E-Book dan Game Gratis

E-book                      Game & Software
Bagi anda yang ingin membaca secara offline, silakan download format e-book-nya di sini!

Duka Lara - Bagian 7

Tujuh



Seminggu kemudian, Bobby sudah kembali ke Jakartasebuah tempat di mana pertama kalinya dia mengenal cinta. Sebuah perasaan yang penuh misteri dan telah membuatnya hanyut di dalam aliran cinta yang begitu dasyat. Terkadang membuatnya bahagia, dan terkadang pula membuatnya menderita. Pemuda itu menyesal karena selama ini telah salah memperlakukan cinta sehingga membuatnya sakit dan menderita.
Sesungguhnya cinta itu bagaikan candu yang bila salah memperlakukannya bisa menghancurkan orang yang memilikinya. Jika ia diperlakukan tanpa tanggung jawab memang akan terasa nikmatnya, bahkan sangat membahagiakanterasa melayang di atas indahnya negeri impian. Namun sayangnya semua itu hanya sementara, bahkan berbalik menjadi sangat menyakitkan. Dan jika ia diperlakukan dengan penuh tanggung jawab akan membawa kepada manfaat yang akan menjadikan seseorang bisa terus bertahan dalam menjalani kehidupan. Karena itulah, Bobby pun bertekad untuk memperlakukan cinta dengan penuh bijaksana demi untuk kebaikannya. Jangan sampai dia salah dalam menangani cinta yang bisa menyebabkan penderitaan, bahkan mungkin kematian.
Cinta yang di dalamnya terdapat 1001 macam teka-teki adalah sumber segala petaka dan kebahagiaan di muka bumi ini. Oleh sebab itu cinta bisa menimbulkan berbagai macam perasaan dan prilaku yang baik maupun buruk, yaitu kedamaian, kebahagiaan, kerinduan kegelisahan, kebencian, pengkhianatan, kesetiaan, dan masih banyak lagi. Lantas seketika Bobby kembali teringat dengan pesan yang terdapat di dalam bola teka-teki.
Dari serpihan yang bertebaran, terangkai sudah teka-teki kehidupan. Petunjuk Tuhan pada setiap insan, untuk mengenal arti kehidupan. Hati yang bersih membuka hati, menyangka Tuhan bermurah hati. Zikir dan pikir sepanjang hari, cahaya Illahi menerangi hati. Andai Insan mau mengerti, tentu hidup akan berarti. Tak ada gundah di dalam hati, sebab cinta Tuhan tak pernah mati.
Itulah cinta yang sesungguhnya, yang kini mulai dipahami Bobby sebagai anugerah yang dikaruniakan Tuhan kepadanya. Kini dia betul-betul menyadari kalau cintanya kepada makhluk adalah atas dasar cintanya kepada Tuhan, dan karenanyalah jangan sampai dia mengulangi perbuatannya yang lampau, yang mana telah menodai cintanya kepada Tuhan. Betapa selama ini dia sudah merendahkan derajat kemanusiaannya hingga setara hewan, dan perbuatan itu sungguh sangat rendah di mata Tuhan sehingga tak pantas baginya untuk mendapatkan cinta-Nya yang tak pernah mati itu. Kini setelah semua kekhilafannya yang disesali dengan sebenar-benarnya menyesal, dan tekadnya yang kuat untuk tidak mengulanginya lagi tentu Tuhan akan memaafkan dan senantiasa mencintainya.
Kini pemuda itu sedang menuju ke rumah sahabatnya yang bernama Randy. Begitu sampai di tempat itu Bobby tampak kecewa, dia sama sekali tidak menduga kalau Randy sedang berada di luar negeri. “Emm... kalau begitu sebaiknya aku langsung menemui Lara saja,” gumam Bobby seraya melangkah pergi.
Seketika pemuda itu teringat kembali dengan gadis yang dulu sangat dicintainya itu. Dan entah kenapa, tiba-tiba saja perasaan itu hadir kembali. Sungguh perasaan yang sama disaat mereka masih bersatu, bahkan dia pun merasa kalau perpisahannya dengan Lara belumlah lama. Namun setelah dia kembali sadar kalau Lara itu pacar sahabatnya, lantas dia pun berusaha kembali untuk meredam perasaannya.
Setibanya di rumah Lara, lagi-lagi Bobby tampak kecewa. Berita yang telah disampaikan oleh orang tua Lara mengenai Lara yang kini tinggal di Yogya membuatnya agak tidak bersemangat. Padahal dia sudah begitu rindu dan ingin mencurahkan isi hatinya. Hingga akhirnya, pemuda itu tampak melangkah lunglai menuju ke sebuah taman. Lantas di tempat itulah dia duduk menyendiri melamunkan ketiga pujaan hatinya, yaitu Nina, Lara, dan Li Qin, yang sudah sangat lekat di hati namun tak bisa dimiliki. Sementara itu di kota yang berbeda, Lara terlihat sedang membaca SMS yang diterimanya.


Lara aku begitu merindukanmu. Maaf kalau aku baru bisa mengabarimu sekarang. Begini Ra. Lusa aku sudah berada di tanah air. Dan aku harap kau bisa datang ke Jakarta. Kabari aku jika kau sudah berangkat, dan aku akan menjemputmu.


