E-Book dan Game Gratis

E-book                      Game & Software
Bagi anda yang ingin membaca secara offline, silakan download format e-book-nya di sini!

Karunia Mutiara Cinta - Bagian 12

 Dua Belas



Hari ini matahari bersinar seperti biasa, panas dan membakar kulit. Bobby dan gurunya kembali ke luar desa. Kali ini Bobby diajak gurunya untuk menemui seorang yang menjadi pemimpin sebuah laskar yang akan berjuang ke Afghanistan. Setelah dua jam berjalan kaki, akhirnya mereka tiba di tempat tujuan. Orang-orang terlihat berbaris dengan rapi, mereka adalah para pejuang yang akan di kirim ke Afghanistan.
"Zar! Ini uang dari masyarakat yang berhasil dikumpulkan," kata si Kakek kepada Pimpinan Laskar.
"Syukurlah... akhirnya para sukarelawan bisa juga berangkat menuju ke medan jihad."
Bobby masih menunggu sang guru yang tengah berbicara dengan Pimpinan Laskar, dia menunggunya di sebuah tenda kecil yang cukup nyaman. Setelah sekian lama menunggu akhirnya sang Kakek menemuinya di dalam tenda, kemudian tampak mereka berbincang-bincang.
“Kek, aku dengar Rezim Taliban memberlakukan hijab yang terlalu ekstrim?”
"Ya, itu karena Taliban ingin rakyatnya dapat membeningkan hati ini dengan mudah, selain itu Taliban juga ingin melindungi kaum wanita dan memuliakan mereka. Ketahuilah, Bob… Setiap pria yang sudah menginjak dewasa tentu akan membutuhkan kebutuhan biologis. Karena itulah, setiap kali mereka melihat sesuatu yang berbau hasrat seksual, walaupun hanya sekejap, tentu akan menimbulkan nafsu birahi, terutama pemuda sepertimu. Ketahuilah, setiap pria normal memang sudah ditakdirkan seperti itu."
"Lantas, bagaimana untuk bisa mengendalikannya, Kek?"
"Dengan membuat kondisi yang lebih baik, yaitu seperti yang diterapkan Taliban."
"Apakah mengucap Istigfar setiap kali kita melihat hal-hal itu bisa membantu."
"Tentu saja. Hal itu sangat membantu. Sebab jika kita selalu ingat Tuhan, tentu Tuhan juga akan selalu melindungi kita dari hal-hal yang demikian. Tapi tidak untuk mereka yang masih lemah iman, di mulut mereka mengucapkan dengan fasih tetapi di hati mereka tetap menikmatinya, dan yang terbaik adalah dengan berzikir setiap saat, dengan berzikir pikiranmu akan selalu dialihkan kepada Sang Pencipta. Karena zikir memang dapat mengalihkan segala pikiran sesat yang ada di setiap benak manusia."
"Kek? Mungkinkah kita bisa ingat Tuhan jika hati kita belum bening?"
"Bisa saja tapi sangat sulit, tidak semua orang bisa. Hanya mereka saja yang memang bersungguh-sungguh mau membeningkan hatinya dan tetap berusaha untuk selalu memperjuangkan undang-undang yang bisa mendukung hal tersebut, dan orang-orang seperti mereka akan mendapat ujian yang sangat berat, kalau mereka tetap sabar mereka akan tetap memperjuangkannya sampai akhir hayatnya dengan cara yang baik, tapi kalau mereka yang tidak sabar tentu akan melakukan dengan cara yang keras, seperti merusak tempat-tempat yang dianggap penyebar kemungkaran dan yang lebih ekstrimnya lagi adalah yang seperti orang-orang Amerika dan sekutunya tuduhkan sebagai Teroris."
"Kasihan sekali orang-orang itu, Kek?"
"Ya, dan yang paling kasihan dari orang-orang yang ingin membeningkan hati adalah mereka yang memilih hidup menyendiri, enggan keluar rumah dan tidak mau bicara dengan siapa saja. Mereka mempasrahkan hidupnya kepada Tuhan, dengan hanya melakukan ibadah dan hidupnya menggantungkan diri dengan orang lain, dan lebih kasihan lagi adalah mereka yang menjadi orang gila karena tidak kuat menahan segala beban di batinnya."
"Kek? Kalau begitu memang sulit sekali jika ingin membeningkan hati di sebuah negara yang tidak mempunyai undang-undang yang Kakek maksudkan. Bisa-bisa aku juga akan bernasib seperti mereka, soalnya di negaraku hampir setiap hari bisa melihat hal-hal yang Kakek maksudkan bisa membuat hati ini kelam dan keras membatu. Selama berada di negaraku, nafsu birahiku sulit sekali diredakan, tidak seperti di sini yang kondisinya masih bisa menahan birahi."
"Ini kan di desa, Bob. Kalau di kota ya sama saja dengan di negaramu. Tapi kau tidak perlu kuatir! Bila lingkunganmu memang tidak memungkinkan, kau bisa menggunakan cara-cara yang sedikit Kakek ketahui."
"Bagaimana itu, Kek?"
"Menyendiri, tidak keluar rumah."
"Pasrah dan hidup menjadi seperti benalu, begitu Kek?"
"Tidak, bukan begitu, Bob. Kakek tahu setiap orang butuh makan, mau tidak mau kau harus mencari uang agar bisa makan dan tidak menjadi benalu."
"Jadi aku harus mencari pekerjaan yang lebih sering di dalam rumah, begitu kan Kek?"
"Benar sekali, Bob. Dengan bekerja di rumah akan mengurangi interaksi dengan hal-hal yang merusak pandangan, seperti menjadi pekerja seni misalnya."
"Apakah aku bisa, Kek?"
