah, dan kuning telah menangkap dua orang penjahat yang selama ini membuat resah para turis asing yang berkunjung ke Jakarta. Kini seorang reporter sedang berbicara mengenai berita itu, "Para pemirsa, seorang pahlawan super telah hadir di kota kita. Dia mengenakan topeng berwarna kuning. Siapakah orang yang bertopeng kuning atau ‘si Topeng Kuning’ itu? Marilah kita dengar komentar dari orang-orang yang sempat menyaksikan kejadian itu!" katanya kepada para pemirsa.
"Kejadian itu memang benar-benar aneh," kata seseorang yang diwawancara.
"Benar, tiba-tiba saja orang bertopeng kuning itu muncul di depan toserba," timpal salah seorang yang berada di sebelahnya. "Sepertinya dia memang bukan orang biasa, dia bisa berlari melebihi kecepatan kendaraan bermotor," sambungnya kemudian.
Segala komentar mengenai si Topeng Kuning terus bergulir, sampai akhirnya. "Demikianlah pemirsa. Jangan ke mana-mana! Karena kami akan kembali setelah pesan-pesan berikut," kata si Pembaca Berita mengakhiri berita yang dilaporkannya.

 

Satu minggu kemudian. Tepatnya di daerah Cilebut Bogor, tak jauh dari kota Jakarta. Di malam yang agak mendung sekitar pukul tujuh malam, seberkas sinar mendadak muncul di tengah-tengah kebun yang tak terurus. Seiring dengan lenyapnya sinar itu, terlihatlah sebuah benda bulat yang memiliki diameter kurang lebih dua setengah meter. Benda itu berdiri tegak di atas kaki penopangnya yang berjumlah enam buah, dan di bagian sisinya terdapat sebuah pintu yang bergambar tangan sedang menggenggam bola dunia.
Tiba-tiba pintu benda itu tampak terbuka ke arah bawah dan beralih fungsi menjadi sebuah tangga, persis sekali dengan pintu yang ada di pesawat komersial. Kini seorang berkostum aneh dengan rambut yang dikuncir tampak keluar. Dia mengenakan topeng yang menutupi separo wajahnya, yaitu dari atas dahi hingga sebatas hidung. Topeng itu mempunyai warna yang berbeda pada kedua sisinya. Sisi sebelah kiri berwarna kuning, sedangkan yang sebelah kanan berwarna hitam. Pada kedua bagian matanya tampak tertutup dengan lensa cembung yang juga berbeda warna. Mata sebelah kiri berwarna hijau dan yang sebelah kanan berwarna merah.
Kini orang itu berjalan di kegelapan malam dengan pandangan malam yang dilihat dari mata kirinya. Dia terus melangkah menuju ke arah rel kereta api yang memang tidak begitu jauh. Pada saat yang sama, sebuah KRL (Kereta Rel Listrik) Pakuan Express jurusan Bogor-Jakarta sedang melaju dengan kecepatan tinggi dan sebentar lagi akan melintas di tempat itu. Ketika KRL itu melintas, dengan serta-merta orang tadi langsung melompat ke arah KRL yang sedang melaju begitu kencang. Tubuhnya melesat cepat dan hinggap di sisi gerbong, kedua tangannya berpegangan pada sebuah besi di dekat sambungan. Tampaknya orang itu memanglah bukan orang biasa, sebab tidak mungkin orang biasa bisa melakukan hal yang menakjubkan seperti itu.
Kini orang itu sudah berada di atap gerbong dan sedang berlari menuju ke gerbong terdepan. Sesampainya di tempat itu, dia langsung berdiri tegak sambil memperhatikan tangan kanannya yang terbuat dari besi, kemudian dengan serta-merta dia menekan sebuah tombol yang ada di pergelangan tangan besinya itu. Mendadak dari sela jari-jarinya menjalar seberkas sinar berwarna biru yang pada akhirnya menyelubungi seluruh tangan besinya. Rupanya saat itu dia sedang bersiap-siap untuk menjebol atap gerbong dengan kekuatan tangan besinya. Benar saja, dalam waktu singkat dia sudah berhasil menghujamkan tangannya ke atap gerbong dan mengkuaknya bagaikan merobek kertas. Setelah atap itu terkuak cukup lebar, si Tangan Besi segera melompat masuk dan mendarat dengan angkuhnya. Beberapa orang yang berada di dalam gerbong tampak ketakutan lantaran melihat si Tangan Besi yang masuk dengan cara demikian, namun hal itu sama sekali tak berlaku buat seorang turis asing bertato yang bertubuh kekar, dia tampak memberanikan diri menghapiri si Tangan Besi dan mencoba untuk menantangnya. Saat itu, tatapan matanya yang biru tampak tajam—merendahkan si Tangan Besi.
Lantas dengan serta-merta turis asing berambut pirang itu menyerang si Tangan Besi, dia memukul perut penjahat super itu dengan keras sekali. Namun sungguh disayangkan, pukulan itu bukannya membuat si Tangan Besi kesakitan tapi justru membuat tangannya sendiri terasa remuk karena memukul perut yang sekeras baja. Si Turis Asing Bertato itu tampak meringis kesakitan sambil memegang tangannya yang tampak memar. Pada saat itu, si Tangan Besi langsung mencengkram leher si Turis Asing dengan tangan besinya, kemudian mengangkatnya tinggi-tinggi seperti orang sedang bersulang minuman. Saat itu si Turis Asing langsung meronta-ronta berusaha melepaskan diri, kakinya tampak menendang-nendang tidak karuan. Melihat itu, si Tangan Besi tampak menyeringai mengejek, kemudian dengan segera dia mencekik leher si Turis Asing itu dengan kekuatan tangan besinya. Tak ayal, saat itu juga leher si Turis Asing langsung remuk seketika. Matanya tampak melotot dengan lidah yang terjulur keluar, darahnya pun tampak mengalir dari mulut dan hidungnya. Kemudian si Tangan Besi segera melemparkannya seperti membuang kaleng minuman yang baru saja diremas.
Orang-orang yang menyaksikan kejadian itu tampak bergidik takut bukan kepalang, kemudian dengan segera mereka berlarian ke gerbong belakang sambil berteriak histeris. Saat itu Si Tangan Besi tidak mengejar lantaran memang bukan itu tujuannya masuk ke kereta. Kini dia tampak melangkah mendekati pintu masinis dan langsung membukanya dengan paksa. Tak lama kemudian, dia sudah masuk ke ruangan itu sambil memperhatikan kedua orang masinis yang sedang bingung melihat kehadirannya.
"Si-siapa kau?" tanya seorang masinis kepadanya.
Si Tangan Besi bukannya menjawab, tapi malah mengusir keduanya. "Minggir kalian!!! Kalau mau selamat, cepat pergi dari sini!!" usirnya lantang.
Mendengar itu, kedua masinis itu langsung naik pitam dan segera menyerang si Tangan Besi. Namun sungguh disayangkan, mereka itu bukanlah tandingan si Tangan Besi. Dalam waktu singkat keduanya sudah dibunuh dengan begitu kejam. Setelah itu, si Tangan Besi segera mengambil alih kendali KRL dan menambah kecepatannya.
KRL Pakuan Express terus melaju ke pusat kota dengan kecepatan yang begitu tinggi. Sementara itu di stasiun Pasar Minggu, Sinta dan seorang teman wanitanya tampak baru saja pulang dari kampus. Kini keduanya tampak sedang beristirahat sambil menikmati sekuteng yang hangat. Selama ini, kedua gadis itu memang sudah biasa pulang dengan menumpang KRL ekonomi dan turun di stasiun Pasar Minggu. Maklumlah, mereka memang bukan anak mami yang biasa diantar-jemput, dan mereka pun bukan tipe gadis yang suka mengendarai mobil sendiri. Mereka itu lebih suka pulang dengan menumpang angkutan umum demi berpartisipasi mengurangi kemacetan di Jakarta.
Sinta dan temannya tampak masih menikmati minuman hangatnya masing-masing, saat itu mereka mendengar pemberitahuan yang menyatakan bahwa KRL Pakuan Express akan melintas di stasiun itu. Mengetahui itu, Sinta tak terlalu menghiraukannya, sebab pemberitahuan seperti itu memang sudah sering di dengar. Ketika sedang asyik-asyiknya menikmati sekuteng, tiba-tiba KRL Pakuan Express sudah tiba dengan kecepatan yang begitu tinggi—melebihi kecepatan biasanya. Mengetahui itu, Sinta dan temannya tampak terpaku sambil memperhatiakn KRL yang terus melaju dengan begitu cepat. Debu-debu dan sampah kertas tampak beterbangan disapu hempasan angin yang cukup kencang. Bukan cuma itu, surat kabar yang dijajakan di stasiun itu pun ikut beterbangan. Beberapa orang yang sedang berjalan di peron tampak terhuyung terkena hempasan angin KRL yang begitu kencang. Saat itu, teriakan orang-orang yang berada di dalam kereta sempat didengar oleh Sinta, bahkan dia sempat melihat mereka berteriak-teriak sambil melambaikan tangan di kaca-kaca jendela.
Tak lama kemudian, suasana sudah tenang kembali, KRL Pakuan Express telah melintasi stasiun itu dan terus menjauh. Sinta yang curiga melihat kejanggalan itu langsung curiga, "Hmm... tidak biasanya KRL Pakuan Express melaju secepat itu. Teriakan para penumpangnya pun sangat mencurigakan. Kalau begitu aku harus segera menghubungi Haris," kata Sinta dalam hati seraya mengeluarkan Alkom-nya dan segera menghubungi Haris. Kini gadis itu sedang menceritakan perihal kejanggalan yang dilihatnya. "Begitulah, Kak," kata Sinta mengakhiri ceritanya.
"Kalau begitu, aku harus segera menghubungi Bobby. Oke, Sin. Sampai nanti ya, Assalam.."
Setelah memutuskan sambungan, Haris pun segera menuju ke mesin pemantau kostum. Sementara itu di tempat lain, Bobby dan Mang Udin baru saja berbelanja di sebuah supermarket. Kini keduanya sedang melangkah ke pintu utama Mal. Ketika sedang asyik melangkah, tiba-tiba Alkom Bobby berbunyi, suaranya terdengar keras bak dering HP. Mendengar itu, Bobby pun segera menjawab, " Ada apa, Har?" tanyanya kepada pemuda itu.
Haris segera memberitahukan perihal kejanggalan KRL Pakuan Express yang dilihat Sinta. "Begitulah, Bob," kata Haris mengakhiri ceritanya.
"Jadi, sekarang aku harus memeriksa KRL itu?" tanya Bobby lagi.
"Benar, Bob. Sekarang bersiaplah untuk pindah ke anjungan pesawat!" pinta Haris.
"Tunggu sebentar, Har!" pinta Bobby seraya menghampiri Mang Udin.
"Mang? Mamang pulang sendiri ya! Ini kunci motorku," pinta Bobby seraya menyerahkan kunci motornya kepada Mang Udin.
"Lho, memangnya Den Bobby mau ke mana?" tanya Mang Udin.
"Aku ada sedikit urusan. Sudah ya, Mang!" jawab Bobby seraya pergi meninggalkannya, dia berlari menuju ke toilet yang ada di Mal itu.
Sesampainya di toilet, "Oke, Har! Sekarang aku siap untuk dipindahkan."
"Oke, Bob. Bersiaplah!" pinta Haris.
Haris pun segera mengoperasikan Mestrans I. Setelah menentukan koordinat yang dilacak dari Alkom Bobby, pemuda itu segera menekan tombol eksekusinya. Fantastis! Dalam sekejap Bobby sudah berada di anjungan. Lalu dengan segera pemuda itu berlari menuju ke ruang pemantau, di mana mesin penyangga kostum Topeng Kuning berada.
"Hai, Har! Assalam…" Sapa Bobby kepada Haris yang tampak sibuk di ruangan itu.
"Wa’alaikum… Cepat kau kenakan kostum itu, Bob!" pinta Haris.
Bobby pun segera bersandar pada kostum yang memang sudah terbuka, kemudian... ‘zing… zing… zap… klik… zing… zing… zap…. klik… zzz…. zing… zing… zap… zap… klik…. klik… zzz…’, kini Bobby telah menjadi Topeng Kuning yang siap beraksi. Tak lama kemudian, manusia super itu sudah berlari ke anjungan dan segera berdiri di Mestrans I. Sementara itu, Haris tampak sudah siap untuk memindahkannya, "Oke, Bob? Sekarang kau akan kukirim pada koordinat yang kira-kira dekat stasiun Juanda, sebab menurut perhitunganku saat ini kereta itu kira-kira baru melintasi stasiun Manggarai," jelasnya kemudian.
"Oke, Har! …Aku sudah siap," kata Bobby.
"Oke, Bob. Selamat bertugas!" kata Haris seraya mengoperasikan Mestrans I. 
Untuk saat ini, Haris tidak bisa menentukan lokasi koordinat tepat di stasiun, karena dia belum benar-benar mengusai perhitungan koordinat Mestrans I. Selama ini dia cuma mengandalkan Alkom untuk menentukan koordinat lokasi dengan tepat. Karenanyalah dia memindahkan Bobby pada koordinat di sekitar stasiun Juanda. Sementara itu, di pusat pengendali lalu lintas KRL sedang terjadi ketegangan. Seseorang lelaki berkaca mata tampak menghubungi KRL Pakuan Express yang sedang melaju cepat. "Hey! Apa yang kaulakukan? Cepat perlambat kereta itu dan berhentilah di stasiun Gambir!" perintah orang itu.
"Berhenti katamu, hahaha…!" si Tangan Besi tertawa terbahak-bahak.
"Pak, sepertinya dia tidak mau menghentikan KRL itu. Jika demikian, KRL itu pasti akan menabrak KRL Ekonomi yang baru saja meninggalkan stasiun Juanda," kata rekannya cemas.
"Hai! Apa kau sudah gila? Kau akan menabrak KRL ekonomi yang berada di depan. Cepat hentikan KRL itu!" perintah orang berkaca mata dengan nada marah.
"Hahaha…!" lagi-lagi si Tangan Besi cuma tertawa, kemudian dia menarik kabel alat komunikasi itu hingga putus.
"Wah, orang itu benar-benar sudah gila, dia telah memutuskan hubungan komunikasi," kata orang berkaca mata itu cemas.
"Gawat! Tak lama lagi pasti akan terjadi tabrakan yang teramat dasyat," kata rekannya panik.
Di atas KRL Pakuan Express, si Tangan Besi sudah siap melompat, dan begitu KRL melintasi tengah kota, tepatnya di dekat lapangan Monas (Monumen Nasional) tak jauh dari stasiun Gambir. Si Tangan Besi langsung melompat turun. Bersamaan dengan itu, dari pergelangan tangan kirinya meluncur tali pengait yang diarahkan ke sebuah tiang penyangga listrik KRL.
Kini si Tangan Besi tampak berayun dan meluncur turun melewati rel layang, kemudian mendarat tepat di jalan raya yang berada di bawahnya. Beberapa orang yang sedang berkendara di jalan itu sempat tercengang melihatnya, mereka cuma geleng-geleng kepala sambil terus berlalu. Sementara itu, si Tangan besi sudah melepas tali pengait dari pergelangan tangannya, kemudian dengan segera dia melangkah menuju Monas.
"Nah, itu dia emas yang melapisi kristal inti pusat bumi. Dengan kristal itu aku bisa membuat pesawat penjelajah waktu. Hahaha…!" kata si Tangan Besi dalam hati sambil terus memandang ke arah emas yang bertengger di atas tugu. Pada saat yang sama di stasiun Juanda, si Topeng Kuning sedang menanti KRL Pakuan Express yang akan melintas. Tak lama kemudian, KRL itu sudah terlihat di kejauhan—melaju dengan cepat tanpa terkendali. Pada saat itu, si Topeng Kuning segera bersiap-siap melompat ke atapnya. Begitu KRL melintas, si Topeng Kuning langsung melompat naik dan berhasil mendarat dengan mulus. Kini Topeng Kuning sedang berlari menuju ke gerbong terdepan, dengan maksud menghentikan laju kereta itu. Ketika melihat atap gerbong depan sudah terkuak lebar, dia pun langsung masuk ke dalam. Setibanya di dalam, pemuda itu sempat tercengang ketika melihat mayat si Orang Bertato yang tergeletak dengan kondisi memprihatinkan.
Kini si Topeng kuning sudah berada di ruang masinis. Dia sempat bergidik begitu melihat kedua mayat masinis yang tergeletak dengan kondisi yang mengerikan. Ketika Topeng Kuning memandang ke arah depan, betapa terkejutnya dia. Di kejauhan terlihat sebuah KRL ekonomi sedang melaju pelan, searah dengan KRL yang dinaikinya. Lalu dengan segera Topeng kuning menurunkan tuas kecepatan hingga nol, kemudian dengan segera pula dia menarik rem hingga setengahnya. Bersamaan dengan itu, kereta tersentak karena rem yang mulai bergesekan dengan roda besinya. Orang-orang yang berada di dalam gerbong berteriak kaget dengan tubuh yang kehilangan keseimbangan, mereka tampak berusaha mencari pegangan agar tak terhempas. KRL Pakuan Express mulai melambat, namun kecepatannya masih terbilang cepat. KRL ekonomi di depannya tinggal berjarak 100 meter lagi, dan sepertinya KRL Pakuan Express akan menabrak Gerbong belakang KRL ekonomi yang berada di depannya. Menyadari itu, Topeng Kuning pun segera menuntaskan pengereman KRL Pakuan Express secara penuh. ‘CIIIEEET...’ lagi-lagi KRL terhentak. Orang-orang yang ada di dalamnya kembali berteriak sambil semakin memperkuat pegangannya.
Kini KRL itu sudah kian melambat, namun jarak dengan KRL di depannya tinggal satu meter lagi. Mengetahui kereta yang ditumpanginya akan bertabrakan, si Topeng kuning pun segera melompat keluar dan ‘CIIIIT ….BRAKKKK… KREEET…. SRRRKKK…’ KRL Pakuan Express menabrak gerbong belakang KRL Ekonomi. Gerbong pertama yang merupakan ruang masinis ringsek dan terguling diikuti dengan gerbong kedua. Untunglah kedua gerbong itu sudah kosong sewaktu Tangan Besi membunuh Orang Bertato, sedangkan gerbong belakang KRL ekonomi yang ditabrak menjadi ringsek. Tak lama kemudian, KRL ekonomi itu berhenti melaju. Melihat itu, si Topeng Kuning segera menghubungi mobil ambulan. Setelah itu, dia bergegas mengeluarkan orang-orang yang terjepit di gerbong belakang KRL ekonomi yang ringsek. Sementara itu di silang Monas, si Tangan Besi terus melangkah mendekati pagar Monas. Kini dia sudah berada di pagar Monas dan mulai membengkokkan pagar besinya, saat itu tangannya yang kuat dan terbuat dari besi membengkokkan pagar itu dengan mudahnya. Pada saat yang sama, seorang penjaga yang sedang berpatroli melihat kejadian itu. "Hey! Apa yang sedang kau lakukan???" teriaknya lantang,
