E-Book dan Game Gratis

E-book                      Game & Software
Bagi anda yang ingin membaca secara offline, silakan download format e-book-nya di sini!

Misteri Kehadiran Arwah - Bagian 4

Empat



Esok siangnya, cuaca tampak cerah. Namun kecerahan itu tidak berarti apa-apa bagi seorang gadis SMU yang kini sedang duduk termenung di dalam kelas. Wajahnya yang cantik terlihat begitu murung, sedangkan tatapannya tampak kosong memandang ke arah taman. Sepertinya dia sedang dilanda kekecewaan, dan kekecewaan itu membuat segalanya menjadi tidak bermakna.
"Hai…Rani! Kok melamun saja!" sapa seorang gadis tiba-tiba.
Rani terkejut dan langsung menoleh ke belakang. "Eh! Kau Lin," katanya seraya mencoba tersenyum.
"Memangnya ada apa sih?" tanya Linda teman sekelas Rani.
"Ah, tidak. Tidak ada apa-apa kok," jawab Rani.
"Ikut aku ke kantin yuk!" ajak Linda.
"Kau duluan deh! Nanti aku menyusul."
"Oke deh. Kalau begitu, aku duluan ya," pamit Linda.
Rani mengangguk, kemudian dia memperhatikan kepergian teman sekelasnya itu. Tak lama kemudian dia sudah termenung kembali, "Kenapa Jodi tidak jadi datang? Padahal aku sudah sangat merindukannya. Apa benar yang dikatakannya semalam, kalau jadwal penerbangannya telah ditunda. O ya, di sana kan memang sedang musim dingin, dan hal itu mungkin saja terjadi. Tapi... ah sudahlah. Yang penting kan dia sudah berjanji kalau lusa akan datang." Kini gadis itu membayangkan wajah kekasihnya. Lama juga dia melamunkan sang pujaan hati, hingga akhirnya dia teringat akan ajakan temannya.
Lantas dengan segera Gadis itu bangkit dan bergegas ke Kantin. Setibanya di tempat itu dia agak kecewa, ternyata temannya yang bernama Linda sudah tidak ada. Kantin pun sudah mulai sepi, sebagian siswa-siswi sudah pindah ke taman sekolah untuk bercengkerama sesama teman maupun ngobrol dengan pacar di tempat-tempat yang strategis. Cuma ada segelintir siswa yang masih tetap bertahan, mereka tampak berbicara dengan pacarnya masing-masing.
Kini Rani sedang duduk sendirian, dia tampak menikmati segelas jus yang baru dipesannya. Mendadak matanya tertuju ke arah areal parkir yang tak jauh dari tempat itu, dilihatnya sebuah sedan mewah tampak sedang memasuki pelataran parkir. Rani memperhatikannya sejenak, kemudian pandangannya segera beralih ke tempat lain. Kini pikirannya menerawang jauh mengingat masa-masa indah bersama kekasihnya.
Sementara itu di areal parkir, seorang pemuda baru saja turun dari sedan mewah yang dilihat Rani. Kini dia sedang menghampiri Rani yang tanpa sengaja telah dilihatnya ketika masih di dalam mobil. "Hallo, Sayang...!" sapanya mesra.
Rani tersentak seraya menoleh ke asal suara, dan betapa terkejut dia ketika mengetahui pemuda yang menyapanya.     "Jo-Jodiii!" serunya seraya memeluk pemuda itu dengan kedua mata yang berkaca-kaca. Sungguh dia sangat bahagia sekali berjumpa dengan kekasihnya, sang kekasih yang selama ini begitu dirindukan.
Mereka terus berpelukan saling melepas rindu, tak lama kemudian mereka sudah melepaskan pelukan masing-masing. Kini mereka saling berpandangan dengan mata yang berbinar-binar. Di bibir keduanya tersungging senyum keceriaan, sebuah ekspresi yang menandakan keduanya sangat berbahagia.
"Bagaimana kabarmu, Sayang...?" tanya Jodi.
"Aku baik-baik saja, Jo," jawab Rani seraya kembali duduk di kursinya.
 "Mbak, teh botolnya satu!" pesan Jodi seraya duduk berhadapan dengan Rani.