"Kenapa tidak, semua itu mungkin saja Bob, tentunya jika kau mau bersungguh-sungguh berusaha dan banyak berdoa. Tapi kalau kau tidak bisa menjadi pekerja seni, kau bisa pergi ke tempat sunyi dan jauh dari keramaian, seperti yang sahabat Kakek lakukan."
"Hidup sendirian dan bertahan hidup dengan mengandalkan alam, begitu kan Kek?"
"Benar, Bob."
"Wah, Kek. Rasanya sulit juga, apa mungkin aku bisa melakukan itu? Terus terang, aku takut sesuatu mengancam diriku jika sendirian. Kalau hidup di hutan, bisa-bisa aku malah dimakan binatang buas. Kalau di gurun, tidak deh, Kek. Terlalu panas."
"Bobby... Bobby. Kau kan tidak sendirian, kau selalu ditemani oleh Tuhan yang selalu melindungimu di mana saja kau berada."
"Iya ya, Kek. O ya, Kek. Kalau membutakan kedua mata kita atau dikebiri menurut Kakek bagaimana?"
"Kakek tidak setuju dengan hal itu, karena itu berarti menyianyiakan apa yang sudah Tuhan berikan kepada kita. Hal itu bersifat permanen dan tidak bisa dikembalikan lagi, jika kedua mata kita buta berarti akan mengurangi kesempatan kita untuk bisa belajar lebih jauh, dengan adanya mata kita akan lebih mudah untuk mencari ilmu dan bekerja lebih baik. Jika dikebiri berarti memutuskan keturunan, dan itu berarti kita tidak mungkin bisa mempunyai penerus untuk melanjutkan perjuangan kita kelak."
"Kek? Menurut Kakek, sebaiknya cara seperti apa yang bisa kulakukan?"
"Itu terserah kepada keputusanmu. Kakek tidak bisa menentukan apa yang terbaik, karena setiap orang berbeda. Lakukanlah yang bisa kau lakukan, dan jangan menjadi orang-orang munafik dengan hati yang gelap. Pesan Kakek ikuti saja arus yang ada di negaramu, tetapi kau harus meredam pandangan dari hal-hal yang bersifat glamor dan membangkitkan hasrat seksual, yaitu dengan tinggal dilokasi yang lebih baik, selanjutnya berusahalah memperjuangkan hak-hakmu seperti yang Kakek lakukan selama ini."
"Untuk menjaga pandangan yang bersifat glamor mungkin masih bisa, Kek. Tapi, untuk menjaga pandangan dari  hasrat seksual rasanya agak sulit."
"Untuk itu kau harus menikah, Bob."
"Menikah? Kenapa harus menikah, apa tidak ada cara lain lagi untuk meredam birahi?"
"Bisa, yaitu dengan berpuasa? Tapi karena tingkat syahwat orang berbeda-beda, berpuasa belum tentu mampu meredamnya. Karena puasa orang awam berbeda dengan puasanya orang-orang yang sudah bening hatinya. Jadi, jika yang tidak mampu berpuasa di atas tingkatan orang awam, jalan satu-satunya memang harus menikah."
"Aku takut jika menikah, Kek."
"Kenapa mesti takut, Bob?"
"Aku takut nantinya akan menelantarkan istriku. Kalau aku mempunyai penghasilan mungkin tidak menjadi masalah, tapi jika tidak, tentunya akan menimbulkan masalah."
"Bob, Tuhan itu Maha Pemurah. Kau pasti akan mendapat rezeki jika menikah kelak. Walaupun hanya sedikit rezeki, kau dan istrimu tetap akan bisa hidup."
"Itulah sulitnya, Kek. Sulit sekali mencari wanita yang mau menerima kita apa adanya."
"Ya itu memang sulit jika di negerimu masih banyak wanita yang mementingkan masalah duniawi—wanita yang menuntut materi. Untuk mengatasinya kau harus bekerja keras guna mendapatkan uang, diiringi dengan doa dan berbuat baik. Setelah semua tercapai dan mencukupi lekas-lekaslah menikah."
"Tapi Kek, mendapat pekerjaan dengan pendapatan yang mencukupi juga sangat sulit dilakukan."
"Kalau begitu, mau tidak mau kau harus mencari istri yang benar-benar salehah, bukan sekedar luarnya saja, tapi juga dalamnya. Karena dia akan bersedia diajak hidup susah dengan alasan ibadah, dan bekerjalah apa saja yang kau bisa kerjakan, yang penting halal dan cukup untuk makan. Setelah kau menikah, maka Insya Allah kau bisa meredam segala pandangan yang menimbulkan birahi. Kemudian jalani kehidupan seperti biasa, teruslah berusaha berbuat baik dan perbanyak ibadah. Kalau kau tetap konsisten, maka Insya Allah kau akan bisa mencapai bening hati."
"Sanggupkah aku melakukan semua itu jika hatiku masih kotor dan belum bening?" tanya Bobby ragu.
"Cobalah semaksimal mungkin, dan jika kau tidak bisa pasrahkan saja kepada Sang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang! Biarlah Tuhan yang akan memberi ganjaran setimpal untuk mereka yang tidak mau membantu orang-orang yang ingin membersihkan hati dengan alasan apapun."
"Hidup seperti benalu, Kek?"
"Ya mau apa lagi, kalau semua usaha sudah kau lakukan semaksimal mungkin. Mau tidak mau kau harus pasrah, dan setelah kepasrahanmu Tuhan pasti akan membukakan jalan keluarnya."
"Baiklah, Kek. Aku akan renungkan semua kata-kata Kakek."
"Kalau begitu mari kita kembali ke desa!"
"Mari Kek!" Setelah berpamitan dengan pimpinan para sukarelawan akhirnya Bobby dan gurunya pulang kembali ke desa. Mereka terus melangkah melewati gurun, hingga akhirnya mereka tiba di desa.