Si Tangan Besi tidak menjawab, dia cuma memandang penjaga itu sambil menyeringai. Pada saat itu, si Penjaga tampak ketakutan karena mengetahui orang yang sedang dihadapinya ternyata mempunyai tangan yang terbuat dari besi. Lalu dengan segera dia mengeluarkan pistol dan menodongkannya ke arah si Tangan Besi. "Jangan bergerak dan jangan coba-coba melawan! Atau… aku akan menembakmu," serunya seraya menarik kokang pistol.
Si Tangan Besi tampak tersenyum dingin, kemudian dengan segera dia melangkah menghampiri si Penjaga yang sudah siap menembak. Melihat orang yang dihadapinya tak merasa gentar, si Penjaga tampak semakin ketakutan. "Berhenti! Atau aku akan benar-benar menembak," teriaknya lagi.
Si Tangan Besi tampak tidak peduli, dia terus melangkah mendekati si Penjaga yang sangat ketakutan dan ‘DOR… DOR …DOR’. Si Penjaga memuntahkan isi pistolnya dan tepat mengenai dada si Tangan Besi. Saat itu si Penjaga tampak terkejut bukan kepalang, bahkan dia sempat gemetar lantaran mengetahui orang yang dihadapinya ternyata tidak bergeming sedikitpun. Si Penjaga berulang-ulang menembakkan pistolnya ke arah si Tangan Besi yang kebal peluru, sampai akhirnya. ‘KLIK… KLIK… KLIK…’ peluru di pistolnya telah habis. Kini si Penjaga tampak melongo dengan wajah pucat pasi, bahkan saat itu kakinya terasa begitu berat melangkah, dan akibatnya dia cuma bisa pasrah ketika pistolnya dirampas oleh si Tangan Besi dan diremas hingga tak berbentuk.
Setelah melemparkan pistol yang sudah tak berbentuk lagi, Si Tangan Besi segera mengangkat si Penjaga tinggi-tinggi dan mematahkan tulang belakangnya. Si Penjaga tewas seketika di atas lutut si Tangan Besi dengan mulut dan hidung yang mengeluarkan darah. Seorang rekannya yang kebetulan mendengar suara tembakan tiba di tempat itu, dia sempat menyaksikan kejadian yang baginya sangat mengerikan—temannya tewas di tangan orang yang berkostum aneh dengan sangat mengenaskan.
Kini dia sudah melarikan diri untuk meminta bantuan, sedangkan si Tangan Besi kembali melanjutkan niatnya untuk naik ke lidah api setinggi 8 meter yang bertengger di puncak tugu. Lidah api kristal  itu berlapis 150 kilogram emas murni karena belum lama ini telah ditambahkan oleh pemerintah pusat, yaitu disaat memperingati berdirinya kekhalifahan pertama 9 Dzulkhijah 1434 Hijriah, dan lidah api berlapis emas itu disanggah oleh konstruksi perunggu setinggi 14 meter dengan berat 14,5 ton. Entah bagaimana kristal inti pusat bumi itu bisa ada di tugu monas, padahal pada saat itu kristal inti pusat bumi belum ditemukan.
Kini penjahat super itu mulai menaiki anak tangga yang berjumlah 17 buah, kemudian memanjat cawan tugu yang berketinggian 17 meter dengan menggunakan pengait yang keluar dari tangan kirinya. Setibanya di cawan tugu, si Tangan Besi segera menekan sebuah tombol yang berada di pergelangan tangan besinya. Bersamaan dengan itu, sebuah mata bor tampak keluar dari telapak tangan besinya, kemudian dengan segera penjahat super itu mengarahkannya ke puncak tugu yang berketinggian 115 meter, kemudian... ‘SPLAAASSS SRRREEET’ mata bor yang membawa tali tampak meluncur menuju sasaran.
Mata bor yang berputar itu tampak terus meluncur menuju puncak tugu dan akhirnya ‘ZZIIING CREEEPT’, mata bor menancap di bawah puncak tugu bagian tepi. Lagi-lagi si Tangan Besi menekan sebuah tombol yang berada di tangan besinya, lalu dengan serta-merta tubuh penjahat super itu tampak meluncur pelan ke atas. Rupanya motor penggulung yang berada di tangan besinya itu menggulung kembali tali yang sudah keluar tadi.
Si Tangan Besi terus meluncur ke atas, sedangkan di bawah tugu mulai berdatangan mobil-mobil polisi dengan lampu yang berkelap-kelip dan dengan disertai sirine yang meraung-raung. Saat itu semua personilnya tampak keluar dari mobil masing-masing dan serentak mengambil posisi. Kini mereka sudah berada di posisi strategis dan mulai mengarahkan moncong senjatanya ke arah si Tangan Besi. Seseorang yang menjadi pemimpinnya tampak berbicara menggunakan pengeras suara, "Perhatian! Anda sudah terkepung. Menyerahlah segera!"
Si Tangan Besi tampak tidak mempedulikannya. Dia masih saja meluncur menuju ke lidah api.
"Sekali lagi, menyerahlah dan segera turun! Atau.. kami akan menembak," teriak Pimpinan polisi itu mengancam.
Kini si Tangan Besi sudah sampai di puncak tugu, saat itu dia masih saja tidak mempedulikannya. Mengetahui itu, Pimpinan Polisi tampak begitu gusar, kemudian dengan segera dia kembali berteriak, "Tembak!!!…" dan ‘DOR…DOR…DOR… RAT TAT TAT TAT… DZING… RAT TAT TAT TAT…’. Saat itu berondongan peluru menghujani tubuh si Tangan Besi, namun tidak satu pun peluru yang berhasil menembus kostum si Tangan Besi.
Kini si Tangan Besi sudah mengeluarkan sebuah senjata yang cukup besar dari balik punggungnya, lalu dengan segera dia membalas brondongan itu. Saat itu sinar hijau tampak berkali-kali meluncur dari senjata Plasma Beam miliknya, dan beberapa dari sinar itu tampak melesat menuju ke arah mobil dan motor polisi yang diparkir di bawah tugu. Tak ayal, setiap kali sinar itu berhasil mengenai mobil dan motor yang diparkir itu, langsung membuatnya hancur luluh dan menimbulkan ledakan yang begitu dasyat. Baku tembak terus berlangsung, sedangkan bala bantuan terus berdatangan. Kini suasana sudah berubah seperti medan pertempuran. Sementara itu di pesawat ruang angkasa, Haris tampak sedang berkomunikasi dengan Bobby. Beberapa menit yang lalu, dia sempat mendengar panggilan darurat dari frekuensi polisi yang disadapnya. Kini dia hendak menyampaikannya kepada si Topeng Kuning, yang saat itu baru mengeluarkan korban terakhir dari gerbong kereta.
"Hai, Bob. Kau sudah selesaikan menolong korban-korban itu kan?" tanya Haris.
"Iya, Har. Aku baru saja mengeluarkan korban yang terakhir," jawab Bobby.
"Kalau begitu, bersiaplah untuk melaksanakan tugas berikutnya!"  
"Tugas apa lagi, Har?"
"Ada baku tembak di silang monas," kata Haris memberitahukan.
"Apa! Baku tembak?" Bobby terkejut.
"Benar, Bob. Seseorang ingin mengambil emas Tugu Monas," jelas Haris.
"O ya, kalau begitu... aku akan segera ke sana."
"Lho! Apa kau tidak perlu kupindahkan dulu?"
"Tidak perlu, Har. Aku bisa menggunakan lari cepat. Tempat itu kan tidak begitu jauh."
"Kalau begitu, cepatlah Bob!"
Topeng Kuning segera berlari dengan fasilitas lari cepat menuju ke arah Monas. Tak lama kemudian, dia sudah berada di bawah tugu. Saat itu para aparat yang melihatnya tampak terpaku, mereka seakan tidak percaya kalau topeng kuning yang selama ini ramai diberitakan tiba-tiba muncul di tempat itu. 
"Hei, lihat! Bukankah itu si Topeng Kuning!" seru salah seorang polisi.
"Benar, itu si Topeng Kuning!" seru polisi yang lain.
Pimpinan polisi segera memerintahkan anak buahnya untuk menghentikan tembakan, sedangkan si Topeng Kuning segera melompat ke tepi cawan tugu dengan menggunakan lompatan tinggi. Ketika baru saja mendarat, tiba-tiba seberkas sinar hijau melesat cepat dan langsung menghantam dadanya. Tak ayal, hantaman itu membuat Topeng Kuning terhempas dari tepi cawan dan jatuh ke atas rumput yang sudah menghitam.
Haris yang sedang memantau kostum Topeng Kuning tampak khawatir, kerusakan kostum yang dipantaunya sudah sebesar 20%. Sementara itu, Topeng Kuning baru saja bangkit, kemudian dengan segera dia bersiap untuk kembali melompat. Belum sempat dia melompat, seberkas sinar hijau sudah menghantam dadanya lagi. Kini kerusakan kostum sudah mencapai 45%. Melihat kondisi yang demikian, Haris semakin khawatir. "Gawat, Bob! Kerusakan kostum sudah mencapai 45%, sedangkan sistem pertahanan terus turun sampai 80%," jelasnya memperingati.
"Apa!" Bobby tampak terkejut. "Kalau begitu, aku akan gunakan perisai di tanganku," katanya agak panik.
"Jangan, Bob! Percuma saja, sebab dia menggunakan plasma beam. Aku yakin, perisai itu tidak akan mampu menahannya," cegah Haris.
"Jadi aku harus bagaimana, Har?" tanya Bobby bingung.
"Berusahalah menghindar!" seru Haris.
Belum sempat Bobby berkata-kata, seberkas sinar hijau sudah melesat kembali ke arahnya. Melihat itu, si Topeng Kuning berusaha menghindar. Dengan gesit dia melompat ke samping sehingga sinar hijau menghantam tepi cawan tugu dan membuatnya hancur berantakan. Pecahan pualam pun beterbangan ke mana-mana.
Sinar Hijau terus ditembakkan ke arah si Topeng Kuning, pada saat itu si Topeng Kuning selalu berhasil menghindarinya. Ketika si Tangan Besi hendak menembak lagi, tiba-tiba dari senjatanya terdengar suara dan lampu indikator yang berkedip-kedip. "Sial... senjata ini sudah minta diisi ulang," keluhnya seraya mengaktifkan mode pengisian dan meletakkannya di balik punggung.
Mengetahui si Tangan besi sudah tak menembak, dengan segera si Topeng Kuning balas menyerang. Kini sinar kuning tampak melesat menuju ke arah si Tangan Besi, namun sangat disayangkan, ternyata sinar itu luput mengenai sasaran. Akibatnya, sebagian dinding tugu menjadi rusak parah.
"Ups! Aku tidak boleh menggunakan senjata ini. Bisa-bisa Tugu malah jadi hancur berantakan," kata si Topeng Kuning menyadari kekeliruannya.
Kini si Topeng Kuning bersiap-siap untuk melompat naik ke puncak Tugu, yaitu dengan menggunakan lompatan super tinggi. Sementara itu si Tangan Besi sedang mengeluarkan alat pengait dari tangan kirinya dan segera mengarahkannya ke atas lidah api. Pada saat yang sama, si Topeng Kuning sudah meluncur ke atas, dari bawah tumit sepatunya tampak keluar cahaya berwarna biru. Bersamaan dengan itu, si Tangan Besi sedang berayun naik menuju ke lidah api, hingga pada akhirnya dia tiba di lidah api dengan sukses. Kini si Tangan Besi bersiap-siap untuk mengambil emas yang melekat di lidah api, dia akan mengupas lapisan emas yang melekat itu dengan tangan kanannya. Namun belum sempat dia melakukan itu, tiba-tiba Topeng Kuning sudah berdiri di sebelah kanannya. Saat itu, si Tangan Besi sangat kesal dengan kehadiran si Topeng Kuning. Lalu dengan amarah yang meluap-luap, si Penjahat Super itu segera menyerang. Tak ayal, baku hantam yang begitu seru pun terjadi.
Pertarungan seru antara Topeng kuning dan Tangan besi masih terus berlangsung. Hingga pada suatu kesempatan, Topeng Kuning berhasil memukul wajah si Tangan Besi dengan telak. Saat itu si Tangan Besi tampak terhuyung, lalu dengan segera dia mundur selangkah dan bersandar di lidah api. Melihat itu, Topeng Kuning tak mau menyia-nyiakan kesempatan, dia segera menendang si Tangan Besi dengan kaki kirinya. Namun sangat disayangkan, si Tangan Besi berhasil menghindar dan langsung menangkap kaki kiri si Topeng Kuning. Pada saat itu, Topeng Kuning tampak kehilangan keseimbangan, namun begitu dia masih berusaha untuk mempertahankannya dengan satu kaki.
Kini si Tangan Besi mencoba untuk menjatuhkan Topeng Kuning dari puncak Tugu. Mengetahui dirinya akan dijatuhkan, si Topeng Kuning segera menendang kepala si Tangan Besi dengan kaki kanannya. Tak ayal, pegangan si Tangan Besi pun terlepas, bersamaan dengan tendangan telak yang mengenai kepalanya. Kini si Tangan Besi dan Topeng Kuning terhempas dari lidah api, keduanya terus meluncur jatuh.
Mengetahui dirinya dalam bahaya, si Topeng Kuning segera mengeluarkan sepasang sayapnya. "SEEERRRKKK," susunan sayap yang seperti kipas mengembang dari balik punggungnya. Kini si Topeng Kuning tampak melayang-layang memutari tiang tugu dan terus meluncur menuju ke cawan tugu. Sementara itu, si Tangan Besi masih meluncur jatuh ke cawan tugu, dan ketika jarak ke cawan tugu tinggal 10 meter, si Tangan Besi segera menembakkan mata bornya ke dinding tiang tugu, dan ‘ZZIIING CREEEPT’ mata bor menancap dengan mantap, bersamaan dengan itu tubuh si Tangan Besi tampak meluncur turun dengan perlahan. Kini si Tangan Besi sudah tiba di lantai Cawan dan sedang menghentakkan ujung mata bor hingga terlepas, kemudian dengan segera menggulungnya kembali. Bersamaan dengan itu, si Topeng Kuning baru saja tiba di lantai Cawan dan langsung menyerang lawannya.
Pertarungan seru kembali berlanjut. Kini kedua manusia super itu saling baku hantam dengan kepandaian masing-masing, hingga pada akhirnya si Tangan besi terdesak—dia sudah tidak mampu lagi melayani serangan si Topeng Kuning yang menggunakan jurus-jurus silat Naga Putih. "Gawat! Kalau terus begini aku pasti kalah," pikir si Tangan Besi seraya bergegas melarikan diri ke pintu Tugu dan menjebolnya hingga hancur berantakan.
Melihat musuhnya melarikan diri, si Topeng Kuning segera mengejar. Sedangkan si Tangan Besi terus berlari ke ruang kemerdekaan yang berada di dalam cawan tugu. Ruangan itu mempunyai sisi 45 meter, pada dinding sebelah timurnya terpampang Sang Saka Merah Putih, relief peta Indonesia, dan lambang negara Garuda Pancasila yang terbuat dari perunggu berlapiskan emas. "Oh, tidak di sini. Tempatnya kurang bagus," gumam si Tangan besi seraya berlari menuju ruang museum sejarah yang berada di bawah tanah.
Akhirnya si Tangan besi tiba di ruangan itu. Lantainya berada tiga meter di bawah tanah, sedangkan langit-langitnya lima meter di atas tanah. Ruang bujur sangkar itu cukup luas, dindingnya dilapisi pualam dan mempunyai dua belas diorama sejarah perjuangan bangsa Indonesia di setiap sisinya. Kini si Tangan Besi bersiap-siap menghadapi si Topeng Kuning, dia segera mengeluarkan sebilah samurai laser yang bersinar biru dari pinggangnya. "Hahaha! Di ruangan ini kau tidak akan bisa sembarangan menghindar, dan aku yakin sekali, kau pasti tidak akan berani menggunakan senjatamu itu. Sebab, hal itu bisa membuat tempat ini hancur berantakan. Hahaha... !" ujar si Tangan Besi seraya tertawa terbahak-bahak.
Ketika si Topeng Kuning tiba, si Tangan Besi langsung menyerangnya dengan mengayunkan pedang samurainya yang tiba-tiba saja mengeluarkan sinar berwarna biru. Sinar biru meluncur mengarah ke dada si Topeng Kuning dengan begitu cepat. Melihat itu, Topeng Kuning segera berkelit dan berhasil menghindari sinar biru yang nyaris saja mengenai lengannya. Sinar itu terus melesat dan menghantam sebuah diorama hingga hancur berantakan.
"Hahaha... teruslah menghindar! Dengan begitu tempat bersejarah ini pasti akan hancur berantakan!" seru si Tangan Besi seraya kembali menyerang.
Lagi-lagi sinar biru kembali meluncur. Saat itu, Topeng Kuning sudah siap siaga. "Hmm, ini tak boleh dibiarkan," gumam si Topeng Kuning seraya mengaktifkan perisai di tangan kirinya ‘Srrrk… Srrreet… Srrrreet…’. Susunan yang seperti kipas tiba-tiba mengembang dari lengan kirinya dan membentuk perisai yang melingkar bulat. Sinar biru itu tertahan perisai tersebut, kemudian dengan segera si Topeng Kuning balas menyerang dengan menembakkan sinar kuning dari lengan kanannya. Si Tangan Besi yang tidak menduga akan serangan itu tidak sempat menghindar, akibatnya dia terpental ke belakang kurang lebih lima meter.
"Sial... aku tidak menyangka kalau dia punya perisai. Kalau begitu aku harus cepat pergi dari sini," keluh si Tangan Besi.
Topeng Kuning yang melihat lawannya sudah tak berdaya segera berlari menghampiri. Ketika jarak dengan si Tangan Besi sudah mencapai satu meter, tiba-tiba tubuh si Tangan Besi bersinar terang dan menghilang tanpa bekas. Topeng Kuning tampak terpaku sambil mengeraskan kedua kepalan tangannya, dia begitu kesal melihat musuhnya dapat melarikan diri. Tiba-tiba si Topeng kuning tersadar, saat itu dia mendengar suara langkah orang-orang yang berlari mendekat. Tanpa buang waktu, manusia super itu segera menghubungi Haris dan memintanya untuk segera di pindahkan ke anjungan. Sementara itu, di dalam sebuah benda berbentuk bulat yang tersembunyi di tengah kebun, si Tangan Besi tampak begitu kesal. "Kurang ajar, siapa sebenarnya orang yang bertopeng kuning itu? Berani-beraninya dia menghalangiku. Huh, kalau saja mesin waktuku tidak mengalami kerusakan, aku pasti sudah pindah ke lain waktu untuk mengambil kristal itu," keluhnya seraya mengaktifkan sistem pengisian tenaga untuk alat transportasi satu arah yang baru saja digunakan saat melarikan diri. Setelah mengaktifkan sistem pengisian, dia tampak mempersiapkan rencana guna menghadapi si Topeng Kuning.