"Jo, kenapa kau membohongiku! Kau telah membuatku sedih."
"Maaf, Sayang...! Sebenarnya aku cuma bercanda. Maksudku ingin memberi kejutan, begitu"
"Kau jahat. Tahu tidak, ketika kaubilang tidak jadi datang aku begitu sedih. Padahal aku sudah begitu membayangkan kehadiranmu."
"Maaf, Sayang...! Aku tidak bermaksud begitu. Yang penting sekarang aku sudah berada di hadapanmu, dan kita sudah saling melepas rindu. Sudahlah, Sayang...! Kita tidak perlu membahas masalah ini lebih jauh, sebaiknya sekarang kita bicarakan yang lain saja!"
Rani tampak tersenyum, kemudian keduanya kembali berbincang-bincang untuk mencurahkan segenap perasaan mereka yang selama ini terpendam.
“Rani... sudah lama juga ya kita tidak bertemu. Apakah selama ini kau selalu merindukanku?" tanya Jodi lagi.
"Tentu saja, Jo! Aku sangat merindukanmu, setiap saat aku selalu memikirkanmu, dan ketika kaudatang tadi, aku pun sedang memikirkanmu," jawab Rani dengan wajah bersemu merah.     "A-apakah kau juga merindukanku?" Rani balik bertanya.
Jodi bukannya menjawab, tapi malah balik bertanya. "Ngomong-ngomong, bagaimana kabar ayahmu?" tanyanya seakan tidak peduli dengan pertanyaan Rani.
Rani terdiam, saat itu dia masih penasaran ingin mengetahui jawaban Jodi atas pertanyaannya tadi.
"Kau belum menjawab pertanyaanku, Jo," katanya pelan.
"Iya… aku merindukanmu, Sayang… makanya aku langsung menemuimu di sini," jawab Jodi.     "O ya, Aku punya kejutan untukmu," sambungnya kemudian.
"Kejutan…? Apa itu, Jo?" tanya Rani penasaran.
"Nanti saja ya, sepulang sekolah," jawab Jodi. "Nah... sekarang kaujawab pertanyaanku tadi, bagaimana kabar ayahmu?"
"Beliau baik-baik saja, Jo," jawab Rani singkat.
Tak lama kemudian, bel masuk berbunyi. Selang beberapa saat, para siswa-siswi terlihat mulai memasuki kelasnya masing-masing.
"Wah, sudah waktunya masuk. Kalau begitu kau tunggu di sini ya!" pinta Rani.
Jodi tidak berkata apa-apa—dia cuma mengangguk sambil tersenyum simpul. Kini Rani tampak memandang Jodi dengan tatapan yang seakan berat untuk meninggalkannya. "Jo.. kau jangan ke mana-mana ya!" pinta Rani lagi seraya beranjak dari tempat duduknya. Kemudian dia segera melangkah untuk membayar apa yang sudah dipesannya tadi, sekaligus dengan minuman yang baru dipesan oleh kekasihnya. "Tunggu aku ya, Jo!" serunya seraya berlari ke kelas.
Kini Jodi duduk sendirian. Di kantin sudah benar-benar sepi, yang ada hanyalah para wanita yang sedang berjualan di tempat itu. Mereka memandangnya dengan penuh rasa kagum. Menurut pandangan mereka, Jodi begitu gagah, wajahnya pun tampan, sungguh membuat mereka tak jemu-jemu untuk memandang.
"Cowok Indo bukan?" tanya seorang pedagang kepada temannya.
"Tidak tahu," jawab temannya itu.
Tiba-tiba saja Jodi memandang ke arah mereka, "Mbak! Tolong teh botolnya satu lagi!" serunya memesan.
Dengan agak tergesa-gesa, wanita pedagang itu segera mengambilkan minuman untuk Jodi. Dan tak lama kemudian, "Ini minumannya, Den. Silakan!" ucapnya ramah.
Jodi tampak menyambut botol yang diberikan oleh wanita itu, "O ya, Mbak. Botolnya saya bawa ke mobil ya!" pintanya kemudian.
"O, silakan Den," kata si wanita sambil tersenyum.