Setelah dua tahun menuntut ilmu akhirnya Bobby berniat kembali ke negaranya. Saat ini dia sedang duduk berhadapan dengan Sang Guru guna mendengarkan petuah beliau yang mesti dia ketahui.
"Bob... Kakek berpesan, janganlah kau menjadi takabur dan sombong dengan segala ilmu yang sudah kau pelajari. Pergunakan dan amalkanlah ilmu yang sudah kau dapat sesuai dengan perintah Allah, dan ingat, janganlah kau mengajarkan ilmu yang belum kau amalkan sendiri atau yang kau tidak tahu realitanya. Ajarkanlah ilmu-ilmu yang memang kau sudah tahu realitanya, atau ilmu yang kau sendiri sudah mengalaminya. Untuk itu kau harus pandai-pandai dalam menjaga kebersihan hatimu, agar tidak menjadi kotor dan akhirnya malah membuat kau menjadi hina. Sampaikanlah segelintir ilmu yang kau tahu dalam bentuk lisan maupun tulisan. Nanti kalau kau sudah istiqamah, berjuanglah dengan sekuat kemampuanmu di dalam jihad yang sesungguhnya, yaitu berjuang mendirikan khilafah agar Islam benar-benar bisa menjadi rahmat untuk sementa alam."
"Insya Allah, Kek. Semua petuah Kakek akan kuingat dan kulaksanakan dengan sebaik mungkin. Untuk itu aku akan terus berusaha untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah dan akan selalu berada di jalan-Nya."
Setelah mencium tangan gurunya, Bobby segera bergabung dengan rombongan pendakwah. Kemudian Rombongan itu bergerak meninggalkan desa untuk kembali ke Malaysia. Orang-orang desa terlihat masih berdiri memandang kepergian mereka, beberapa orang terlihat melambaikan tangannya. Hembusan angin yang cukup kencang terlihat menyapu debu-debu hingga beterbangan. Mentari yang kini condong ke Barat sudah tidak terlalu menyengat, dan seekor burung elang terlihat berputar-putar di angkasa.