  

Keesokan paginya surat kabar dan berita televisi ramai memberitakan kejadian semalam, seorang pahlawan super lagi-lagi telah beraksi di kota Jakarta. Si Topeng Kuning telah berusaha mencegah tabrakan dasyat kereta api dan telah berhasil mencegah pencurian emas di Tugu Monas.
"Para pemirsa sekalian, kami akan menginformasikan lagi berita mengenai si Topeng Kuning. Tadi malam dia telah berusaha mencegah terjadinya tabrakan dasyat kereta api KRL Pakuan Express dengan KRL ekonomi jurusan Bogor-Kota. Tanpa usahanya itu tentu akan terjadi tabrakan dasyat yang bisa menimbulkan korban jiwa jauh lebih besar. Selain itu, dia juga telah menggagalkan pencurian emas di Tugu Monas. Marilah kita dengar penuturan mereka yang saat itu sedang berada di lokasi kejadian.
Seseorang yang diwawancarai tampak menceritakan kejadian itu. Beberapa orang yang diwawancarai juga memberikan pendapat yang sama. Mereka sangat kagum dengan si Topeng Kuning. Seorang wanita hamil yang sempat ditolong oleh si Topeng Kuning saat terjepit di dalam kereta ekonomi juga diwawancarai, dia menceritakan kejadian yang dialaminya sambil menitikkan air mata. "Dia memang benar-benar seorang pahlawan buat saya, dia telah menyelamatkan saya dari himpitan besi yang menyakitkan. Saya dan bayi di dalam kandungan ini mungkin sudah mati bila tidak cepat-cepat di keluarkan dari gerbong itu," cerita wanita itu sambil mengusap perutnya yang sedang hamil.
Beberapa polisi yang diwawancarai mengenai kejadian di Monas tampak begitu menggebu-gebu, menceritakan kejadian yang menurut mereka sangat luar biasa. Saat itu mereka menceritakan pertarungan antara Topeng Kuning dan Tangan Besi yang begitu dasyat. Sesekali salah seorang dari mereka tampak menggeleng-gelengkan kepala karena takjub. Berita kemunculan Topeng Kuning terus mengisi tajuk utama semua surat kabar dan televisi. Mereka terus membahas kejadian yang menggemparkan itu.