Jodi segera melangkah ke mobil dan duduk menyalakan tape mobilnya. Kini dia sedang bersantai, menikmati minuman sambil mendengarkan tembang manis yang mengalun merdu. Setelah lama menunggu, akhirnya bel pulang berbunyi. Tak lama kemudian, para siswa-siswi terlihat berhamburan keluar. Pada saat itu, Jodi melihat Rani yang sedang berlari ke arah kantin. "Rani… aku di sini!"  teriaknya memanggil.
Rani yang mendengar teriakan itu segera menoleh, kemudian bergegas menghampiri Jodi. "Aduh, Jo! Maaf ya! Kau pasti lama menunggu,’ ucapnya seraya menyandarkan lengannya di pintu mobil.
"Ah tidak apa-apa, Sayang… lagi pula, selama menunggumu aku mendengarkan musik kok. Jadi, tidak terasa begitu lama," jelas Jodi .
Tiba-tiba Rani melihat sebuah botol kosong yang tergeletak di dashboard mobil.     "O ya, minumannya sudah dibayar belum?" tanyanya mengingatkan.
"Ups…!" ucap Jodi seraya tersenyum.
Begitu Jodi hendak mengeluarkan dompetnya, tiba-tiba, "Biar...! Biar aku saja yang bayar, Jo..." tahan Rani seraya mengambil botol kosong itu dan langsung bergegas ke kantin.
Tak lama kemudian, Rani sudah kembali. Kini dia sedang masuk ke dalam mobil dan duduk di sisi kekasihnya. Pada saat itu, Jodi tampak memandangnya dengan mata berbinar. "Kau cantik sekali, Sayang..." puji Jodi seraya mengecup kening kekasihnya.
"Terima kasih, Jo!" ucap Rani dengan wajah bersemu merah.
Kini sedan mewah yang mereka tumpangi mulai melaju meninggalkan sekolah. Di tengah perjalanan, Rani selalu memandangi wajah Jodi yang tampan, perasaan rindunya seakan belum terlepaskan.
"Kenapa kau memandangku terus, Sayang…?" suara Jodi tiba-tiba terdengar di telinganya.
Rani tersipu dan segera mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Ngomong-ngomong, kau baru ganti mobil ya?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.
"Benar, Sayang… di kota semacet Jakarta ini, menurutku lebih enak mengendarai mobil yang bertransmisi otomatis. Karena itulah aku mengganti mobilku," jelas Jodi panjang lebar.
"O… begitu," Rani tampak mengangguk-angguk.
"O ya, Sayang... sebenarnya..." Belum sempat Jodi menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba dia mendengar nada HP-nya berbunyi. Lalu, dengan segera dia menerimanya, "Ya, hallo!" sapanya kepada lawan bicaranya. "Maaf, Sayang...! Aku tidak bisa. Sekarang banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan," jawab Jodi yang tiba-tiba berbicara dengan bahasa Jepang.
  Rani yang sejak tadi memperhatikannya agak heran ketika melihat raut wajah Jodi tampak sedikit gugup. Melihat itu, Jodi berusaha tersenyum seperti hendak menutupi kegugupannya. "Sudah ya, nanti akan kutelepon balik," katanya seraya mematikan sambungan HP.
"Siapa, Jo?" tanya Rani yang memang tidak mengerti pembicaraan itu.
"O, dia temanku di Jepang," jawab Jodi.
"Laki-laki?" tanya Rani lagi.
Jodi mengangguk, dan anggukkan itu dilihat Rani seperti sebuah kebohongan. Namun Rani berusaha untuk tidak membahas masalah itu lebih lanjut, dia berusaha berprasangka baik kepada kekasihnya. Sementara itu, Jodi terus mengemudikan mobilnya menelusuri jalan raya. Sekilas matanya tertuju pada sebuah restoran yang terletak di seberang jalan. "Kita makan dulu yuk!" ajaknya seraya melihat ke arah Rani.    
Rani tersenyum seraya menganggukkan kepalanya. Mengetahui itu, Jodi langsung memutar mobilnya menuju ke restoran yang dilihatnya tadi. Tak lama kemudian, mobil yang mereka tumpangi sudah diparkir tak jauh dari pintu masuk. Kini Jodi tampak sedang membuka sabuk pengaman seraya menatap Rani yang dilihatnya sedang bengong.
"Kita sudah sampai, Sayang..." katanya pelan.
Rani tersadar dan langsung menatap ke arah restoran. Di dalamnya terlihat banyak pengunjung yang sedang menikmati santap siang. "Kok makan di sini, Jo?" tanyanya seraya membuka sabuk pengaman.
"Ini tempat favoritku yang baru. Masakan di sini enak sekali loh. Kau pasti menyukainya,"  jawab Jodi.
Rani menatap Jodi sambil tersenyum manis. Melihat itu, Jodi langsung menggenggam kedua tangan kekasihnya dengan lembut. Kini mereka terhanyut dalam perasaan cinta yang menggelora, bola mata keduanya tampak saling memperhatikan satu sama lain. Ketika keduanya hendak berciuman, tiba-tiba terdengar bunyi klakson yang cukup keras, berasal dari mobil yang parkir di sebelah kanan mereka. Kedua pasangan itu serentak kaget, bersamaan dengan Rani yang segera menarik tangannya dari genggaman Jodi.
Saat itu Jodi langsung menoleh ke asal suara, "Huh, usil sekali sih. Tidak boleh ada orang senang sedikit," keluhnya merasa kesal.
"Sudahlah, Jo! Mungkin orang di mobil itu tidak sengaja."
"Tidak mungkin. Aku rasa orang itu iri melihat kita," komentar Jodi seraya keluar dari mobil dan melihat ke dalam mobil di sebelahnya. Karena kaca mobil itu agak gelap, Jodi berusaha melihatnya lebih dekat lagi. "Aneh... tidak ada siapa-siapa? Lalu kenapa tadi klaksonnya berbunyi?" Jodi tampak begitu heran.
Dengan pikiran yang masih dipenuhi tanda tanya, Jodi bergegas membukakan pintu untuk Rani. "Aneh sekali, Sayang… ternyata di mobil itu tidak ada orang," katanya memberitahu.
"Masa..." ucap Rani seakan tidak percaya, kemudian dia segera keluar dan melangkah mendekati mobil itu. "Kau benar, Jo. Hmm... apa mungkin orang itu sudah pergi tanpa sepengetahuan kita. Bukankah tadi kita tidak terlalu memperhatikannya," sambungnya kemudian.
"Hmm… Mungkin saja. Tapi... kenapa cepat sekali? Ah, sudahlah! Kalau begitu, yuk kita masuk! Terus terang, aku sudah lapar sekali," ajak Jodi seraya menggandeng Rani memasuki restoran.
Udara di dalam restoran itu terasa begitu sejuk, dekorasi ruangannya pun tampak begitu mewah. Rani agak asing berada di ruangan itu, dan dia merasa canggung karena tampil dengan seragam sekolah.
Kini mereka sudah duduk di sudut ruangan dekat jendela, pemandangan dari tempat itu terlihat cukup bagus sehingga menciptakan kesan tersendiri buat keduanya. Selang beberapa saat, seorang pelayan wanita berparas cantik datang menghampiri dan langsung memberikan dua buah daftar menu.
"Kau ingin makan apa, Sayang...?" tanya Jodi  kepada kekasihnya.
"Aduh, aku bingung, Jo! Makanan di sini aneh-aneh," kata Rani sambil terus melihat-lihat daftar menu.
"Kalau begitu, biar aku saja yang pilihkan ya?" 
"Iya, Jo. Apa saja deh," ucap Rani seraya menatap Jodi yang juga tengah melihat-lihat daftar menu.
Jodi segera memesan makanan dan minuman yang menurutnya enak. Sementara itu, Rani tampak memandang ke luar jendela. Tak lama kemudian, Jodi yang sudah selesai memilih menu tampak menatap Rani, dia terus memperhatikan wajah cantik yang masih menatap ke luar jendela. Wajah itu benar-benar cantik dan tak pernah membuatnya jemu.
"Kau sedang melihat apa, Sayang...? Kok dari tadi diam saja?" tanya Jodi tiba-tiba.
Rani mengarahkan pandangannya ke arah Jodi, ditatapnya wajah pemuda itu dengan tanpa berkata apa-apa.
"Ada apa, Sayang...?" tanya Jodi penasaran.
"Aku khawatir, Jo," jawab Rani.
"Khawatir...? Apa maksudmu, Sayang...?" tanya Jodi dengan kening berkerut.