 

Seminggu kemudian di sebuah restoran. Bobby, Haris, dan Sinta tampak sedang  menikmati hidangan yang mereka pesan. Saat itu, sesekali Bobby tampak memperhatikan Sinta yang sedang memotong steak, dan terkadang mata mereka sempat beradu pandang. "Oh, Sinta… entah kenapa akhir-akhir ini aku selalu memikirkanmu? Apakah aku mencintaimu?" gumam Bobby dalam hati.
"Hey, Kak Bobby. Kenapa bengong?" tanya Sinta sengaja menyadarkan Bobby dari lamunannya.
“Iya nih, dari tadi bengong saja. Nanti kalau kesambet baru tahu,” timpal Haris.
"Ma-maaf. Barusan aku sedang memikirkan sesuatu yang penting," jawab Bobby.
"O ya, Kak Bobby. Ngomong-ngomong, pohon kamboja Jepang yang kau jual lagi laku keras, ya?" tanya Sinta lagi seraya memotong steak-nya.
"Betul, Sin. Rupa-rupanya pohon itu sangat diminati untuk menghias perkantoran," jelas Bobby.
"Eng… Kenapa ya, Kak. Kok pohon kambojaku tidak pernah berbunga? Sedangkan pohon kamboja yang ada di tempatmu itu kulihat selalu berbunga," tanya Sinta agak heran.
"Oh, itu karena kau tidak memberinya pupuk. Kalau kau ingin pohon kambojamu berbunga, beri saja pupuk MPK, yang berguna untuk merangsang pertumbuhan bunga," jelas Bobby .
"Mmm… begitu ya?" Sinta mengangguk-angguk.
Bobby dan Sinta terus berbincang-bincang seputar tanaman hias, sedangkan Haris hanya menjadi pendengar setia saja. Kini ketiganya tampak sedang menikmati hidangan penutup, dan beberapa menit kemudian, mereka sudah menghabiskannya. Kini mereka sedang bersiap-siap untuk meninggalkan restoran. Hari ini mereka akan pergi ke pantai utara Jawa untuk menguji coba sebuah pembangkit listrik tenaga ombak. Maklumlah, kini dia sedang berusaha mengembangkan ide lama yang hampir terlupakan. Hal itu disebabkan karena kekhawatirannya terhadap PLTN yang kini sudah mendominasi pasokan listrik di Indonesia sampai mengalami kebocoran. Maklumlah, dia memang masih belum bisa percaya dengan sistem pengamanan yang katanya sudah berlapis.
"Sin? Apa menurutmu pembangkit listrik tenaga ombakmu itu bisa bekerja?" tanya Bobby yang kini sudah duduk di depan kemudi.
"Kalau menurut teori sih bisa. Makanya sekarang akan kuuji coba agar bisa ketahuan hasilnya," jawab Sinta seraya memasang sabuk pengaman.
"O ya, Sin. Apa sih bedanya pembangkit tenaga ombak dan pembangkit tenaga arus laut?"
"Sebenarnya sih hampir sama. Bedanya cuma soal tempat, kalau pembangkit tenaga ombak dipasang di tepi pantai, sedangkan pembangkit arus laut dipasang di kedalaman laut yang mempunyai arus cukup kuat. Aku pun sedang merancang pembangkit arus laut itu, tapi sekarang masih ada sedikit kendala."
"Memangnya apa kendalanya?" tanya Bobby.
Sinta pun segera menjelaskannya panjang lebar, sementara itu Bobby tampak mendengarkannya sambil terus memacu mini bus yang dikendarainya menyusuri jalan tol. Haris yang duduk di sebelah Bobby pun tampak ikut mendengarkannya dengan penuh antusias. Setelah cukup lama menempuh perjalanan, akhirnya mereka tiba di tempat tujuan.
 Kini mereka sedang memasuki gerbang Taman Impian Jaya Ancol, dan setibanya di pantai, mereka langsung beristirahat sejenak di bawah pohon nyiur yang terus melambai-lambai. Udara siang itu memang cukup panas, namun pemandangan yang indah serta angin sepoi-sepoi membuat mereka tidak mempedulikan rasa panas yang menyengat kulit. Bobby yang saat itu duduk di sebelah Sinta tampak sedang memperhatikan wajah gadis itu. Tak bosan-bosannya dia memandangi wajah manis Sinta yang sedang melepas cadarnya guna membasuh wajah. "Sin… kau begitu manis, lembut, dan cerdas. Sepertinya aku benar-benar mencintaimu," kata Bobby dalam hati seraya berpaling memandang ombak yang menerpa pantai.
Sinta melirik ke arah Bobby, dia memperhatikan Bobby yang sedang memandang ombak. "Kak Bobby… kamu begitu tampan, perhatian, dan kesatria. Aku benar-benar mencintaimu semenjak kamu selamatkan aku dari kekacauan di Batavia," kata Sinta dalam hati, merasakan api cintanya yang kian membara. 
Setelah cukup beristirahat, mereka lantas segera menyiapkan alat yang hendak diuji coba, yaitu pembangkit listrik tenaga ombak. Sebuah dinamo yang dihubungkan dengan sebuah lampu tampak dikemas dalam sebuah kotak yang dirancang khusus. Dinamo itu tampak dihubungkan dengan roda gaya yang berhubungkan langsung dengan satu set roda gigi yang berguna meningkatkan putaran sampai 100 kali lipat. Set roda gigi itu dihubungkan pada sebuah kincir dengan menggunakan sebuah sabuk karet. Sedangkan Kincir itu sendiri dipasang pada sebuah pipa segi empat dengan kedua ujung pipa yang membesar dan dibenamkan ke dalam air. Ketika arus ombak masuk ke dalam pipa segi empat, kincir yang berada di dalamnya berputar dan secara otomatis juga akan memutar dinamo, dan arus listrik dari dinamo itu dialirkan ke baterai penyimpan. Akibatnya, lampu yang dihubungkan dengan dinamo itu menyala dengan terang. Kejadian itu terus berulang dan membuat lampu terus menyala.
Sinta terus mengamati pengujian itu sambil mencatatnya pada sebuah buku kecil. Sementara itu, Bobby dan Haris cuma bisa terkagum-kagum melihat hasil temuan itu. Ketika hari sudah menjelang sore, mereka berniat pulang. Namun sebelum itu, mereka mampir dulu ke sebuah rumah makan cepat saji. Selesai makan, mereka pun langsung kembali pulang.
Kini Bobby, Haris, dan Sinta sedang dalam perjalanan. Saat itu Sinta tampak sedang memperhatikan wajah Bobby lewat kaca spion, kedua matanya terus memperhatikan wajah tampan yang sedang memandang ke arah jalan. "Kak Bobby… andai saja kamu mengetahui perasaanku ini, apakah engkau juga akan membalasnya dengan perasaan yang sama? Apakah kamu akan mencintaiku dengan sepenuh hatimu?" Sinta terus bertanya-tanya dalam hati.
"Sin, kenapa bengong?" tanya Bobby tiba-tiba.
Sinta tersentak, lalu dengan serta-merta dia menoleh ke arah Bobby yang dilihatnya sedang memandangnya dari kaca spion tengah. Pandangan itu sungguh hangat dan membuat hatinya terasa begitu berbunga-bunga. "Oh… mata itu…" kata Sinta dalam hati, sementara itu di balik cadarnya—wajah Sinta tampak memerah.
Bobby kembali memperhatikan arah jalan, namun di benaknya dia tetap memikirkan Sinta. "Oh, Sinta… wajah yang sempat kulihat saat di pantai tadi benar-benar bagaikan rembulan yang menerangi jiwaku, bahkan pandanganmu tadi sungguh membuat hatiku bergetar. Seandainya aku mengungkapkan isi hatiku padamu, apakah engkau akan membalasnya dengan mencintaiku sepenuh hatimu?" kata Bobby dalam hati sambil terus mengemudikan mobilnya.
Beberapa menit kemudian, akhirnya Bobby, Haris, dan Sinta tiba di kediaman Haris. Kini ketiganya tampak sedang asyik berbincang-bincang sambil menikmati jus jeruk buatan Sinta. Saat itu, sesekali Bobby sempat juga memperhatikan wajah Sinta yang sengaja dibuka ketika sedang meminum jus. Tak lama kemudian, Haris tampak bangkit dari duduknya dan berkata. “Bob! Sebaiknya sekarang aku pergi ke pesawat. Soalnya ada beberapa pekerjaan yang mesti aku selesaikan. O ya, jangan macam-macam pada adikku ya! Lihatlah di sana! Itu adalah kamera CCTV yang sengaja dipasang oleh orang tuaku untuk mengawasi teman lelaki adikku.“
“A-apa??? Ja-jadi selama ini aku pun sering di awasi?” Bobby tampak terkejut.
Haris tersenyum. “Hehehe… Kalau kau tidak ingin orang tuaku tahu, jagalah tingkah lakumu, Bob!”
“A-apa maksudmu, Ris?” tanya Bobby tersentak.
“Hehehe…! Sejak kita pergi ke pantai tadi, aku selalu memperhatikanmu, Bob. Bahkan setelah aku cermati baik-baik, tampaknya kalian berdua…” Haris tidak melanjutkan kata-katanya.
“Kami berdua kenapa, Kak?” tanya Sinta tiba-tiba.
“Sudahlah…! Kalian tak perlu menutupinya lagi. Kalian sudah saling jatuh cinta kan? Dan hal itu terjadi setelah kalian pergi bersama ke Batavia.”
“Kakak ini apa-apaan sih? Kok bicaranya sampai melantur begitu? Bukankah Kakak sudah tahu kalau aku akan dijodohkan dengan Kak Randy,” kata Sinta berusaha menutupi.
“O iya ya, kenapa aku bisa sampai lupa? Kau itu kan memang akan dijodohkan dengan si Randy. Baiklah… kalau begitu lupakan saja semua yang kukatakan tadi! Sampai bertemu di pesawat, ya! Assalam…,” ucap Haris seraya melangkah pergi. Dalam hati, pemuda itu pun sempat membatin, “Huh, dasar anak perempuan. Dia pikir aku bisa dibohongi apa. Kasihan si Randy, jika adikku itu betul-betul mencintai Bobby, itu artinya akulah yang bersalah karena sudah mengizinkan mereka pergi berduaan ke Batavia.”
Sementara itu, Bobby dan Sinta sudah kembali berbincang-bincang. “Oya, Sin? Ngomong-ngomong, apa kakakmu itu tidak kesepian ya, berada di pesawat sendirian melulu?" tanya Bobby.
"Tentu saja tidak, Kak. Bukankah ada Rolab yang selalu menemaninya. Lagi pula… dia itu kan memang biasa sendirian. Apa lagi kalau sudah di depan komputer, dia bisa berjam-jam untuk mengakses Internet, merentas dan mencuri data apa saja yang menurutnya berguna untuk melengkapi ilmu pengetahuannya. Apa lagi jika sedang mengerjakan perangkat lunak, dia bisa seharian penuh tanpa tahu waktu. Sebab, semua itu memang sudah menjadi hobinya," jelas Sinta.
"Eng, memangnya dia tidak mau cari jodoh, apa?" tanya Bobby lagi.
"Justru karena gara-gara hal itu kini dia menjadi demikian. Ketahuilah, Kak. Dulu kakakku itu sempat frustasi akibat batalnya perjodohan. Sungguh kakakku telah dibuat kecewa oleh seorang gadis yang akan dijodohkan dengannya, sebab gadis itu lebih memilih pria lain ketimbang dirinya. Padahal, saat itu kakakku sudah begitu mencintainya, dan itu terjadi hanya karena kakakku yang belum siap menikahinya lantaran kakakku masih mau berkonsentrasi penuh guna menyelesaikan kuliahnya. Namun, biarpun telah dikecewakan begitu, Kakakku tetap mencintainya, sampai-sampai dia bertekad untuk selalu mencintainya dan tidak akan berpindah ke lain hati. Begitulah takdir yang telah di pilih oleh kakakku, sehingga kini dia lebih senang sendirian dan mencari kegiatan yang bisa mengalihkan ingatannya dari gadis yang begitu dicintainya itu."
"Kalau begitu, kasihan sekali si Haris ya, Sin," kata Bobby prihatin.
"O ya, Kak… Ngomong-ngomong, kenapa Kakak sendiri belum menikah?" tanya Sinta tiba-tiba.
"A-aku…Aku sebenarnya sudah menemukan pujaan hatiku, Sin. Namun, aku belum siap untuk menyatakannya," jelas Bobby seraya menundukkan kepalanya.
"Kenapa, Kak?"
"Aku takut, Sin. Aku takut jika dia malah membenciku."
"Kenapa kamu berpikiran seperti itu, Kak?" tanya Sinta penasaran.
"Aku takut kejadian yang pernah kualami terulang lagi, Sin. Waktu itu, aku pernah mencintai seorang gadis, namun setelah aku mengungkapkan perasaanku, eh dia malah membenciku," jelas Bobby.
"Kalau boleh kutahu, seperti apa sih tipe wanita yang Kakak idam-idamkan?" tanya Sinta seraya memperhatikan wajah Bobby yang masih tertunduk.
"Yang jelas. Dia itu gadis yang baik, pengertian, dan juga cerdas," jawab Bobby seraya menatap Sinta.
Seketika Sinta tersentak dengan tatapan Bobby yang begitu tiba-tiba, lantas dengan segera dia menundukkan kepalanya. 
"Kalau kau sendiri, tipe pria seperti apa yang kauidam-idamkan?" tanya Bobby.
"Mmm… kalau aku ingin pria yang baik, pengertian, sabar, dan bisa melindungi aku," jawab Sinta.
"Kalau si Randy, pria yang akan dijodohkan denganmu itu. Menurutmu, apa di sudah sesuai dengan kriteriamu?" tanya Bobby ingin menyelidiki perasaan Sinta terhadap tunangannya.
"Mmm… dia itu baik, sabar dan juga pengertian. Tapi…” Sinta tidak melanjutkan kata-katanya.
“Tapi kenapa, Sin?” tanya Bobby penasaran.
“A-aku tidak mencintainya, Kak. Sebab, aku merasa dia itu seperti kakakku sendiri. Ketahuilah, Kak! Dia itu sepupu jauhku, dari dulu aku sudah akrab dengannya. Dia itu memang sering main ke rumahku dan selalu membantuku, juga kedua orang tuaku. Ya… seperti kakakku saja," jelas Sinta.
"Eng… Ja-jadi, jika ada pria lain yang suka padamu dan kau juga mencintainya. Apakah kau akan meninggalkannya begitu saja, seperti dilakukan oleh gadis yang pernah dijodohkan sama kakakmu?"
"Entahlah, Kak. Tapi kalau boleh jujur, sebetulnya aku lebih memilih orang yang aku cintai. Lagi pula, setelah aku belajar dari kejadian yang telah menimpa kakakku, sebetulnya aku sempat membicarakan hal ini pada Kak Randy, dan katanya, dia tidak keberatan jika aku menentukan pilihanku sendiri," jelas Sinta.
"Eng… Se-seandainya aku yang mencintaimu. Bagaimana, Sin?" tanya Bobby memancing.
Sinta terkejut. Saat itu jantungnya seketika berdegup kencang, bahkan perasaannya pun terasa begitu berbunga-bunga. Dalam hati, dia pun jadi bertanya-tanya, "Duhai Allah… Benarkah apa yang diucapkannya itu? Apakah dia sungguh-sungguh mengatakannya, atau hanya bercanda?"
“Bagaimana, Sin?” tanya Bobby lagi.
Saat itu Sinta tidak menjawab, namun dia malah balik bertanya, "Se-seandainya aku juga mencintaimu. Bagaimana, Kak?" tanyanya kepada Bobby.
Mendengar itu, jantung Bobby langsung berdegup kencang, lantas dalam hati dia pun jadi bertanya-tanya, "Sin... benarkah yang baru kau katakan itu? Benarkah kau juga mencintaiku. Ja-jangan-jangan… kau hanya bercanda?" 
Lalu dengan segala keraguan atas pertanyaan yang diajukan Sinta, akhirnya Bobby pun segera menjawab, "Eng, mana mungkin kau mencintaiku, Sin."
"Ya… mana mungkin kamu mencintaiku, Kak," balas Sinta.
Saat itu keduanya saling berpandangan mencoba membaca mata masing-masing, hingga akhirnya mereka pun segera mengalihkan pembicaraan mengenai ilmu pengetahuan. Sementara itu di pesawat, Haris terlihat sedang menata kostum Topeng Kuning di penyangganya. Dua hari yang lalu, dia telah selesai memperbaiki kostum Topeng Kuning yang mengalami kerusakan sampai 45%, dan bukan itu saja, dia malah sudah meningkatkan daya tahan selubung pelindungnya menjadi lebih baik. Selama perbaikan itu, Haris sering mengalami kesulitan, namun kesulitannya itu selalu dia tanyakan kepada Rolab yang senantiasa menemaninya ketika bekerja. Sesekali Gita pun muncul di layar monitor guna memberinya informasi terbaru mengenai perkembangan kota.
Setelah selesai menata kostum, Haris tampak melangkah ke Laboratorium. Rupanya pemuda itu mau menyelesaikan pembuatan perangkat lunak yang akan digunakan untuk mobil rancangan Sinta. Ternyata adiknya itu telah berhasil menemukan cara untuk membuat mobil tanpa roda. Waktu itu, ketika dia sedang mengakses komputer utama, dia menemukan informasi mengenai kendala yang dihadapinya dalam pembuatan mobil tersebut. Atas informasi dari Gita dan Rolab akhirnya dia bisa mewujudkan cita-citanya guna membuat mobil tanpa roda. Pada saat yang sama, di dalam pesawat, Rolab terlihat sedang mengelas sebuah mobil yang diparkir di ruang kerja. Itulah mobil rancangan Sinta, sebuah mobil tanpa roda yang diharapkan bisa berjalan di mana saja, tanpa mempedulikan keadaan jalan yang akan dilalui. Kini mobil tersebut sudah hampir selesai, kondisi fisiknya sudah mencapai 85%.
Sementara itu di depan sebuah komputer, Haris tampak masih sibuk menyelesaikan pembuatan perangkat lunak untuk sistem komputer mobil rancangan Sinta. Haris bekerja dengan serius, dia terus merangkai kode demi kode sesuai dengan diagram alur yang telah dibuatnya, hingga akhirnya pemuda itu berhasil menyelesaikan pembuatan perangkat lunak. Saat itu dia bisa cepat menyelesaikan pekerjaan itu berkat bantuan Rolab dan Gita. Kini dia sedang melakukan pengujian perangkat lunak itu. Setelah mengetahui hasilnya, dia pun tampak begitu senang lantaran hasilnya sangat memuaskan. Setelah itu, dia tampak beristirahat sambil memantau keadaan di seputar Jakarta. Saat itu, dia terus mendengarkan setiap pesan dari radio polisi yang disadapnya.
Pada saat yang sama, Rolab tampak sedang mencari data si Tangan Besi di komputer utama. Setelah peristiwa waktu itu, Haris sengaja memintanya untuk mencari data tentang si Tangan Besi yang dia duga berasal dari zaman lain. Tak lama kemudian, Rolab sudah berhasil menemukan data yang dicarinya, lalu dengan segera dia memberitahukan hal itu kepada Haris. Mengetahui itu, Haris pun segera membacanya sendiri di layar komputer utama. Kini pemuda itu sedang membaca mengenai jati diri si Tangan Besi. Rupanya penjahat itu seorang buronan dari tahun 2030. Si Tangan Besi berasal dari Jepang, dia sering menjelajahi waktu untuk mencari bahan baku berkualitas tinggi. Akhirnya kini Haris bisa mengetahui siapa si Tangan Besi itu sebenarnya. Setelah merasa cukup, pemuda itu pun kembali beristirahat sambil memantau keadaan Ibu Kota. Pada saat yang sama, di rumah pemuda itu, Bobby baru saja pamit untuk pulang, saat itu Sinta tampak mengantarnya hingga ke mobil.
Di perjalanan, Bobby memikirkan ucapan Sinta ketika berbincang-bincang tadi. "Sin… benarkah kau mencintaiku? Kalau kau memang mencintaiku, kenapa kau malah balik bertanya? Kenapa tidak langsung kau jawab saja pertanyaanku? Huh, bodohnya aku, kenapa pula aku tidak memberikan jawaban yang tepat ketika kau mengajukan pertanyaan yang sama. Aduh, kenapa sih aku harus takut kalau kau memang benar-benar bercanda? Coba kalau tadi aku memberikan jawaban yang tepat dengan mengatakan ‘Aku akan senang dan bahagia sekali’ dan jika kau benar-benar tidak bercanda tentu kita bisa segera menikah. Tapi… jika kau benar-benar cuma bercanda, lalu kau benar-benar membenciku. Ah, sudahlah…!" Bobby membatin antara menyesal dan tidak. 
Setibanya di rumah, Bobby tak henti-hentinya memikirkan Sinta, saat itu dia benar-benar sudah dimabuk cinta. Sementara itu di pesawat, Haris sedang mengepak perangkat lunak yang dibuatnya ke dalam sebuah chip ROM (Read Only Memory). Saat itu dia bisa dengan mudah meng-upload data perangkat lunak itu dan menyimpannya di dalam sebuah chip ROM dengan menggunakan mesin khusus. Setelah selesai, pemuda itu segera melangkah ke meja kerja untuk memasang chip itu ke unit perangkat keras, yaitu dengan memasangnya pada sebuah soket yang memang telah dipersiapkan. Setelah chip ROM itu terpasang, pemuda itu pun segera melakukan pengujian. Dia mencoba chip ROM itu dengan maksud untuk mengetahui apakah perangkat lunak yang dimasukkan ke dalamnya sudah bisa berfungsi untuk mengendalikan unit perangkat kerasnya atau tidak. Ketika sedang sibuk-sibuknya, tiba-tiba terdengar panggilan dari Alkom Sinta, rupanya gadis itu minta segera dijemput.
Haris yang masih tampak sibuk segera meminta Rolab untuk menjemput Sinta di anjungan, karena saat itu dia memang tidak bisa meninggalkan pekerjaannya. Tak lama kemudian, Sinta sudah tiba di ruang laboratorium, tepatnya di ruang kerja. Rupanya dia ingin melihat perkembangan mobil hasil rancangannya. Sementara itu Rolab sudah kembali melanjutkan pekerjaannya, yaitu membuat badan mobil rancangan Sinta, yang kini sudah dalam tahap pengecatan.
"Bagaimana, Kak? Apa ada kendala?" tanya Sinta seraya duduk di sebelah kakaknya.
"Untuk saat ini tidak ada, Sin," jawab Haris.
"Ngomong-ngomong, kakak sedang apa?" tanya Sinta lagi.
"Aku sedang menguji sistem komputer untuk mobil itu," jawab Haris. "Nah... selesai sudah, perangkat lunaknya bekerja dengan baik sekali. Untuk selanjutnya tinggal dipasang pada mobil itu," jawab Haris.
Sinta sangat senang mengetahui hal itu, di bibirnya tersungging senyuman manis. "O ya, Kak. Hampir saja aku lupa, ini… aku bawakan sedikit makanan kecil," kata Sinta seraya menyerahkan bungkusan yang dibawanya.
"Wah, terima kasih, Sin! Kebetulan sekali aku lagi lapar."
"Hai, kalian!" sapa Bobby yang tiba-tiba muncul di tempat itu.
"Wah, kebetulan kau datang, Bob! Hari ini Sinta membawakan makanan kecil untuk kita. Ayo, kita makan bersama-sama di ruang santai sambil membahas mobil rancangannya!" ajak Haris.
"Boleh juga tuh!" kata Bobby bersemangat.
"Kamu tuh, Bob. Kalau sama yang namanya makanan, cepat deh!" canda Sinta.
"Iya dong, makan kan nomor satu," kata Bobby asal.
Saat itu Sinta tampak geleng-geleng kepala, sedangkan Haris tampak senyam-senyum saja. Kini ketiganya tampak melangkah menuju ke ruang santai, setibanya di ruangan itu, mereka pun langsung duduk di sofa yang melingkar. Ternyata ruangan itu memang betul-betul dirancang untuk bersantai, ruangannya yang sejuk serta desain interiornya yang nyaman membuat mereka senang sekali berlama-lama di tempat itu. Sambil menikmati kue yang dibawa Sinta, ketiganya tampak membahas mengenai mobil tanpa roda hasil rancangan Sinta.

 

Keesokan paginya, Bobby, Haris, dan Sinta kembali mempersiapkan keperluan mereka untuk menguji pembangkit listrik tenaga ombak. Kali ini mereka akan mengujinya di Pantai Selatan Jawa, tepatnya di Pelabuhan Ratu. Dari dulu, Pantai Selatan terkenal dengan ombaknya yang besar, karena itulah Sinta mau menguji pembangkit listriknya dengan ombak yang besar itu.
Setelah semua keperluan dipersiapkan, akhirnya ketiga muda-mudi itu berangkat. Dalam perjalanan, mereka tampak berbincang-bincang mengenai ilmu pengetahuan, hingga akhirnya mereka tiba di Pelabuhan Ratu ketika hari sudah menjelang siang. Kini mereka sedang mampir di sebuah warung kecil untuk menikmati santap siang. Setelah itu mereka langsung menuju ke pantai.
Ketiga muda-mudi itu begitu takjub melihat ombak yang besar tampak menjulang tinggi dan bergulung-gulung menuju pantai silih berganti. Deburannya yang dasyat tampak menerpa batu-batu karang, suaranya pun terdengar bergemuruh memecah kesunyian. Sementara itu, angin yang cukup besar bertiup memainkan rambut Bobby dan Haris, juga membuat gaun kurung bercadar yang dikenakan Sinta tampak berkibar-kibar. Tak lama kemudian, ketiganya sudah tiba di tepi pantai. Kini mereka mulai mempersiapkan segala sesuatunya untuk menguji pembangkit listrik tenaga ombak rancangan Sinta. Dalam waktu singkat, mereka tampak sudah mulai melakukan pengujian.
Ketika mereka sedang melakukan pengujian, tiba-tiba sebuah ombak yang sangat besar mendadak muncul di hadapan mereka. Tak ayal, ombak besar itu pun langsung menerpa dan menyeret ketiga muda-mudi itu menjauhi pantai. Pada saat itu Bobby dan Haris tampak berusaha berenang agar tetap berada di permukaan, sedangkan Sinta tampak terseret semakin jauh dan mulai tenggelam. Mengetahui itu, Bobby dan Haris tampak cemas dan berusaha untuk menyelamatkannya. 
Betapa terkejutnya kedua pemuda itu ketika tahu kalau Sinta sudah hilang dari pandangan, lalu dengan serta-merta mereka menyelam dan mencarinya. Cukup lama kedua pemuda itu mencari, namun Sinta tak jua ditemukan. "Duhai Allah. Selamatkanlah orang yang kucintai itu!" mohon Bobby seraya terus mencari.
Setelah berusaha keras, akhirnya Bobby berhasil menemukan Sinta yang tampak sudah terkulai lemas. Kemudian dengan tubuh yang agak lelah, pemuda itu berusaha menariknya hingga ke tepian pantai. Mengetahui itu, Haris pun segera menghampiri Bobby yang kini sedang membaringkan Sinta di atas pasir putih guna memeriksa keadaannya. "Oh, Sinta... jangan kau tinggalkan aku! Bangunlah Sin...!" ucap Bobby berharap.
“Bagaimana keadaannya, Bob?” tanya Haris cemas melihat adiknya yang terkulai tak bergerak.
“Gawat, Har. Sebaiknya cepat kau lakukan CPR! Aku sendiri akan pergi untuk mencari bantuan.”
“A-apa? Aku tidak bisa, Bob. Sebab, aku belum pernah melakukannya. Eng, apa kau bisa, Bob?”
“Ya, dulu aku pernah ikut PMR.”
“Kalau begitu, biar kau saja yang melakukannya, Bob.“
“Baiklah… Kalau begitu, cepat kau cari bantuan, Har! Biar aku di sini mencoba menolongnya sebisaku.”
Tanpa buang waktu, Haris pun segera berlari mencari bantuan. Sementara itu Bobby tampak berusaha menyelamatkan Sinta dengan melakukan CPR—memberikan pernafasan lewat mulut dan menekan dada Sinta berulang-ulang. "Ya Allah, selamatkanlah orang yang kucintai ini!" Bobby berdoa penuh harap.
Bobby terus melakukan CPR sambil terus berdoa dalam hati, hingga akhirnya, "Uhuk.. uhuk..." Sinta tampak terbatuk-batuk, dari mulutnya keluar banyak sekali air yang terminum.
Melihat itu, Bobby segera memiringkan tubuh Sinta, hingga akhirnya air yang terminum semakin banyak keluar. Saat itu Bobby begitu lega dan segera bersyukur kepada Sang Pencipta yang telah menyelamatkan orang yang dicintainya. Tak lama kemudian, Haris sudah kembali bersama beberapa orang yang membawa tandu, kemudian dengan segera mereka menandu Sinta menuju ke balai kesehatan terdekat guna memberi pertolongan lebih lanjut. Setibanya di tempat itu, seorang dokter langsung melakukan pemeriksaan dengan lebih seksama. Setelah mengetahui kondisi Sinta baik-baik saja, akhirnya Bobby dan Haris dipersilakan untuk membawanya pergi.
Kini Haris sedang membaringkan Sinta di jok belakang mobil, kemudian dengan segera dia menyelimutinya dengan sepotong jaket. "Istirahatlah Sin...!" katanya penuh perhatian. Setelah itu dia segera menoleh kepada Bobby yang tampak berdiri di dekat pintu. “Bob… tolong jaga adikku ya! Aku pergi membeli makanan untuk kita bertiga,” katanya kepada pemuda itu.
“Jangan, Har! Biar aku saja yang pergi,” kata Bobby menolak.
“Tidak, Bob. Selain mau mencari makanan, aku juga mau menghubungi orang tuaku. Dengan begitu, mereka pun bisa turut mendoakan Sinta agar lekas pulih.”
“Ta-tapi, Har…”
“Sudahlah…! Aku percaya padamu, kau pasti bisa melindunginya.”
“Eng, kalau begitu baiklah…  Aku akan menjaga adikmu di sini.”
Setelah Haris pergi, Bobby tampak duduk di dekat Sinta. “Istirahatlah, Sin…! Semoga kau bisa lekas pulih. Biarkan aku menjagamu di sini”
“Terima kasih ya, Kak!" kata Sinta seraya memejamkan matanya. Tak lama kemudian, dia tampak sudah tertidur, hal itu dikarenakan pengaruh obat penenang yang diberikan dokter. 
Kini Bobby tampak memandang Sinta yang sedang tertidur pulas tanpa mengenakan cadar, "Sin… aku sangat mencintaimu," katanya seraya membelai rambut Sinta. Bobby terus membelai rambut Sinta penuh kasih sayang. Sesekali dia juga mengelus pipi Sinta yang mulus itu dengan lembut. Begitulah setan telah berhasil memperdaya pemuda itu, yaitu dengan memanfaatkan api asmara yang kini sedang berkobar di dadanya, sehingga dia pun menjadi lupa kalau Sinta bukanlah muhrimnya. Bobby terus berada di sisi Sinta sampai akhirnya dia sendiri tertidur karena rasa kantuk yang tak tertahankan. Begitulah Allah melindungi hambanya yang sedang terjerat api asmara, yang mana jika Allah tak segera menolongnya maka tak mustahil pemuda itu akan melakukan perbuatan yang jauh lebih tidak terpuji.
Menjelang sore, Sinta terbangun dari tidurnya. Saat itu dia tampak terkejut ketika melihat Bobby yang sedang tertidur pulas di sisinya. “Oh, Kak Bobby… Kamu pasti sudah begitu kelelahan sehingga sampai tertidur di sini, “ duga Sinta dalam hati, lantas dengan segenap perasaan cinta, gadis itu pun memandang wajah pemuda itu dengan mata yang berbinar-binar. "Kak Bobby… Terima kasih atas pertolonganmu. Kamu itu benar-benar seorang pemberani. Tidak salah lagi… memang kaulah yang menjadi belahan jiwaku," katanya seraya menggenggam tangan Bobby. "Kak Bobby… Aku sangat mencintaimu," katanya lagi sambil terus memandangi wajah pemuda itu.
Sinta terus memandangi wajah Bobby yang tampan, sedangkan di hatinya bergejolak perasaan cinta yang kian berbunga-bunga. Hingga akhirnya, perasaan bahagia yang menggelora di jiwanya saat itu telah membuatnya lupa akan kejadian mengerikan yang baru dialaminya. Entah kenapa, saat itu tiba-tiba saja Bobby terbangun. Bersamaan dengan itu, Sinta langsung tersentak seraya melepaskan genggaman tangannya. Sementara itu, Bobby yang masih belum sadar betul tampak sedang merenggangkan persendiannya. "Mmm… rupanya kau sudah bangun, Sin. Maaf ya, kalau aku sampai ketiduran. O ya, apakah kau sudah merasa lebih baik?" tanyanya penuh perhatian. 
"Sudah, Kak. Terima kasih ya karena telah menyelamatkan aku," kata Sinta.
"Sudahlah…! Itu semua kan berkat pertolongan Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang," kata Bobby yang selalu menyadari kalau semua kejadian di jagad raya ini adalah karena kehendak-Nya.
Saat itu Sinta tampak tersenyum, baginya Bobby tetaplah seorang pahlawan yang telah diutus Tuhan untuk menyelamatkan nyawanya.
“O ya, Sin… Ngomong-ngomong, kenapa kakakmu belum juga kembali?”
"Entahlah, Kak. Aku juga tidak tahu.”
“Hai, kalian!” sapa Haris yang tiba-tiba saja muncul di jendela mobil. “Bobby… Bobby… aku minta untuk menjaga adikku, eh kau sendiri malah ketiduran.”
“Ma-maafkan aku Ris. Ta-tadi aku benar-benar tak kuat menahan kantuk.”
“Ya, Bob. Aku maklum kok. Kau pasti kelelahan setelah menyelamatkan Sinta tadi. Karenanyalah tadi aku membiarkan saja kau tidur. Hmm.... bagaimana kalau kita makan dulu. Kalian pasti sudah lapar, iya kan? Ini, makanlah ikan segar yang baru saja kubakar ini!" kata Haris seraya menyerahkan ikan itu kepada Bobby.
“Kau sendiri sudah makan, Har?” tanya Bobby.
“Ya, tadi aku sudah makan lebih dulu,” jawab Haris.
Tak lama kemudian, Bobby dan Sinta tampak sudah menikmati ikan bakar yang lezat itu. Sementara itu, Haris tampak sibuk membereskan tempat bakaran ikan. Ketiganya segera kembali pulang ketika hari sudah semakin sore.

 

 Dua hari kemudian, sekitar pukul sembilan pagi. Sebuah mobil dengan kecepatan tinggi tampak melaju menyusuri jalan berlubang. Pengemudinya yang mengenakan topeng berwarna kuning tampak lihai mengemudikannya. Dialah si Topeng Kuning yang sedang menguji kemampuan mobil tanpa roda rancangan Sinta.
Mobil yang dinamakan Motaro (Mobil Tanpa Roda) terus melaju menyusuri jalan berlubang, melaju semakin cepat tanpa terpengaruh oleh kondisi jalan yang demikian. Maklumlah, mobil itu memang telah dirancang agar bisa melayang 50 cm dari permukaan jalan. Ketika melewati sebuah tikungan, tiba-tiba Topeng Kuning menghentikan laju mobilnya, saat itu dia melihat sebuah sungai yang cukup lebar tampak terbentang di kejauhan. "Aha! Sungai itu cocok sekali untuk melakukan pengujian selanjutnya," ujar si Topeng Kuning seraya mengarahkan Motaro ke arah sungai itu.
Kini mobil itu tampak melayang di atas permukaan sungai dengan begitu mulus, kedua baling-balingnya terus berputar meninggalkan jejak gelombang di atas permukaan air. Tak lama kemudian, Motaro sudah tiba di seberang sungai dengan sukses. Kini mobil itu sedang dipacu oleh si  Topeng Kuning menuju ke pusat kota. Setibanya di jalan kota yang penuh kemacetan, Motaro tampak masih terus melaju, melayang di atas mobil-mobil yang terjebak macet. Pada saat itu, orang-orang yang melihatnya tampak terheran-heran, ada yang tersendak ketika minum, ada yang cuma melongo, dan ada yang berteriak "Apaan tuuuh???" Bahkan beberapa polisi lalu lintas yang melihat cuma bisa terpaku melihat Motaro yang melintas di depannya dengan begitu cepat.
Topeng Kuning terus memacu Motaro menyusuri jalan yang macet. Manusia super itu berniat membawanya ke pantai Ancol untuk melakukan pengujian di atas laut. Sementara itu di tepi laut Ancol, sebuah speed boat tampak melaju dengan kecepatan tinggi. Pengemudinya yang mabuk mengemudikannya bolak-balik di sekitar tempat itu.
Si Pengemudi terus memacu speed boat-nya semakin cepat. Ketika speed boat itu sedang mengarah ke pantai, mendadak pengemudinya dikejutkan oleh sebuah jet ski yang tiba-tiba saja berhenti dihadapannya, rupanya jet ski itu sedang mengalami mati mesin. Karena panik, pengemudi speed boat itu pun segera melompat ke laut. Untunglah, pada saat bersamaan pengemudi jet ski berhasil menghidupkan mesinnya lagi dan langsung menghindar dari hantaman speed boat. Sementara itu di tepi pantai, anak-anak terlihat sedang asyik berenang dengan riang gembira. Mereka sama sekali tidak menyadari kalau saat itu sebuah speed boat sedang melaju mendekat. Beberapa orang yang kebetulan melihat speed boat itu segera berteriak untuk memperingati anak-anak agar segera naik ke pantai. Namun sungguh disayangkan, suara teriakan itu sama-sekali tak terdengar—anak-anak itu masih saja asyik berenang dan bermain air. Sementara itu, orang tua mereka yang sempat melihat speed boat tak terkendali segera berlari menyelamatkan anaknya masing-masing.
Kini speed boat hampir mendekati pantai, saat itu suara teriakan semakin ramai terdengar, hingga akhirnya kepanikan pun tak terelakkan. Saat itu, anak-anak yang menyadari bahaya segera berlari menyelamatkan diri masing-masing, mereka saling berlomba menuju ke tepian pantai. Namun sungguh disayangkan, lari mereka sama sekali tak sebanding dengan kecepatan speed boat yang terus melaju. Sebentar lagi, mereka pasti akan di hantam oleh kendaraan yang lepas kendali itu. Di saat yang gawat itu, tiba-tiba seseorang terdengar berteriak. "Lihat… apa itu!" Seketika semua mata langsung tertuju ke arah kendaraan berwarna kuning yang sedang melaju begitu cepat, mendekati speed boat yang tak terkendali itu. Sementara itu, dari atap kendaraan berwarna kuning itu tampak keluar sesosok tubuh tegap yang siap melompat.
"I-itu… si Topeng Kuning!" teriak salah seorang di antara mereka.
Saat itu, semua mata yang hadir tampak tak berkedip menyaksikan aksi si Topeng Kuning yang begitu gagah berani, melompat dan akhirnya mendarat di atas speed boat dengan sukses. Kini si Manusia Super itu sedang mengendalikan speed boat yang saat itu hampir saja menabrak anak-anak di pantai, kemudian segera membawanya pergi menjauhi mereka yang saat itu masih berlarian menyelamatkan diri. Sementara itu, Motaro yang kini tanpa pengemudi tampak mengikuti ke mana si Topeng kuning pergi, rupanya kendaraan itu menggunakan kemudi otomatis yang cukup pintar, dia bisa melacak keberadaan topeng kuning berada.
"Hiduuup… Topeng Kuning!" teriak mereka silih berganti.
Setelah berhasil mengamankan speed boat, Topeng Kuning segera kembali masuk ke Motaro dan bergegas meninggalkan tempat itu. Saat itu si Topeng Kuning berniat untuk melanjutkan pengujian Motaro di lautan lepas. Sementara itu di pesawat, Haris dan Sinta tampak begitu senang, keduanya sangat bersyukur karena Topeng Kuning berhasil lagi dalam melaksanakan misi penyelamatannya. Kini mereka sudah kembali sibuk untuk mengamati Topeng Kuning yang sedang menguji Motaro, pada layar monitor terpampang gambar-gambar yang di ambil dari beberapa kamera yang ada di Motaro dan yang ada di dahi si Topeng Kuning. Setelah Bobby kembali ke pesawat, ketiganya langsung merayakan keberhasilan Motaro yang berhasil diuji dengan baik sekaligus merayakan keberhasilan Topeng Kuning dalam usaha penyelamatannya.
Sore harinya, televisi kembali ramai dengan berita tentang si Topeng Kuning. Tampaknya manusia super itu sudah menjadi idola setiap orang. Di layar kaca tampak anak-anak yang telah diselamatkan sedang mengucapkan terima kasih secara simbolis kepadanya. Seorang anak tampak mengalungkan rangkaian bunga kepada seseorang yang mengenakan topeng seperti yang dikenakan si Topeng Kuning.
Sementara itu, di sebuah kebun yang tak terurus, di dalam sebuah mesin waktu yang berbentuk bulat, si Tangan Besi masih mempersiapkan rencananya, yaitu membuat perangkap untuk membunuh si Topeng Kuning. "Ha ha ha…! Kau akan mati Topeng Kuning keparat!" maki si Tangan Besi. "Kau akan mati dengan mengenaskan, dan orang-orang yang mencintaimu akan kehilanganmu untuk selama-lamanya, ha ha ha…!" si Tangan Besi tertawa terbahak-bahak membayangkan kematian si Topeng Kuning.