"Eng... sebenarnya siapa orang yang meneleponmu tadi? Kok ketika berbicara kau tampak kelihatan gugup," Rani justru balik bertanya.
Jodi tersenyum seraya memegang tangan Rani dengan lembut. "Kau curiga?" tanyanya menebak.
"Eng... aku cuma khawatir, Jo. Terus terang, aku takut kalau kau…" Rani tidak melanjutkan perkataannya, dia merasa berat untuk mengatakan isi hatinya. Sebab, dia sendiri memang masih ragu dengan semua itu.
"Maksudmu, kau khawatir kalau aku punya pacar di Tokyo kan. Atau... kau khawatir kalau aku sudah menikah dengan wanita Jepang, begitu?" lagi-lagi Jodi mencoba menebak.
Rani tidak bersuara, dia cuma menganggukkan kepalanya dengan agak tersipu. Pada saat yang sama, dua orang pelayan tampak menghampiri mereka dengan membawa makanan yang telah dipesan tadi. Setelah menata makanan itu di atas meja, kedua pelayan tadi tampak bergegas pergi. Pada saat yang sama, Jodi tampak mengambil pisau dan garpu seraya memandang wajah kekasihnya.
"Jadi benar, kau mengkhawatirkan hal itu?" tanya Jodi  melanjutkan pembicaraannya.
Rani mengangguk seraya mengambil pisau dan garpu yang tergeletak di hadapannya. Pada saat itu Jodi tampak tertawa geli.
"Kenapa, Jo? Kenapa kau malah tertawa?" tanya Rani heran.
"Tentu saja, Sayang... bagaimana aku tidak merasa lucu, kecurigaanmu itu sama sekali tidak beralasan. Rasanya tidak mungkin kalau aku bisa berpaling dari gadis secantik kamu, apalagi dengan gadis yang sebaik kamu. Percayalah...! Aku tidak mungkin bisa berpaling darimu. Buktinya, sekarang aku datang menemuimu karena begitu merindukanmu. Terus terang... kaulah satu-satunya wanita yang paling kucintai," jelas Jodi meyakinkan.
Rani mengerutkan keningnya, "Kau yakin… kalau aku akan percaya dengan ucapanmu itu?" tanya gadis itu santai. "Soalnya, menurut cerita teman-temanku di sekolah, pria itu memang suka berpaling jika jauh dengan kekasihnya."
"Terus... apa yang harus kulakukan biar kau percaya?" tanya Jodi pasrah.
"Tidak tahu…" jawab Rani polos.
"O ya, tadi kan aku bilang mau memberi kejutan untukmu. Nah... kalau begitu, sekaranglah saatnya," kata Jodi seraya mengeluarkan sebuah kotak kecil dari dalam sakunya.
"Apa itu, Jo?" tanya Rani penasaran.
"Ini adalah bukti bahwa aku memang benar-benar mencintaimu," ucap Jodi seraya membuka kotak itu dan memberikannya kepada Rani.
Saat itu mata Rani langsung terbebelalak. "Hah! Bukankah ini cincin berlian, Jo? Eng... A-apakah ini berlian asli, Jo?" tanya Rani seakan tak percaya.
"Tentu saja asli… masa aku memberikanmu yang imitasi, ya tidak mungkinlah," jawab Jodi meyakinkan.
"Cincin ini bagus sekali, Jo. Tapi... aku tidak bisa menerimanya. Terus terang, ini terlalu bagus untukku. Rasanya, belum saatnya aku menerima yang seperti ini," tolak Rani.
"Sudahlah, terima saja! Ini adalah pelambang cinta abadi kita."
"Tapi..."
"Sudahlah...! Mari kupakaikan."
Jodi pun segera memakaikan cincin itu di jari manis Rani, sedangkan Rani tampak menatapnya dengan mata berbinar-binar. Sungguh dia bahagia sekali karena Jodi benar-benar mencintainya. Buktinya, tanda cinta abadi itu kini telah melingkar di jarinya. "Terima kasih ya, Jo! Maaf, kalau tadi aku sempat mencurigaimu!" ucapnya lembut.
Sejenak mereka saling berpandangan, kemudian keduanya kembali menyantap makanan masing-masing.