 

Di suatu pagi yang cerah, Bobby, Haris, Sinta pergi berwisata ke Dunia Fantasi Ancol. Mereka berlibur guna menemani Windy yang baru saja datang dari luar kota. Windy adalah sepupu Bobby yang dulu pernah menjadi anak susuan ibunya Bobby, usianya sebaya dengan Sinta. Dia mempunyai paras semanis Sinta, bahkan perawakan tubuhnya pun tak jauh berbeda. Gadis itu sengaja datang ke Ibu Kota untuk berlibur ke Dufan. Maklumlah, selama ini Windy memang belum pernah ke Dufan lantaran kesibukannya.
"Lihat itu, Sin! Riam luncur ‘Niagara-gara’. Kita naik wahana itu yuk!" ajak Windy tiba-tiba.
"Memangnya kamu berani?" tanya Sinta meragukan.
"Kelihatannya menyenangkan," kata Windy.
"Oke deh, kalau kamu memang berani," kata Sinta seraya menoleh ke Bobby dan Haris. "Kak Bobby? Kak Haris? Ayo kita naik Riam Luncur!" ajaknya kemudian.
"Ayooo… siapa takuuut!" seru Haris bersemangat seraya menggandeng lengan adiknya.
"Berangkaaat…!" timpal Bobby yang kemudian mengikutinya di belakang bersama-sama Windy.
Tak lama kemudian, mereka tampak sudah mengikuti antrian untuk menaiki Riam Luncur. Saat itu suara teriakan dari orang-orang yang baru saja meluncur membuat mereka tampak bersemangat. Setelah cukup lama mengikuti antrian, akhirnya tibalah giliran mereka. Kini mereka sedang menaiki perahu yang berbentuk gelondong kayu. Tak lama kemudian, perahu yang mereka tumpangi itu mulai melaju mengikuti jalur yang berisi air. Saat itu Windy sangat senang berada di atas perahu yang baru pertama kali dinaikinya.
Kini perahu itu mulai memasuki lorong yang di dalamnya terdapat boneka-boneka yang menggambarkan kehidupan masyarakat suku Indian. Saat itu Windy tampak begitu senang menikmati suasana di lorong itu, yang baginya terasa bagaikan berpetualang di negeri asing, hingga akhirnya perahu itu keluar dari lorong dan terus melaju menuju peluncur yang cukup tinggi. Peluncur itu mempunyai sudut kemiringan kira-kira 30 derajat. Kini perahu yang mereka tumpangi tampak mulai menaiki peluncur, "TEK TEK TEK TEK TEK…" Suara mekaniknya terdengar cukup keras.
Saat itu Windy masih tampak ceria lantaran tidak mengetahui apa yang bakal terjadi, namun bagi Haris dan Sinta yang memang sudah mengetahuinya justru merasa sebaliknya, kini keduanya tampak mulai merasa cemas. Sementara itu, Bobby yang duduk paling belakang tampak masih tenang-tenang saja, bahkan dia malah bersiul merdu sambil menikmati pemandangan di sekelilingnya. Hal itu disebabkan karena dia memang sudah mengetahui bagaimana caranya bisa menikmati ‘G’ dengan tanpa rasa takut.
Kini perahu yang mereka tumpangi tampak sudah berada di puncak dan siap untuk meluncur. Tak lama kemudian, "Aaaa...!!!" Haris, Sinta, dan Windy berteriak histeris bersamaan dengan perahu yang menukik dan meluncur dengan cepat, saat itu Windy benar-benar merasa ngeri bukan kepalang lantaran menduga dirinya akan jatuh dari perahu. Pada saat yang sama Bobby justru sedang memandang ke angkasa merasakan nikmatnya ‘G. Hingga akhirnya, perahu itu tiba di bawah dan mencipratkan air ke sekelilingnya, sebagian cipratan air itu tampak membasahi ke empat penumpangnya.
Saat itu Bobby, Haris, dan Sinta langsung tertawa gembira, namun tidak demikian halnya dengan Windy, saat itu dia justru terdiam dengan wajah pucat yang tersembunyi di balik cadarnya. "Aduh, Sin… tidak lagi-lagi deh," keluhnya merasa kapok.
"Hihihi…! Bukankah tadi itu menyenangkan?" komentar Sinta ceria.
"Memang sih, permulaannya cukup menyenangkan. Tapi, ketika meluncur itu loh. Sungguh membuatku takut lantaran merasa akan jatuh dari tempat yang begitu tinggi," komentar Windy.
"Hihihi… emang enaaak!" canda Sinta.
"Duh, Sin. Tubuhku rasanya lemas sekali nih," keluh Windy lagi.
"Kalau begitu, kita ke Istana Boneka yuk!" ajak Haris tiba-tiba.
"Boleh juga tuh… Di Istana Boneka, kita bisa bersantai sambil melihat-lihat boneka dari penjuru dunia. Dengan demikian, tentu akan membuat Windy menjadi lebih baik," timpal Bobby yang merasa kasihan dengan kondisi adiknya.
Tak lama kemudian, mereka tampak melangkah bersama menuju ke Istana Boneka guna melihat boneka-boneka yang bisa bergerak dan menari-nari. Sementara itu di lokasi yang tak begitu jauh, tepatnya di dalam ruang staff penghibur tampak tergeletak dua mayat manusia yang dalam kondisi sangat memprihatinkan. Tak jauh dari kedua mayat itu, terlihat si Tangan Besi yang sedang memasukkan dua mayat manusia ke dalam lemari yang cukup besar. Setelah itu dia segera menghapiri kedua mayat yang masih tergetak tadi dan segera memasukkannya ke lemari tadi. Setelah menyembunyikan keempat mayat yang baru dibunuhnya, penjahat super itu langsung bergegas mengambil sebuah kostum badut yang tergantung di sebuah lemari. Rupanya saat itu si Tangan Besi ingin menyamar menjadi seorang badut yang bisa bebas berkeliaran tanpa dicurigai oleh petugas keamanan. Sementara itu, di sebuah rumah makan, Bobby, Haris, Sinta, dan Windy baru saja selesai menikmati santap siang. "Eng, bagaimana kalau sekarang kita naik roller coaster ‘Halilintar’?" tanya Bobby mengusulkan.
"Oke, Kak! Aku setuju sekali," kata Sinta bersemangat.
"Tidak deh, aku tidak mau naik itu," tolak Windy tiba-tiba.
“Kenapa, Win? Bukankah naik wahana itu sangat mengasyikkan?” tanya Sinta pura-pura tak mengerti.
“Aku takut, Sin. Tadi saja ketika naik Riam Luncur sudah seperti itu, apalagi naik Halilintar pasti akan lebih parah,” jawab Windy terus terang.
“Kamu salah, Win. Halilintar itu tidak seseram kelihatannya, jika sudah naik kamu pasti akan ketagihan,” jelas Sinta berusaha mempengaruhi.
“Tidak ah, pokoknya sekali tidak tetap tidak,” kata Windy kekeh pada pendiriannya.
"Sudahlah, Sin! Sebaiknya kau dan Bobby saja yang naik Halilintar, biar aku dan Windy naik simulator saja,” saran Haris tiba-tiba.
"Aku setuju, Har. Sebaiknya memang seperti itu,” kata Bobby sependapat. "O ya, nanti  kita bertemu lagi di depan panggung maksima," sambungnya kemudian.
“Beres, Bob!” kata Haris menyetujui.
“Kalau begitu yuk, Sin! Kita berangkat!" ajak Bobby seraya melangkah lebih dulu. Mengetahui itu, Sinta pun segera menyusul. Sementara itu, Haris dan Windy tampak mulai melangkah menuju ke wahana simulator.
Beberapa menit kemudian, Bobby dan Sinta tampak sudah berada di antrian wahana roller coaster. Sementara itu, Haris dan Windy sudah berada di ruang simulator, saat itu mereka duduk di kursi yang sama. Setelah semua pengunjung mengenakan sabuk pengaman, simulator ‘Berpetualang ke taman Jurassic’ akhirnya dimulai. Saat itu Haris dan Windy sangat senang dengan permainan simulator itu, sebab saat itu mereka  merasa betul-betul sedang berwisata ke suatu pulau yang dihuni oleh para dinosaurus dengan menggunakan sebuah kendaraan wisata yang besar. Kini kendaraan yang mereka ditumpangi itu terasa sedang melaju melewati sebuah lapangan rumput yang luas, tempat para dinosaurus berukuran besar sedang berkumpul. Saat itu Haris dan Windy dapat melihat beberapa ekor dinosaurus yang sedang memakan tumbuhan dengan begitu dekatnya, tak ubahnya seperti sedang berwisata ke taman safari saja. Ketika kendaraan yang mereka tumpangi melewati sebuah jalan, tiba-tiba saja seekor T-rex (Teranosaurus Rex) datang menghadang. Tak lama kemudian, T-rex itu tampak sudah siap menyerang. Mengetahui bahaya mengancam, lantas dengan segera kendaraan yang mereka tumpangi itu bergerak mundur—berusaha melarikan diri dari T-rex yang kini sudah mengejar.
Kendaraan yang mereka tumpangi itu terus bergerak mundur, berusaha semampunya menghidari kejaran T-rex hanya dengan mengandalkan gigi mundurnya. Tak lama kemudian, T-rex itu tampak sudah kian mendekat, bahkan dia sempat meraung keras dan memperlihatkan giginya yang begitu runcing mengerikan. Melihat itu, Windy pun langsung berteriak histeris dan segera memegang tangan Haris dengan eratnya. Hingga pada sebuah kesempatan, kendaraan yang mereka tumpangi itu akhirnya berhasil mengubah arah dan segera melaju dengan kekuatan penuh.
Kini kendaraan yang mereka tumpangi itu sedang menerobos memasuki hutan yang lebat, dan ketika kendaraan yang mereka tumpangi jatuh ke dalam jurang, Windy semakin erat memegang tangan Haris. Saat itu Haris membiarkan saja Windy meremas-remas tangannya, bahkan dia sempat merasakan kehalusan tangan Windy yang saat itu sedang terbalut keringat dingin. Entah kenapa saat itu Haris bisa sampai lupa, kalau Windy itu bukanlah muhrimnya, bahkan saat itu dia merasa begitu senang lantaran dirinya seolah-olah sedang menjadi seorang jagoan yang berhasil melindungi Windy dari berbagai kejadian membahayakan.
Petualangan menegangkan terus berlanjut, dan berbagai situasi mencekam pun terus mereka alami. Ketika gunung yang ada di pulau itu meletus, suasana tambah kian mencekam. Saat itu, batu dan lahar dari gunung yang meletus memaksa kendaraan yang mereka tumpangi itu harus terus menghindar, hingga akhirnya kendaraan itu terperangkap di bibir jurang dan tidak bisa ke mana-mana lagi, yang ada di hadapannya saat itu hanyalah laut yang membentang luas. Sementara itu, batu-batu membara yang terlontar dari gunung meletus tadi tampak terus berjatuhan di sekitar kendaraan itu. Pada situasi yang genting itu, tiba-tiba sebuah helikopter muncul dari balik jurang dan segera mengangkat kendaraan yang mereka tumpangi, kemudian segera membawanya terbang meninggalkan Pulau Jurassic. Akhirnya permainan simulator itu pun selesai, saat itu para pengunjung tampak bergegas keluar meninggalkan ruangan, begitu pun dengan Haris dan Windy.
Kini Haris dan Windy tampak sudah berada di luar wahana simulator, saat itu mereka sedang melangkah bersama menuju panggung maksima. Dalam perjalanan, Windy tak henti-hentinya berkomentar mengenai perasaannya saat petualangan tadi. Baginya, petualangan yang dialaminya bersama Haris di dunia dinosaurus tadi sungguh telah membangkitkan kesan tersendiri, bahkan saat itu dia merasa kalau Haris benar-benar telah melindunginya dari segala marabahaya. Sementara itu di depan panggung maksima, Bobby dan Sinta tampak sedang menyaksikan sebuah pertunjukan badut. Tak lama kemudian, Haris dan Windy sudah tiba di tempat itu, kemudian dengan segera mereka ikut bergabung guna menyaksikan pertunjukan itu bersama-sama. Saat itu mereka menyaksikan segala atraksi yang ditampilkan oleh para badut sambil menikmati popcorn dan segelas cola.
"Kak Bobby? Habis ini kamu mau naik wahana apa?" tanya Windy di sela-sela pertunjukan itu.
"Aku dan Haris mau naik komidi putar Ontang-anting," jawab Bobby.
"Wah, kalau naik komidi putar aku tidak mau ikut, soalnya aku bisa pusing kalau naik yang seperti itu," kata Windy memberi alasan. "Sin? Nanti kita naik kincir raksasa Bianglala yuk!" ajaknya pada gadis itu.
"Wah, boleh juga tuh. Tapi setelah itu kita naik Kora-Kora ya? Tempatnya kan berdekatan dengan kincir itu," kata Sinta.
"Naik perahu ayun itu ya? Wah, pasti asyik tuh," komentar Windy.
Sinta tersenyum mendengar kata-kata Windy barusan, dalam hati dia pun langsung komentar, "Asyik ya... nanti kamu pasti akan merasakan, bagaimana rasanya naik Kora Kora hihihi..."
Usai pertunjukan Badut, Sinta dan Windy segera bangkit dari duduknya. "Kak Bobby? Nanti kita bertemu lagi di sini ya!" kata Sinta membuat kesepakatan.
"Baik, Sin. Kita akan bertemu lagi di sini," kata Bobby setuju.
Sinta dan Windy segera berangkat menuju kincir raksasa, sedangkan Bobby dan Haris masih di depan panggung maksima untuk menghabiskan popcorn yang tinggal setengah. Tak lama kemudian, "Loh! Ini kan Alkom milik Sinta," kata Haris tiba-tiba.
"Aduuuh, ceroboh betul anak itu," keluh Bobby.
"Aku susul ya, Bob," kata Haris.
"Nanti saja deh, setelah kita naik komidi putar Ontang Anting," kata Bobby seraya berdiri dari tempat duduknya. "Ayo kita naik komidi putar sekarang!" ajaknya kemudian.
Lalu mereka pun segera melangkah menuju ke wahana komidi putar itu. Pada saat yang sama, Sinta dan Windy tampak sedang mengantri untuk menaiki wahana Bianglala, saat itu mereka tampak sedang bercakap-cakap. "Win? Kamu bisa melihat keindahan seputar Dufan melalui kincir raksasa ini," jelas Sinta sambil terus melangkah mengikuti antrian.
"Wah, aku bisa melihat keindahan laut dari atas sana dong," komentar Windy.
"Selain itu, kamu juga bisa melihat gedung-gedung," timpal Sinta.
"Wah, kedengarannya cukup mengasyikkan," komentar Windy.
Setelah cukup lama mengantri, akhirnya giliran mereka pun tiba, keduanya segera naik dan duduk di kursi melingkar. Roda kincir terus berputar perlahan untuk memuat dan menurunkan para penumpangnya. Setelah semua kabin terisi, putaran pertama pun dimulai. Saat itu Windy tampak senang sekali, sebab dia bisa betul-betul menikmati keindahan seputar Dufan dari atas kincir. Ketika memasuki putaran kedua, disaat Sinta dan Windy yang sedang berada pada posisi puncak, tiba-tiba terdengar sebuah ledakan yang begitu dasyat. Bersamaan dengan itu, roda kincir pun mendadak berhenti berputar. Menyadari apa yang sedang terjadi, Sinta dan Windy pun langsung panik. Begitu juga dengan para penumpang yang lain, mereka  tampak begitu panik.
Pada saat yang sama, di antrian wahana Ontang-Anting. Bobby dan Haris yang juga mendengar suara ledakan itu seketika terkejut, lantas dengan segera mereka berlari menuju ke asal suara. Setibanya di tempat itu, mereka melihat asap hitam yang tampak mengepul di bangunan pengendali kincir raksasa. Belum hilang rasa terkejutnya, tiba-tiba sebuah Ledakan kembali terdengar, kali ini ledakan terjadi di penyangga kincir raksasa sebelah kiri. Tak ayal, saat itu roda kincir mulai miring ke samping kiri, kemudian dengan perlahan mulai bergerak tumbang. Menyadari itu, semua penumpangnya langsung berteriak histeris, kemudian dengan segera orang-orang yang berada di bagian bawah roda kincir langsung berloncatan berusaha menyelamatkan diri, sedangkan mereka yang berada di bagian cukup tinggi cuma bisa berteriak minta tolong. Bersamaan dengan itu, roda kincir terus bergerak tumbang. Sinta dan Windy yang masih berada di puncak tampak takut bukan kepalang, saat itu mereka terus berpegangan dengan eratnya. Untunglah, tiba-tiba saja roda kincir itu berhenti tumbang lantaran tiang penyangga sebelah kanan masih mampu menahannya.
"Ayo kita kembali ke pesawat, Bob!" ajak Haris tiba-tiba.
"Kalau begitu, lekas kita ke toilet yang ada di sana!" ajak Bobby seraya berlari menuju toilet yang dimaksud.
Tak lama kemudian, keduanya tampak sudah berada di dalam toilet, saat itu Haris langsung mengaktifkan Alkom miliknya. "Rolab? Cepat aktifkan Mestrans I ! Gunakan tenaga untuk kapasitas dua orang dan segera pindahkan kami ke pesawat!" pintanya kepada Rolab.
Rolab yang sedang berada di anjungan segera mengaktifkan Mestrans I. Setelah dia memasukkan koordinat lokasi yang didapat dari sinyal Alkom, Android itu pun segera memindahkan keduanya. Dalam waktu singkat, kedua pemuda yang dipindahkan itu sudah berada di pesawat. Kini mereka tampak bergegas menuju ke ruang pemantau. Setibanya di tempat itu, Bobby langsung mengenakan kostum Topeng Kuning, sedangkan Haris tampak mengaktifkan komputer pemantau.
Di Dunia Fantasi, orang-orang yang berada si roda kincir masih berteriak-teriak ketakutan. Sedangkan orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu tidak bisa berbuat banyak, mereka cuma menonton dengan perasaan yang berdebar-debar. Mendadak roda kincir kembali bergerak tumbang, bersamaan dengan itu, tiba-tiba saja seberkas sinar terang mendadak muncul dan berubah menjadi sosok manusia super. Dialah si Topeng Kuning yang kini sudah siap beraksi. Mengetahui itu, orang-orang yang melihat langsung bersorak gembira dan segera memberi semangat kepada manusia super itu.
Beberapa orang yang saudaranya ikut terjebak di roda kincir langsung berteriak berharap, "Aduh, Topeng Kuning, tolong… tolong selamatkan mereka!" teriak seorang pengunjung.
"Tolong selamatkan putri dan suami saya, Topeng Kuning!" teriak seorang ibu yang anak dan suaminya juga ikut terjebak.
Tanpa buang waktu lagi, Topeng Kuning segera melesat naik dan menyelamatkan dua orang penumpang dari roda kincir yang terendah, kemudian menurunkan mereka di tempat yang aman. Selanjutnya Topeng Kuning kembali melesat naik untuk menyelamatkan penumpang berikutnya.
Peluk cium seorang ibu kepada anak dan suaminya yang berhasil diselamatkan begitu mengharukan. Sementara itu, Roda kincir sudah semakin miring, sedangkan porosnya yang menempel pada tiang penyangga sebelah kanan sudah hampir terlepas. Menyadari itu, Topeng Kuning semakin berjuang keras menurunkan para penumpang lain, dia terus berusaha sambil berpacu melawan waktu yang terus berjalan. Pada saat itu, orang-orang yang belum tertolong tampak berdoa kepada Tuhan—memohon keselamatan.
Kini roda kincir sudah semakin miring, suara derik logam yang bergeser menambah kepanikan para penumpangnya. Pada saat yang sama, Topeng Kuning masih berusaha keras menyelamatkan orang-orang yang terjebak itu, hingga akhirnya dia tiba di bagian puncak tempat Sinta, Windy, dan keempat penumpang lainnya berada.
"Ayo, Sin, Win. Bersiap-siaplah!" pinta Topeng Kuning.
"Selamatkan mereka dulu, Topeng Kuning!" pinta Sinta.
"Sudahlah…! Jangan berdebat! Nanti mereka juga akan kuselamatkan," kata Topeng Kuning.
"Tidak! Mereka dulu," Sinta tetap menolak.
"Baiklah…" kata Topeng Kuning seraya bergegas menggendong dua orang penumpang dan menurunkan mereka di tempat yang aman. Kini dia sudah kembali melesat naik dan siap menurunkan dua orang penumpang berikutnya. Ketika Topeng Kuning baru saja menurunkan kedua orang itu di tempat yang aman, tiba-tiba poros roda kincir di penyangga bagian kanan terlepas. Roda kincir bergerak tumbang lebih cepat dari sebelumnya. Mengetahui itu, Topeng Kuning segera melesat naik untuk menyelamatkan Sinta dan Windy.
Kini roda kincir raksasa tumbang semakin cepat, saat itu Sinta dan Windy berteriak keras sambil mempererat pegangan mereka. Bersamaan dengan itu, Topeng Kuning tampak melayang dengan menggunakan sayapnya. Kini dia tampak meluncur cepat mengikuti roda kincir raksasa yang terus tumbang, hingga akhirnya dia mendarat di kabin tempat Sinta dan Windy berada. "Ayo, Sin, Win! Cepat pegang tanganku!" pinta si Topeng Kuning. Sementara itu, roda kincir sudah semakin mendekati permukaan tanah. Setelah Sinta dan Windy berada dalam gendongan, manusia super itu pun segera melompat tinggi dan melebarkan sayapnya. Bersamaan dengan itu, roda kincir raksasa berdebum ke tanah dan menghantam beberapa bangunan yang ada di sekitarnya. Sementara itu, Topeng Kuning tampak masih melayang-layang dan terus meluncur turun sambil menggendong Sinta dan Windy. Namun ketika Topeng Kuning baru saja menurunkan keduanya, tiba-tiba saja seberkas sinar hijau tampak menghantam sebuah bangunan yang berada di dekatnya. Tak ayal, bangunan itu pun langsung hancur berantakan, puing-puingnya tampak beterbangan ke mana-mana. Menyadari itu, Topeng kuning kembali mengembangkan sayapnya, lalu dengan segera dia melindungi Sinta dan Windy dari puing-puing yang mengarah ke mereka.
Kini si Topeng kuning tampak memperhatikan keadaan sekitarnya, "Nah sekarang sudah aman. Sebaiknya kalian cepat pergi dari sini!" serunya kepada Sinta dan Windy.
Sinta dan Windy segera berlari meninggalkan tempat tersebut, sementara itu si Topeng Kuning tampak waspada memperhatikan si Tangan Besi yang sedang tertawa terbahak-bahak sambil mengarahkan moncong senjatanya. Mendadak dari moncong senjata itu memancar seberkas sinar hijau yang melesat cepat ke arahnya. Melihat itu, si Topeng Kuning segera menghindar. "Ups! Nyaris saja..." ucap si Topeng Kuning lega, kemudian dengan serta-merta dia segera membalas.
Pertarungan seru pun terjadi. Orang-orang yang mengetahui kejadian itu segera berhamburan, menyelamatkan diri masing-masing. Sementara itu, pertarungan dengan menggunakan senjata masih terus berlangsung, akibatnya areal di sekitar tempat itu jadi hancur berantakan. Beberapa wahana ikut hancur terkena sasaran tembak. Saling tembak dan saling menghindar terus berlanjut, sampai akhirnya si Tangan Besi melarikan diri ke suatu tempat. Melihat lawannya melarikan diri, si Topeng Kuning segera mengejar.
Topeng kuning terus mengejar si Tangan Besi yang berlari memasuki sebuah bangunan. Setibanya di dalam bangunan, Topeng Kuning tampak terkejut, ternyata si Tangan Besi sudah menghilang. Kini dia tampak melangkah dengan waspada, kedua matanya tampak fokus—mencari-cari si Penjahat Super itu. Saat itu, si Topeng Kuning tampak memeriksa ke setiap sudut ruangan yang dicurigai.
Ketika melewati sebuah lorong, samar-samar dia mendengar suara yang berasal dari sebuah ruangan tak jauh dari tempatnya berdiri, lantas dengan segera Topeng Kuning beranjak memeriksanya, dan ternyata di ruangan itu tidak ada siapa-siapa. “Apa itu?” tanya Topeng Kuning ketika melihat sebaris tulisan yang ada di dinding, ‘Matilah kau, Topeng Kuning. Lihatlah ke atas!’, Topeng Kuning spontan melihat ke atas. Dilihatnya sebuah Bom waktu tampak sedang menghitung mundur, ‘5… 4… 3…’ 
Menyadari dirinya sedang dalam perangkap, lantas dengan segera Topeng Kuning berlari menghindar. Namun sangat disayangkan, ketika baru saja melewati ambang pintu, tiba-tiba bom waktu itu meledak dengan dasyatnya. Tak ayal, Topeng Kuning pun terpental jauh dan menghantam tembok, kemudian terhempas ke lantai dan tidak bergerak lagi. Sementara itu, Haris yang sedang memantau Topeng Kuning menjadi sangat khawatir. Saat itu dia melihat kerusakan kostum sudah mencapai 85%, sedangkan sistem pertahanannya mati total, tapi dia masih melihat adanya tanda-tanda kehidupan. Mengetahui itu, Haris pun segera mengganti layar monitor untuk mengoperasikan Mestrans I.
Pada saat yang sama, si Tangan besi tampak terbahak-bahak merayakan keberhasilan perangkapnya. Saat itu dia benar-benar senang melihat musuhnya yang sudah tidak bergerak lagi. Kini si Penjahat Super itu sedang mendudukkan si Topeng Kuning pada sebuah kursi besi, kemudian mengeluarkan samurai lasernya dan bersiap-siap memenggal kepala si Topeng Kuning.
"Tamat sudah riwayatmu Topeng Kuning sialan. Nah... sekarang pergilah ke alam baka!" ucap si Tangan Besi seraya mengayunkan samurainya. Namun ketika samurai hampir mendekati leher si Topeng Kuning, tiba-tiba Topeng Kuning lenyap tanpa bekas. Akibatnya, samurai laser si Tangan Besi hanya membabat sasaran kosong. "A-apa! Ke mana dia?" tanya si Tangan Besi terkejut.
Si Tangan Besi tampak mengeraskan kepalannya, dia begitu kesal lantaran gagal memenggal kepala musuhnya. Sementara itu di pesawat, Haris tampak sedang tergesa-gesa. Pemuda itu terlihat berlari sambil mendorong sebuah tandu menuju ke anjungan. Setibanya di tempat itu, pemuda yang berkaca mata itu langsung mengangkat tubuh Topeng Kuning dan membawanya ke ruang pemantau. Begitu sampai di tempat tujuan, dia langsung menyandarkan tubuh Topeng Kuning ke penyangga kostum. Setelah kostum yang dikenakan Bobby terbuka secara otomatis, Haris pun langsung memeriksa keadaan pemuda itu. "Bobby...!" seru Haris cemas ketika melihat dari mulut, hidung, dan telinga sahabatnya tampak mengeluarkan darah.  
Lantas tanpa buang waktu lagi, pemuda itu segera meletakkan tubuh sahabatnya ke atas tandu, kemudian dengan segera membawanya ke ruang medis. Setibanya di ruangan itu, tubuh Bobby langsung dibaringkan di Mesin scanning. Setelah penutup kaca mesin itu mengunci, Haris pun segera mengoperasikannya. Segaris sinar kuning tampak bergerak dari atas kepala sampai ke ujung kaki. Bersamaan dengan itu, pada layar monitor tampak tertulis hasil pemeriksaan. Tak lama kemudian, pemeriksaan tubuh Bobby pun selesai. Saat itu Haris mengetahui bahwa Bobby dalam keadaan koma, dan gegar otak ringan berhasil dideteksi. Mengetahui kondisi yang demikian, Haris segera membawanya menuju ke tabung pengobatan. Tabung itu berisi air yang mengandung obat dan biasa digunakan untuk merawat pasien yang mengalami koma. Kini Haris sedang menyandarkan tubuh Bobby pada alat penyangga, kemudian memasang beberapa alat pendeteksi pada tubuhnya. Setelah semua alat itu terpasang, Haris segera menekan sebuah tombol. Bersamaan dengan itu, alat penyangga tadi tampak mulai bergerak naik, kemudian dengan perlahan mulai memasukkan tubuh Bobby ke dalam tabung. Sementara itu di areal parkir Dunia Fantasi, Sinta dan Windy tampak sedang kebingungan. "Aduh, bagaimana kita bisa mengendarai mobil ini, Win? Kuncinya kan ada sama Kak Bobby," kata Sinta bingung.
"Aduh, jadi gimana dong?” tanya Windy ikut bingung. "O ya, waktu itu kan Kak Bobby  pernah kehilangan kunci sepeda motornya, lalu dia mengambil kunci serepnya di sebuah tempat rahasia. Mungkin juga kunci serep mobil ini disembunyikan di sebuah tempat rahasia," sambungnya kemudian.
“Benarkah? Kalau begitu ayo kita cari sama-sama!” ajak Sinta seraya mulai mencarinya di kolong mobil.  Bersamaan dengan itu, Windy pun tampak mulai mencari.
“Nah... ini dia," kata Sinta dengan nada ceria, lantas dengan segera gadis itu bergegas membuka pintu mobil dan duduk di belakang setir.
Mengetahui itu, Windy pun segera menyusul dan duduk di sebelahnya. "O ya, Sin? Ngomong-ngomong, bagaimana dengan Bobby dan Haris? Kenapa kamu mau meninggalkan mereka?" tanya Windy heran.
"Tenang… mereka akan baik-baik saja," kata Sinta seraya mulai memacu mobil yang dikendarainya meninggalkan tempat itu.
"Lho, kok kamu bisa tahu?" tanya Windy semakin heran.
"Ya, tahu dong! Sebab…" Sinta tidak melanjutkan perkataannya.
"Sebab apa, Sin?" tanya Windy penasaran.
"Sudahlah…! Nanti saja aku ceritakan," kata Sinta.
"O ya, ngomong-ngomong… Kenapa si Topeng Kuning itu mengenal kita, Sin? Bahkan sepertinya, dia itu sudah begitu mengenalmu?" tanya Windy lagi.
Saat itu Sinta tidak menjawab, sepertinya dia sedang berpikir keras. "Hmm… Sebaiknya aku beritahu atau tidak ya?” tanya Sinta dalam hati.  “Ah, sebaiknya aku beritahu saja. Bukankah dia itu sepupunya Bobby, aku yakin kalau dia pasti bisa menjaga rahasia ini," duganya kemudian.
"Sin? Jawab dong…" desak Windy.
"Sudahlah…! Nanti kamu juga akan tahu," kata Sinta sambil terus mengemudikan mobil yang dikendarainya menuju ke rumah Bobby.
Setibanya di tempat tujuan, Sinta langsung membunyikan klakson sampai beberapa kali. Tak lama kemudian, Mang Udin tampak keluar dan segera membukakan pintu gerbang. "Lho, Den Bobby-nya mana, Non?" tanyanya sedikit bingung.
“Kak Bobby lagi bersama Kak Haris, Mang,” jawab Sinta seraya mulai memarkir mobil yang dikendarainya ke depan garasi.
Sementara itu, Mang Udin tampak sibuk menutup gerbang. Setelah itu, dia segera melangkah mendekati Sinta dan Windy yang saat itu baru saja turun dari mobil. "Mang? Kami harus segera ke gudang belakang. Biasa Mang," kata Sinta memberi tahu.
Mang Udin yang memang sudah mengetahui perihal Kaptrans langsung memahami ucapan Sinta, "O, kalau begitu, ayo silakan masuk!" kata Mang Udin mempersilakan keduanya masuk.
Tak lama kemudian, Sinta dan Windy tampak sudah melangkah bersama menuju ke gudang. Sementara itu, Mang Udin tampak kembali mengerjakan tugas-tugasnya. Setibanya di dalam gudang,  Sinta langsung membuka terpal penutup Kaptrans, kemudian dengan segera dia mengajak Windy memasuki ke benda itu.
"Apa ini Sin?" tanya Windy bingung.
"Tenang saja," jawab Sinta singkat seraya mulai mengoperasikan Kaptrans.
Seperti biasa, dalam sekejap Kaptrans sudah mengantar penumpangnya sampai ke anjungan. Saat itu, Windy benar-benar takjub dibuatnya.
“Selamat datang, Sinta. Aku ingin mengabarkan sesuatu padamu,” sambut Rolab yang ternyata memang sudah menunggu kedatangannya.
Saat itu Windy langsung berteriak dan segera bersembunyi di belakang Sinta, rupanya dia benar-benar takut dengan kehadiran Android yang baginya tampak begitu menyeramkan. Mengetahui itu, Sinta pun berusaha menenangkan. “Tenanglah, Win. Dia tidak akan menyakitimu. Dia itu Android yang baik,” jelasnya kemudian.
“Benarkah itu?” tanya Windy ragu.
“Benar, Win. Dia sudah diprogram untuk tidak menyakiti orang yang tak bersalah, bahkan dia sudah di program untuk bisa melindungi orang yang dalam kesulitan.”
Setelah mengetahui itu, akhirnya Windy tak takut lagi. Bahkan kini dia sudah berani menyentuhnya.
“O ya, Rolab. Tadi kau ingin memberi tahu kabar apa?” tanya Sinta.
“Sinta, Kakak anda Haris meminta anda untuk segera ke ruang pengobatan,” kata  Rolab mengabarkan.
“Ke ruang pengobatan, baiklah aku akan segera ke sana. O ya, ini temanku Windy, tolong ajak dia jalan-jalan untuk mengenal pesawat ini!”
“Baiklah Sinta, aku akan segera menjalankan perintahmu.”
“Sin, aku…”
“Sudahlah…! Kau pasti akan aman bersama dia,” potong Sinta seraya berlari menuju ruang pengobatan. Kini gadis itu sudah berada di ruang yang dituju, saat itu dia tampak sedih lantaran melihat kondisi Bobby yang sedang koma di dalam tabung pengobatan. Sungguh gadis itu tidak menyangka kalau orang yang dicintainya sampai mengalami hal demikian.
"Kak Bobby... sadarlah segera!" pintanya penuh harap. "A-aku tidak ingin terjadi sesuatu pada dirimu," katanya lagi dengan mata yang berkaca-kaca. Kini dia tampak memandang wajah Bobby yang pucat, saat itu bibirnya bergetar seperti hendak mengatakan sesuatu. "Kak Bobby... A-aku mencintaimu…" ungkapnya seraya menitikkan air mata. "Kak Bobby… A-aku tidak mau kau sampai meninggalkanku, sebab a-aku tidak bisa hidup tanpamu… "
Saat itu air mata Sinta tampak semakin deras mengalir, rupanya dia benar-benar tak kuasa menahan kesedihan yang begitu mendalam lantaran membayangkan takdir buruk yang akan menimpa Bobby. Sementara itu, Haris yang kebetulan melihat Sinta sedang bersedih segera menghampiri. "Sudahlah, Sin! Kondisinya baik-baik saja kok. Mungkin beberapa hari lagi dia sudah sadar kembali," katanya berusaha menenangkannya.
Tak lama kemudian, Windy pun tiba di ruangan itu. Dia datang bersama Rolab yang telah mengajaknya berkeliling pesawat guna menuntaskan semua kebingungan Windy. Kini Haris, Sinta, dan Windy tampak berdoa kepada Tuhan, agar Bobby cepat sadar dari komanya.

 

Esok paginya, sebuah mobil sport tampak melintas di atas jembatan dengan kecepatan yang cukup tinggi. Bersamaan dengan itu, sesosok bayangan tampak melesat dan menghadang mobil itu dari jarak kurang lebih 200 meter, ternyata sosok bayangan itu si Tangan Besi yang akan melakukan aksinya lagi.
Kini penjahat super itu sedang mengarahkan tangannya lurus ke depan, membidik ke arah mobil yang terus melaju ke arahnya. Mendadak seberkas sinar merah tampak melesat dari pergelangan tangannya dan tepat mengenai sasaran. Tak ayal, mobil yang sedang melaju itu mendadak berhenti dengan sendirinya, rupanya mobil itu telah terkena tembakan sinar pengacau sistem kelistrikan sementara.
Mengetahui usahanya berhasil, si Tangan Besi segera menghampiri. Kini dia sedang mengeluarkan pengemudinya yang dalam keadaan tidak bernyawa. Tentu saja setelah pengemudi itu dicekik dengan tangannya yang terbuat dari besi. Setelah melemparkan mayat itu ke dalam sungai, si Tangan Besi langsung memasuki mobil dan memacunya dengan kecepatan tinggi. Sampai akhirnya mobil itu menghilang di ujung jembatan.
Di daerah Kemayoran, tak jauh dari arena Pekan Raya Jakarta. Acara peresmian menara tertinggi di dunia sedang berlangsung. Suara sirine terdengar meraung panjang, hal itu menandakan bahwa menara itu telah resmi dibuka. Orang-orang menyambutnya dengan tepuk tangan dan sorak-sorai yang gegap-gempita. Balon-balon diterbangkan ke angkasa, ribuan kertas halus dan pita-pita berwarna-warni berhamburan di sekitar gedung. Suasana saat itu benar-benar tampak meriah sekali. Menara yang tertinggi di dunia dan menjadi salah satu kebanggaan warga kota Jakarta kini telah resmi dibuka.
Di saat semua orang sedang bergembira menyaksikan acara peresmian itu, tiba-tiba seberkas sinar Hijau menghantam sebuah patung kubus yang tak begitu jauh dari podium tempat Gubernur Jakarta berpidato. Tak ayal, patung kubus itu pun langsung hancur berkeping-keping. Mengetahui itu, orang-orang yang berada di sekitar tempat itu segera berhamburan menyelamatkan diri. Sementara itu di kejauhan, si Tangan Besi tampak terbahak-bahak, di tangan kanannya tergenggam senjata plasma beam yang siap ditembakkan kapan saja.
Kini dia sedang melangkah menghampiri Pak Gubernur yang tampak terpaku di atas podium. Saat itu, para aparat berusaha untuk melindunginya, mereka segera memberondong si Tangan Besi dengan rentetan peluru yang keluar dari moncong senjata otomatis. Namun semuanya itu sia-sia belaka, si Tangan Besi tidak tergores sedikitpun. Tapi justru sebaliknya, sinar hijau yang ditembakkan oleh si Tangan Besi telah merenggut beberapa korban dari pihak aparat.
Si Tangan Besi terus melangkah mendekati podium, sedangkan para aparat sudah tidak menembak lagi, mereka pasrah dan membiarkan si Tangan Besi menghampiri Pak Gubernur yang tampak begitu ketakutan. Si Tangan Besi tampak tersenyum dingin kepada Pak Gubernur, "Tenang Pak! Saat ini saya tidak akan membunuh Bapak. Sebaiknya Bapak berdiri saja di situ dan jangan coba-coba melarikan diri!" katanya seraya menghampiri Pak Gubernur dan berdiri di sampingnya.
Para wartawan yang berada di tempat itu segera mengarahkan kameranya ke arah si Tangan Besi yang saat ini mulai berbicara melalui pengeras suara. "Hai, para warga kota! Dimana pahlawan kalian si Topeng Kuning? Kenapa dia tidak muncul saat ini? Apakah dia sudah menjadi seorang pengecut?" katanya dengan lantang di hadapan kamera.
"Lihat ini…! " teriak si Tangan Besi seraya mencengkram tengkuk Pak Gubernur dan memperlihatkan wajahnya yang pucat ke hadapan kamera. "Gubernur kalian ini akan kubunuh bila si Topeng Kuning tidak muncul untuk menyerahkan diri dalam tempo 3 X 24 jam. Selain itu, aku juga akan menghancurkan kota terus-menerus sampai si Topeng Kuning muncul. Nah... sekarang Gubernur kalian ini akan kutawan di atas menara, pada tubuhnya akan kupasang sebuah bom yang sewaktu-waktu bisa kuledakkan. Bom itu akan kuledakkan bila ada yang coba-coba mendekatinya, karena pada Bom itu sudah kupasang sensor gerakan yang akan mengaktifkan lampu indikator yang berwarna kuning ini," jelas si Tangan Besi seraya menunjuk ke sebuah lampu indikator yang ada di alat pemicu jarak jauhnya. Setelah berbicara begitu, si Tangan Besi segera membawa Pak Gubernur menuju ke puncak menara dan memasangkan bom pada tubuhnya. Setelah itu, dia segera kembali ke podium dan langsung bicara di depan kamera, "Hai, Topeng Kuning! Di mana pun kau berada, cepatlah selamatkan Pak Gubernur! Ingat... bila kau tidak muncul dalam tempo 3 X 24 jam, aku akan menekan tombol ini…," ancam si Tangan Besi sambil memperlihatkan sebuah tombol pada alat pemicu jarak jauhnya.
Setelah berbicara begitu, si Tangan Besi segera beranjak dari podium dan mulai menghancurkan sarana yang ada di tempat itu. Dia mengamuk tanpa ada yang bisa mencegah. Para aparat dan wartawan yang ketakutan segera melarikan diri, namun sebagian wartawan yang nekad tetap meliput kejadian itu. Haris, Sinta, dan Windy yang menyaksikan kejadian itu di televisi tampak begitu geram.
"Bagaimana cara kita menghadapi orang itu, Har?" tanya Sinta bingung.
"Aku juga tidak tahu, Sin. Andai saja Bobby sudah sadar dan kostum itu juga sudah diperbaiki, tentu Topeng Kuning akan menghalanginya," jawab Haris.
"Ngomong-ngomong, bagaimana kondisi kostum itu sekarang, Har?" tanya Sinta lagi.
"Perangkat lunak Kostum itu sudah kuperbaiki, kondisinya kini sudah 50 persen. Sekarang Rolab sedang melakukan perbaikan fisik luarnya," jelas Haris.
Mereka terus membahas masalah itu, sesekali Windy ikut bicara mencarikan jalan keluar dari persoalan yang sedang mereka hadapi.
"O ya, bukankah kita punya Motaro yang dipersenjatai dengan senjata yang canggih! Bagaimana kalau kita menggunakan mobil itu untuk menghentikan si Tangan Besi," saran Windy tiba-tiba.
"Lalu, siapa yang mengemudikan mobil itu?" tanya Haris.
"Aku…" kata Windy yakin.
"A-apa! Memangnya kau bisa?" tanya Haris meragukan.
"Tentu saja, asal kau memberitahuku cara menggunakan fasilitasnya," jawab Windy.
"Maksudku… apa kau punya keberanian?" tanya Haris lagi. "Ketika di Dufan saja kau begitu penakut," sambungnya kemudian.
"Kak Haris…?” panggil Sinta tiba-tiba, kemudian gadis itu segera melanjutkan, “Waktu itu Kak Bobby pernah cerita, kalau Windy itu dulunya adalah seorang pembalap, bahkan dia sudah memenangkan beberapa kali perlombaan. Namun setelah dia mengalami suatu kecelakaan dasyat, entah kenapa dia menjadi trauma dan takut sekali dengan hal-hal yang berisiko kematian. Hmm… Mungkin saja saat ini keberaniannya sudah muncul kembali, Kak," ceritanya panjang lebar.
"Apa benar yang diceritakan Sinta, Win?" tanya Haris hampir tak mempercayainya.
"Benar, Kak. Semenjak kecelakaan itu aku memang menjadi penakut, namun setelah peristiwa di Dufan, entah kenapa keberanianku muncul kembali. Saat itu aku menyadari bahwa kematian adalah kehendak Allah. Jika Allah memang menghendaki, maka ketika di Dufan pun aku pasti sudah mati. Kini aku benar-benar yakin, hidup dan matiku semua itu kehendak Allah. Kalaupun aku mati, aku akan mati sebagai pembela kebenaran," jelas Windy.
"Win… Sebenarnya Motaro belum pernah diuji tempur, bahkan aku tidak tahu apakah mobil itu bisa bertahan terhadap serangan musuh atau tidak," jelas Haris meragukan .
"Kalau kita tidak mencobanya, bagaimana kita bisa tahu," kata Windy meyakinkan.
"Benar, Kak. Sebaiknya kita coba saja!" Sinta mendukung.
"Baiklah, kalau itu mau kalian. Tapi, sebelum itu aku dan Rolab akan memaksimalkan kemampuan mobil itu lebih dulu," kata Haris menyetujui.
Kini mereka membahas semua keperluan Windy, yaitu kostum pelindung dan helm pengaman. Sinta menyarankan untuk memodifikasi kostum dan helm balap milik Windy. Sementara itu di pusat kota, si Tangan Besi sedang mengamuk menghancurkan fasilitas umum. Tentara yang dikerahkan tidak mampu menghentikannya. Bagi mereka si Tangan Besi bagaikan siluman, biarpun mereka menggunakan senjata berat, mereka selalu luput mengenai sasaran karena si Tangan Besi berhasil menghindar dengan lincah. Akibatnya, merekalah yang justru semakin memperparah kerusakan. Warga kota yang menyaksikan amukan si Tangan Besi melalui layar kaca tampak begitu geram, bahkan mereka sempat kecewa dengan si Topeng Kuning yang tak kunjung hadir. Seharusnya di saat demikian, dia muncul untuk menghentikan si Tangan Besi. Saat itu mereka menganggap Topeng Kuning seorang pengecut dan egois, dia tidak mau menyerahkan diri kepada si Tangan Besi guna menyelamatkan kota dan Gubernur mereka. Padahal, dialah harapan satu-satunya yang di utus Tuhan untuk bisa menghentikan tindak kejahatan itu.
Si Tangan Besi terus mengamuk. Gedung-gedung indah yang menjadi kebanggaan kota dihancur-leburkan, berbagai fasilitas umum tak luput dari amukan si Tangan Besi, sedikit demi sedikit orang-orang mulai mengungsi meninggalkan kota. Mereka merasa putus asa karena mengira Topeng Kuning tidak akan muncul untuk menyelamatkan kota mereka.

 

Dua hari telah berlalu. Para penduduk sudah banyak yang mengungsi ke luar kota, mereka merasa cemas kalau-kalau si Tangan Besi mengamuk dan melukai mereka. Sementara itu di pesawat, di depan sebuah tabung pengobatan, Sinta yang sedang tidak mengenakan cadar tampak menatap Bobby yang masih dalam keadaan koma. Saat itu dia terus berharap agar Bobby cepat sadarkan diri. Ketika sedang memperhatikan jari-jari Bobby, dia melihat ada sedikit gerakan. Pada saat itu, alat pendeteksi kehidupan mulai bereaksi, grafik di layar monitor mulai memperlihatkan tanda-tanda yang semakin nyata. Mata Bobby pun mulai terbuka dengan perlahan. Kini dia sedang memandang Sinta dengan tatapan bingung, alisnya tampak sedikit merapat seperti sedang memikirkan sesuatu. "Si-Sinta...? Ke-kenapa dia memandangiku? A-apa sebenarnya yang sedang dilakukannya? Eng… Sebenarnya apa yang telah terjadi, dan di-di mana aku?" tanyanya dalam hati.
Saat itu Sinta tampak tersenyum padanya, "Kak Bobby...!" Panggilnya seraya menempelkan telapak tangannya pada tabung kaca. "Syukurlah, Kak! Rupanya Kakak sudah sadarkan diri," sambungnya kemudian.
Tiba-tiba Sinta mendengar suara langkah kaki yang memasuki ruangan itu, lalu dengan segera gadis itu menoleh. "Kak Haris, lihatlah! Kak Bobby sudah sadarkan diri," katanya dengan wajah yang begitu gembira.
"Benarkah!" kata Haris seakan tidak percaya, lalu dengan serta-merta dia melihat ke arah tabung pengobatan, saat itu dilihatnya Bobby sedang melambai-lambaikan tangan kepadanya. "Syukurlah, Bob! Rupanya kau sudah sadarkan diri," katanya dalam hati seraya bergegas mendekat. 
Setibanya di dekat tabung pengobatan, Haris langsung menekan sebuah tombol yang ada di sebelah tabung. Bersamaan dengan itu, tiba-tiba saja alat penyangga yang menyangga tubuh Bobby mulai bergerak naik, kemudian turun di sebelah tabung dengan sangat perlahan. Kini Haris sedang melepaskan alat-alat pendeteksi yang melekat di tubuh Bobby, kemudian dengan hati-hati dia langsung memapahnya menuju mesin scanning.
Setelah pemeriksaan dilakukan. "Syukurlah... kini kondisinya sudah pulih kembali," kata Haris gembira sambil terus memperhatikan hasil pemeriksaan monitor scanning.
Mengetahui itu, Sinta pun langsung gembira. Saat itu dia ingin memeluk Bobby dan mengucapkan selamat padanya. Namun karena dia bukan muhrimnya, terpaksa dia hanya bisa membayangkan saja. Sementara itu, Windy yang baru saja tiba di ruangan itu juga ikut senang, lantas dengan dia memeluk Bobby dan mengucapkan selamat padanya, tak lupa dalam hati dia pun mengucap syukur kepada Sang Pencipta.
"Ehem...! Pelukannya jangan lama-lama dong! Kan masih banyak yang harus kita kerjakan,"  kata Haris tiba-tiba.
Mendengar teguran itu, Windy pun segera melepaskan pelukannya. "Sekarang, apa rencana kita?" tanyanya kemudian.
"Sebaiknya kita bicarakan hal ini di ruang santai," saran Haris.
"Aku setuju," timpal Bobby.
"Aku juga," timpal Sinta.
Mereka segera melangkah ke ruang santai. Sementara itu di bundaran Hotel Indonesia, si Tangan Besi terlihat sedang berjalan-jalan di antara puing yang berserakan. Di kejauhan, para tentara dan polisi terus mengawasi tingkah-lakunya, sedangkan para wartawan terus meliput perkembangan kota dengan penuh keberanian, mereka berupaya mencari berita terkini tentang si Tangan Besi.
"Huh, apakah si Topeng Kuning itu sudah mati? Kenapa sampai hari ini dia belum juga muncul?" si Tangan Besi bertanya-tanya dalam hati. "Hmm… Aku rasa dia memang sudah mati. Buktinya sampai hari ini batang hidungnya tidak kelihatan," si Tangan Besi mengambil kesimpulan. "Kalau begitu, sebaiknya aku melaksanakan niatku semula, yaitu mengambil kristal di tugu monas," kata si Tangan Besi bertekad dalam hati.
Kini si Tangan Besi tampak memasuki sebuah mobil sport hasil rampasannya, kemudian segera memacunya menuju Monas. Sementara itu, para tentara dan polisi cuma bisa mengikuti, saat itu tidak satu dari mereka yang berani mencegah.
Setibanya di dekat Monas, si Tangan Besi menghentikan mobilnya, kemudian dengan segera melangkah ke bawah Tugu dan langsung melesat naik. Kini dia sudah berada di puncak tugu dan sedang mengusap-usap emas yang berada di hadapannya, saat itu dia tampak begitu senang karena kali ini tidak ada lagi yang bisa menghalanginya. "Ha ha ha…! Akhirnya aku bisa memiliki emas ini, ha ha ha…!" si Tangan Besi tertawa terbahak-bahak, senang bukan kepalang.
"Tidak juga Tangan Besi! Kau harus melangkahi mayatku dulu!" seru seseorang tiba-tiba.
Seketika si Tangan Besi memalingkan wajahnya, dan betapa terkejutnya dia ketika mengetahui siapa yang datang. "Kurang ajar kau, Topeng Kuning! Rupanya kau masih hidup," ujarnya geram kepada si Topeng Kuning yang saat itu sedang berdiri di sampingnya dengan posisi siap menyerang.
"Tentu saja, manusia dungu. Tuhan masih menghendaki aku hidup untuk menghentikan  semua kebiadabanmu. Nah, sekarang bersiaplah," ujar si Topeng kuning seraya menyerangnya dengan pukulan yang mematikan.
Namun sungguh sangat disayangkan, pukulan itu dapat ditangkis oleh si Tangan Besi dan langsung dibalas dengan pukulan yang tak kalah mematikan. Baku hantam pun terjadi, keduanya saling pukul dan saling menangkis dengan serunya. Saat itu, para tentara dan polisi tampak bersorak-sorai memberi dukungan untuk si Topeng Kuning, sedangkan para wartawan tampak bersemangat meliput peristiwa itu. Pada saat yang sama, para pemirsa yang menyaksikan pertempuran itu melalui televisi berdoa untuk keselamatan si Topeng Kuning, mereka sangat senang karena ternyata Topeng Kuning bukan seorang pengecut. Mereka terus-menerus memberikan dukungan dan doa untuk si Topeng Kuning.
Kini si Tangan Besi mulai terdesak, dia tampak begitu kewalahan menghadapi serangan-serangan si Topeng Kuning yang begitu hebat. Ketika sudah sangat terdesak, tiba-tiba saja Si Tangan Besi melompat dari atas tugu, tubuhnya tampak meluncur ke bawah dan akhirnya mendarat dengan menggunakan tali yang keluar dari tangan kanannya. Si Topeng Kuning yang juga melompat turun tampak baru saja mendarat, dari punggungnya tampak sepasang sayap yang baru saja menutup. Kini dia sedang menyerang si Tangan Besi yang sedang berlari menuju ke mobilnya, seberkas sinar Kuning tampak melesat cepat menuju sasaran. Mengetahui dirinya dalam bahaya, si Tangan Besi segera menghindar. Akibatnya, sinar itu menghantam sebuah motor polisi yang sedang diparkir. Tak ayal, motor itu pun langsung hancur berkeping-keping. Kini si Tangan Besi sedang membalas serangan tadi, seberkas sinar hijau tampak melesat ke arah si Topeng Kuning, namun sinar itu berhasil dihindarinya dengan lincah.
Pertarungan adu tembak terus berlangsung, sinar hijau dan kuning tampak terpancar silih berganti. Hingga pada suatu kesempatan, seberkas sinar hijau berhasil mengenai lengan si Topeng Kuning. Akibatnya, dia pun langsung terpelanting dan terjerembab di atas aspal. Ketika baru saja berdiri, tiba-tiba sebuah sinar hijau kembali menerjang dadanya. Tak ayal, saat itu si Topeng Kuning langsung terlontar ke belakang dan jatuh terlentang. Kini dia sedang berusaha untuk bangkit kembali. Sementara itu, Haris yang sedang memantaunya tampak begitu khawatir, "Cepat bangun, Bob! Jika kau tertembak lagi, selubung pelindungmu akan mati. Saat ini kondisi sistem pertahanan tinggal 25%," katanya memperingati.
Pada saat yang sama, si Tangan Besi sudah siap melancarkan serangan berikutnya. Malah saat itu dia sudah membidik tepat ke bagian dada Topeng Kuning, yang saat itu masih berusaha berdiri. Disaat si Tangan Besi akan menembak, tiba-tiba sebuah mobil berwarna kuning muncul di tempat itu dan langsung menembakkan sinar merah ke arah si Tangan Besi. Melihat dirinya terancam, si Tangan Besi segera menghindar dan balik menyerang. Kini seberkas sinar hijau tampak melesat ke arah mobil kuning itu dan menghantamnya dengan telak. Tak ayal, mobil tanpa roda yang dikemudikan Windy itu langsung terguncang hebat.
Si Tangan Besi terus menyerang Motaro dengan bertubi-tubi, sinar hijau yang keluar dari senjata si Tangan Besi tampak menghantam mobil itu berkali-kali. Windy yang berada di dalam Motaro tampak panik, namun begitu dia masih berusaha untuk membalas. Kini dia sedang membidik si Tangan Besi dengan senjata lasernya. Setelah target terkunci, Windy pun segera menekan tombol pemicu. Sungguh sangat disayangkan, hantaman sinar hijau tadi telah merusak sistem persenjataanya. Mengetahui itu, Windy tampak semakin panik, saat itu dia mencoba menekan tombol itu berkali-kali, namun sayangnya senjata itu masih juga tidak bisa menembak. "Gawat, selubung pelindung Motaro sudah mati. Sekali tembak, aku pasti terpanggang di dalam mobil ini," kata Sinta pasrah.
Di saat yang gawat itu, tiba-tiba seberkas sinar kuning tampak melesat cepat dan langsung menghantam senjata si Tangan besi. Tak ayal, senjata si Tangan Besi langsung terlontar jauh dan jatuh di atas aspal. Menyadari apa yang terjadi, si Tangan Besi segera berguling dan mengambilnya kembali. Kini penjahat super itu sudah menggenggam senjatanya lagi dan sedang bersiap-siap membalas serangan tadi. Namun ketika dia hendak melancarkan serangan, tiba-tiba "Apa!!! si Tangan Besi terkejut bukan kepalang, saat itu senjatanya sama sekali tidak bisa ditembakkan. Rupanya senjata itu telah rusak akibat serangan tadi.
Belum hilang rasa terkejutnya, tiba-tiba seberkas sinar kuning sudah melesat cepat ke arahnya. Saat itu si Tangan Besi cuma bisa terpaku, bersamaan dengan itu sinar tersebut langsung menghantam dadanya. Tak ayal, tubuh si Tangan Besi langsung terlontar jauh dan terseret di atas aspal sejauh lima meter. Kini penjahat super itu sedang berusaha bangkit kembali. Namun belum sempat dia berdiri tegak, tiba-tiba seberkas sinar kuning sudah kembali menghantam dadanya. Sungguh sial si Tangan Besi, lagi-lagi tubuhnya terlontar jauh ke belakang dan kali ini jatuh di atas kap mesin mobil polisi. Saat itu, kap mobil itu menjadi ringsek dibuatnya.
Kini Si tangan Besi tampak sudah tidak berdaya, sepertinya dia begitu kesulitan untuk bangkit kembali. Melihat hal demikian, si Topeng Kuning segera menghampiri. Ketika si Topeng Kuning sudah kian mendekat, tiba-tiba "Berhenti Topeng Kuning! Jika kau maju, aku akan menekan tombol ini," ancam si Tangan Besi yang kini sedang menggenggam pemicu jarak jauhnya.
Topeng Kuning menghentikan langkahnya, saat itu dia benar-benar khawatir kalau si Tangan Besi akan menekannya.
"Menyerahlah Topeng Kuning! Atau aku akan benar-benar menekan tombol ini," desak si Tangan Besi.
Si Topeng Kuning tidak mempunyai pilihan lain, saat itu dia benar-benar tidak mau jika Pak Gubernur menjadi korban. "Baiklah… aku akan menyerah," katanya kepada si Tangan Besi.
Si Tangan Besi yang sudah kepayahan tampak berdiri dan segera menghampiri si Topeng kuning, "Sekarang… lepaskan senjatamu, juga perisai yang ada di lenganmu itu!" perintah si Tangan Besi.
Topeng Kuning pun menurut, dia segera melepaskan senjata yang menempel di tangan kanannya, kemudian melepaskan perisai yang menempel di tangan kirinya. Kini kedua benda itu tampak sudah tergeletak di atas aspal.
"Nah, sekarang berbaliklah!" perintah si Tangan Besi lagi.
Lagi-lagi si Topeng Kuning menurut, dia segera berputar membelakangi si Tangan Besi. Bersamaan dengan itu, si Tangan Besi tampak mengambil sebutir pil dari ikat pinggangnya, kemudian langsung menelannya. Dalam waktu singkat, tubuhnya yang semula lemah kini dengan perlahan mulai pulih kembali. Setelah merasa benar-benar pulih, si Tangan Besi segera mengambil kedua benda milik si Topeng Kuning dan langsung merusaknya hingga tak berbentuk.
Kini penjahat super itu sedang menghampiri si Topeng Kuning yang tampak masih berdiri membelakanginya, kemudian dengan segera dia mengapit lehernya dan bersiap-siap mematahkannya. Saat itu Topeng Kuning tidak bisa berbuat banyak, dia cuma pasrah menerima perlakuan itu. Ketika si Tangan Besi hendak mematahkan leher si Topeng kuning, tiba-tiba saja Motaro sudah berada di belakangnya. Mobil itu tampak melaju dengan cepat dan siap menabraknya. Saat itu si Tangan Besi terkejut dibuatnya, sungguh tidak menyangka kalau mobil itu masih bisa berjalan. Menyadari ada kesempatan, si Topeng Kuning segera menyikut dada kiri si Tangan Besi hingga alat pemicu yang ada di genggamannya itu terlempar ke aspal.
Windy yang mengetahui hal itu segera menghentikan Motaro, kemudian dengan segera dia bergegas keluar dan mengambil pemicu yang terlempar itu. Pada saat yang sama, si Tangan Besi berusaha merampasnya kembali, namun sial baginya—si Topeng Kuning berhasil menghalangi. Sementara itu, Windy tampak sedang bergegas kembali ke Motaro, pada saat itu para wartawan tampak memfokuskan kamera mereka ke arah Windy yang sedang berlari ke arah Motaro sambil membawa pemicu jarak jauh. Saat itu mereka semua bertanya-tanya, siapa pula orang yang bertopeng putih itu atau si Topeng putih itu.
Kini gadis dengan kostum hitam dan bertopeng putih itu sudah berada di dalam Motaro. Sementara itu di kejauhan, si Topeng Kuning tampak sedang mengejar si Tangan Besi yang mencoba melarikan diri ke arah mobil sport-nya. Tak lama kemudian, penjahat super itu sudah berhasil masuk ke mobil dan segera melaju ke menara tempat Pak Gubernur ditawan. Pada saat itu, Topeng Kuning cuma terpaku melihat musuhnya berhasil melarikan diri, "Sial! Fasilitas lari cepat-ku tidak berfungsi," keluhnya dengan kedua tangan yang mengepal. 
Pada saat itu, tiba-tiba saja Motaro sudah berada di sampingnya. "Ayo Kak Bobby, lekas naik!" seru Windy si Topeng Putih.
Mengetahui itu, si Topeng Kuning segera memasuki Motaro. Bersamaan dengan itu, si Topeng Putih segera memacunya secepat mungkin guna mengejar si Tangan Besi. Kejar-kejaran pun terjadi. Si Tangan Besi terus memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, sedangkan si Topeng putih terus membuntutinya. Sungguh kepandaian Windy dalam mengemudikan Motaro tak diragukan lagi, saat itu jiwa pembalapnya sudah benar-benar kembali, sehingga dia tampak begitu lihai di setiap tikungan dan mampu menghindari rintangan yang menghadang.
Kejar-kejaran itu terus berlangsung, hingga akhirnya si Tangan Besi berhasil tiba di bawah menara dan segera berlari memasukinya. Pada saat yang sama, si Topeng kuning tampak berusaha mengejarnya, di belakangnya terlihat Windy yang berlari mengikutinya.
Kini si Tangan besi sudah berada di dalam gedung dan baru saja memasuki elevator. Pada saat yang sama, Topeng Kuning tiba di tempat itu, namun sayangnya saat itu pintu elevator sudah tertutup rapat. Mengetahui itu, si Topeng Kuning segera mengejarnya lewat tangga darurat. Sementara itu, si Topeng Putih tampak baru memasuki gedung. Kini dia sedang berdiri depan di pintu elevator guna menunggu elevator sebelah yang sebentar lagi tiba.
Di dalam elevator, si Tangan Besi tampak sedang mempersiapkan sesuatu. Lagi-lagi penjahat super itu mengambil pil yang ada di ikat pinggangnya, kemudian dengan segera menelannya. Bersamaan dengan itu, tubuhnya pun berangsur-angsur dirasakan semakin kuat. Setelah itu dia tampak mengambil sebuah kapsul kaca yang berisi cairan biru, kemudian dengan segera memasukkannya ke sebuah lubang yang ada di lengan besinya. Kini dia tampak menekan sebuah tombol yang ada di lengan besinya itu, bersamaan dengan itu sebuah lampu indikator hijau tampak menyala, pertanda kalau kekuatan super pada lengan besinya itu sudah siap digunakan.
Tak lama kemudian, elevator yang ditumpangi si Tangan besi sudah tiba di puncak menara. Kini penjahat super itu sedang melangkah menghampiri Pak Gubernur. Namun belum sempat dia mendekat, tiba-tiba si Topeng Kuning sudah berada di tempat itu. "Berhenti Tangan Besi! Mari kita bertarung secara jantan!" tantang si Topeng Kuning penuh keberanian.
Si tangan Besi langsung menghentikan langkahnya dan segera berpaling. "Kurang ajar kau, Topeng Kuning! Kau benar-benar telah membuatku susah. Terus terang, sebenarnya aku malas melayani tantanganmu. Namun sebagai seorang lelaki, tidak sepantasnya aku menolak tantanganmu itu," kata si Tangan besi geram.
Kini keduanya tampak sudah memasang kuda-kuda, lalu dengan penuh semangat mereka mulai saling menyerang. Kehebatan jurus dan teknik yang mereka miliki memang sangat luar biasa. Akibatnya, beberapa sarana penunjang yang ada di tempat itu menjadi rusak parah. Sementara itu, Windy yang baru saja tiba di atas menara langsung terpana ketika melihat keduanya saling baku hantam dengan serunya, bahkan kedua matanya hampir tak berkedip menyaksikan pertarungan itu. Tiba-tiba gadis itu tersadar, kalau dia harus segera  menyelamatkan Pak Gubernur, lantas dengan segera dia menghampiri Pak Gubernur yang kini tergeletak tak berdaya.
Kini gadis itu sedang berusaha melepaskan bom dari tubuh Pak Gubernur dengan hati-hati sekali. Namun sungguh sangat disayangkan, begitu bom itu terlepas, penghitung mundurnya mendadak bekerja. Lima belas menit lagi bom itu akan meledak. Menyadari itu, Windy pun langsung panik. "Aduh! Bagaimana cara menghentikannya ya?" tanyanya dalam hati seraya berusaha berpikir keras. "O, ya mungkin Haris tahu cara menjinakkannya," duganya seraya menghubungi Haris untuk meminta bantuan. 
Sementara itu, pertarungan tangan kosong si Topeng Kuning melawan si Tangan Besi masih terus berlanjut, saat itu keduanya tampak saling pukul dan saling menendang dengan jurus-jurus yang begitu mematikan. Hingga akhirnya, si Tangan Besi tampak mulai terdesak, sungguh saat itu dia benar-benar sudah kewalahan melayani jurus-jurus si Topeng Kuning yang luar biasa hebat. Merasa kian terdesak, si Tangan Besi segera mengeluarkan samurai lasernya dan langsung menyerang dengan sabetan sinar biru yang mematikan. Karena ketidakjantanan si Tangan Besi yang telah menggunakan senjata, akhirnya keadaan pun menjadi berbalik. Kini si Topeng Kuning tampak kewalahan menghadapi serangan-serangan itu, hingga akhirnya sekelebat sinar biru berhasil mengenai dadanya. Tak ayal, si Topeng Kuning langsung terlontar ke belakang dan jatuh tak jauh dari tempat Windy berada. Windy yang saat itu sedang berbicara dengan Haris tampak terkejut dan segera menoleh ke arahnya. Saat itu dia melihat si Topeng Kuning yang sedang terkapar, di dadanya tampak bekas goresan yang berwarna hitam.
"Topeng Kuning! Kau tidak apa-apa???" teriaknya penuh kekhawatiran.
"Tidak, aku tidak apa-apa!" jawab si Topeng Kuning seraya menoleh ke arah wanita itu. Pada saat itu, matanya sempat melihat bom yang sedang menghitung mundur, bom itu akan meledak lima menit lagi. "Windy! Cepat bawa Pak Gubernur turun!" teriaknya tiba-tiba sambil berusaha bangkit.
 "Ta-tapi, bagaimana denganmu? Bom ini kan akan segera meledak," tanyanya agak khawatir.
"Sudahlah…! Kau jangan mempedulikan aku, yang penting selamatkan saja beliau!"
"Bobby benar, Win,” timpal Haris tiba-tiba, saat itu dia berbicara melalui Alkom Windy yang masih online. “Cepatlah kau selamatkan Pak Gubernur! Terus terang, aku juga tidak tahu cara menjinakkannya," sambungnya kemudian.
“Kalau begitu, baiklah,” ucap Windy seraya berusaha memapah Pak Gubernur dan segera mengajaknya turun menggunakan elevator.
Sementara itu, si Topeng Kuning sudah kembali bertarung menghadapi si Tangan Besi yang saat ini sudah siap menyerang. Pada saat yang sama, Haris berusaha memperingatinya. "Bob, selubung pelindungmu sudah tidak berfungsi. Berhati-hatilah!" katanya penuh kekhawatiran.
"Terima kasih, Har. Aku akan berusaha semaksimal mungkin," kata si Topeng Kuning seraya memasang kuda-kudanya.
Tak lama kemudian, si Tangan Besi sudah menyerang. Saat itu dia tampak menyabetkan samurai lasernya ke arah si Topeng Kuning dengan jurus-jurus pedang yang mematikan. Lagi-lagi si Topeng Kuning tampak kewalahan, namun dia masih terus berusaha untuk menghindar.
Bom akan meledak dua menit lagi. Pada saat itu, si Topeng Kuning masih berusaha keras menghindari serangan-serangan si Tangan Besi, namun sayangnya hal itu tak berlangsung lama. Pada suatu kesempatan, samurai si Tangan besi berhasil membabat lengan kiri si Topeng kuning. Tak ayal, senjata itu pun berhasil menggores kostum dan tembus mengenai kulit lengannya. Kini dari bekas goresan itu tampak mengalir darah segar yang terus mengalir. Mengetahui itu, si Tangan Besi tampak tersenyum puas. Tak lama kemudian, dia sudah kembali menyerang, saat itu sabetan samurai lasernya semakin buas, mengarah ke bagian-bagian yang vital. Pada saat yang sama, si Topeng tampak berusaha menghindarinya dengan begitu lincah, hal itu dikarenakan kini dia sudah lebih waspada.
Sementara itu, bom waktu terus menghitung mundur, kini bom itu akan meledak satu menit lagi. Mengetahui itu, si Tangan Besi langsung panik. "Sial, kalau terus begini aku bisa mati karena ledakan bom itu," katanya cemas. Kini penjahat super itu berusaha menyerang si Topeng Kuning dengan begitu membabi buta, sepertinya saat itu dia ingin segera menuntaskan pertarungannya.
Namun akibat dari ketergesaannya itu, si Topeng Kuning justru berhasil melancarkan sebuah tendangan keras dan telak mengenai dada si Tangan Besi. Tak ayal, saat itu si Tangan Besi langsung terlontar jauh ke belakang dan jatuh menimpa sebuah antena parabola. Kini dia sedang meringis kesakitan sambil berusaha bangkit kembali. Pada saat yang sama, Topeng Kuning tampak melihat hitungan mundur—bom akan meledak 5 detik lagi. Mengetahui itu, si Topeng Kuning langsung panik dan segera berlari ke tepi menara. ‘4… 3… 2…’ saat itu juga si Topeng Kuning langsung melompat ke bawah. Bersamaan dengan itu, sebuah ledakan dasyat langsung menghancurkan atap menara. Api ledakan yang begitu dasyat hampir saja mengenai tubuh si Topeng Kuning.
Kini si Topeng Kuning tampak meluncur ke bawah, dari punggungnya terlihat sepasang sayap yang baru saja mengembang. Sementara itu di bawah menara, Windy dan Pak Gubernur terlihat baru saja keluar gedung. Saat itu mereka sangat terkejut lantaran mengetahui ada banyak sekali puing-puing yang berjatuhan dari atap menara yang runtuh. Menyadari bahaya mengancam, Windy pun segera mengajak Pak Gubernur untuk bergegas memasuki Motaro, kemudian dengan segera memacunya menjauhi tempat itu. Pada saat yang sama, puing-puing terus berjatuhan dengan disertai debu yang begitu tebal, bahkan beberapa puing yang berjatuhan itu hampir saja mengenai Motaro. Tapi untunglah, saat itu Windy mampu menghindarinya, hingga akhirnya dia berhasil lolos dari maut. "Alhamdulillah… Akhirnya," ucap Windy merasa lega.
Kini Motaro sudah berhenti di tempat yang aman, yaitu tak jauh dari tempat Topeng Kuning mendarat. Sementara itu, gedung menara terus runtuh dengan suaranya yang terdengar bergemuruh, puing-puingnya terus berjatuhan dengan disertai kepulan debu dan asap yang semakin membumbung tinggi. Dari kejauhan, Topeng Kuning, Windy, dan Pak Gubernur tampak terpaku memandang kehancuran gedung tersebut. Para tentara dan polisi yang baru saja tiba juga terpaku menyaksikan kejadian itu, mereka sangat menyesalkan kehancuran gedung yang baru saja diresmikan itu.
Kini si Topeng Kuning dan si Topeng Putih sudah pergi meninggalkan tempat itu, sedangkan Pak Gubernur tampak sedang menceritakan peristiwa yang dialaminya kepada para wartawan. Dia menceritakan perihal pertarungan si Topeng Kuning ketika di atas menara sampai akhirnya manusia super itu berhasil melompat sebelum bom itu meledak, dan dia juga menceritakan bahwa si Tangan Besi masih berada di atas menara ketika bom itu meledak. Para pemirsa yang menyaksikan pernyataan Pak Gubernur itu merasa terharu. Mereka benar-benar bahagia karena sekarang kota mereka telah aman dari si Tangan Besi. Sementara itu di ruang kargo pesawat, Haris tampak begitu sibuk mengoperasikan Mestrans II. Saat ini dia sedang mempersiapkan perpindahan Motaro ke ruangan itu. Sinta yang berdiri di sampingnya tampak gembira, sepertinya dia sudah tidak sabar menunggu  kepulangan sang Pahlawan yang baru saja menyelamatkan kota.
Tak lama kemudian, Motaro muncul di Mestrans II. Kini mobil itu sedang diparkir tak jauh dari pesawat kecil yang juga diparkir di ruangan itu. Pada saat yang sama, Haris dan Sinta tampak bergegas menghapirinya. Begitu Bobby dan Windy keluar dari Motaro, keduanya langsung disambut dengan penuh suka cita. Saat itu Sinta langsung memeluk Windy dengan erat, kemudian disusul dengan menyalami Topeng Kuning yang saat itu masih tampak kelelahan. Haris tak mau ketinggalan, dia segera menyalami keduanya dan mengucapkan selamat atas kesuksesan itu.
Setelah mengobati luka Bobby, mereka pun langsung menuju ke ruang santai. Kini mereka sedang merayakan keberhasilan itu sambil menikmati kue buatan Sinta. Mereka berharap tidak ada lagi penjahat seperti si Tangan Besi yang dengan semena-mena mengacau di kota Jakarta.

 


Assalam….

Mohon maaf jika pada tulisan ini terdapat kesalahan di sana-sini, sebab saya hanyalah manusia yang tak luput dari salah dan dosa. Saya menyadari kalau segala kebenaran itu datangnya dari Allah SWT, dan segala kesalahan tentulah berasal dari saya. Karenanyalah, jika saya telah melakukan kekhilafan karena kurangnya ilmu, mohon kiranya teman-teman mau memberikan nasihat dan meluruskannya. Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih banyak.
Akhir kata, semoga cerita ini bisa bermanfaat buat saya sendiri dan juga buat para pembaca. Amin… Kritik dan saran bisa anda sampaikan melalui e-mail bangbois@yahoo.com

Wassalam…


[ Cerita ini ditulis tahun 2002 ]