Begitulah bunyi SMS yang baru dibaca Lara. Mengetahui itu, hati Lara pun senang bukan kepalang. Dua hari lagi dia bertemu Randy, dan kerinduannya selama ini tentu akan terlepaskan. 
"Mmm... untung saja pagelaran tari itu bisa diselenggarakan besok malam, sehingga aku masih mempunyai waktu untuk mempersiapkan diri.“
Usai menyimpan HP-nya, gadis itu segera berganti pakaian dan segera bergabung dengan teman-temannya untuk latihan menari. Tak lama kemudian, Lara dan teman-temannya sudah memperlihatkan gerakan-gerakan gemulai yang diiringi bunyi gamelan yang mengalun merdu. Pada saat yang sama, sepasang mata pria tampak memperhatikan Lara dengan mata hampir tak berkedip. Gerakan-gerakan indah nan gemulai yang dibawakan Lara terus berpadu dengan pikiran kotor pria tadi sehingga membuatnya sesekali menelan air liur. Dialah pria yang selama ini selalu mengamati Lara ketika berlatih tari. Pria yang sepertinya sangat menyukai Lara dan sangat terobsesi dengannya.
Sepulang latihan, Lara terlihat mengunjungi sebuah tempat yang menjadi landmark kota Yogyakarta. Di tempat itulah dia bertemu dengan seorang pemuda yang  selama ini dikenalnya baik, dialah Rahmanpemuda yang juga dikenalnya pada pesta waktu itu.
“Lara, aku senang sekali kau mau memenuhi undanganku.”
“Hmm... memangnya kau mau memberi kejutan apa?”
“Nanti kau juga akan tahu,” kata pemuda itu seraya tersenyum. “Kalau begitu, ayo kita pergi sekarang!” Ajak pemuda itu kemudian.
Kini keduanya tampak melangkah menuju ke sebuah restoran yang tak begitu jauh. Dan tak lama kemudian, keduanya sudah duduk saling berhadapan. Suasana restoran yang hening dan sangat kental dengan ornamen jawa sungguh membuat keduanya merasa nyaman. Di tempat itulah keduanya menikmati santap malam sambil berbincang-bincang penuh keakraban, hingga akhirnya Rahman pun mengatakan maksud hatinya.
“Ra... sesungguhnya. A-aku mencintaimu,” ungkap pemuda itu.
“Apa!” Lara tampak terkejut.
“A-aku mencintaimu, Ra. Be-bersediakah kau menjadi pacarku?”
“Hmm... Jadi, ini kejutan yang Kakak maksudkan itu?”
Rahman mengangguk.
“Kau berhasil, Kak. Aku memang sudah begitu terkejut. Tapi, maaf! Aku tidak bisa menerima cintamu. Sebab, aku sudah mempunyai kekasih yang begitu kucintai, dan lusa kami akan bertemu. Sekali lagi aku minta maaf, Kak? Aku betul-betul tidak bisa menerima cintamu, namun begitu aku sangat menghargai isi hatimu itu.”
“Tapi, Ra. Kenapa selama ini kau seperti memberi respon padaku? Kenapa selama ini kau begitu baik dan sangat perhatian padaku?”
“Itu kulakukan karena aku menganggapmu sebagai seorang sahabat yang baik, Kak. Tidak lebih dari itu. Maaf kan aku, Kak! Aku betul-betul menyesal karena sudah membuatmu salah tanggap!”
“Tidak apa-apa, Ra. Aku bisa mengerti. Selama ini aku memang sudah terlalu ke-GR-an, kupikir perhatian dan kebaikanmu itu karena kau mencintaiku. Namun ternyata, semua itu hanya karena kau menganggapku sebagai sahabat yang baik.”
Saat itu di dalam hatinya, Lara betul-betul menyesal karena sudah membuat pemuda itu mencintainya, “Kak Rahman… Aku betul-betul merasa berdosa. Maafkanlah aku karena selama ini sudah memanfaatkanmu untuk kepentinganku sendiri. Semua itu terpaksa kulakukan karena aku membutuhkan sosok yang bisa menggantikan peran Randy untuk sementara. Semenjak kepergiannya aku sering kesepian, dan karenanyalah aku membutuhkan seseorang yang setiap saat bisa memberikan perhatian padaku, juga menjadi tempat curahan hatiku.
Aku ini memang gadis yang jahat, dan karena ulahku itu tentu sudah membuat hatimu hancur. Padahal, selama ini kau sudah begitu baik padaku. Namun, aku membalasnya dengan menyakitimu. Andai dari awal aku sudah menegaskan kalau aku sudah mempunyai kekasih dan bersedia menjadi sahabat yang baik untukmu mungkin akan lain ceritanya. Tapi... aku memang tidak mempunyai pilihan lain, dan semua itu karena sebab ketakutanku akan pengkhianatan Randy, yang mana jika hal itu terjadi kaulah pemuda yang akan menggantikannya.“
“Ra, kau kenapa?” tanya Rahman membuyarkan renungan Lara.
“Eng, tidak. Aku hanya merasa tidak enak karena sudah membuatmu patah hati.”
“Sudahlah, Ra! Aku bisa menerima keputusanmu itu kok. Jujur saja, hatiku memang pilu. Namun, demi kebahagiaanmu aku rela menerima kenyataan ini.”
“Sungguh!”
Rahman mengangguk. “Eng... bagaimana kalau sekarang kau kuantar pulang.”
 Lara setuju, saat itu dia benar-benar bangga dengan Rahman yang menurutnya pemuda yang berjiwa besar dan sangat pengertian. Andai dia bukan kekasih Randy, tentu dia tidak akan menolak cinta pemuda yang menurutnya sangat baik itu.
 



Dua hari kemudian di stasiun Gambir, seorang gadis tampak berdiri sambil celingukan. Kedua matanya tampak awas memperhatikan mobil-mobil yang keluar-masuk parkiran, dan sesekali juga memperhatikan orang-orang yang berlalu-lalang di sekitar tempatnya berdiri. Berkali-kali tiupan angin sepoi-sepoi menerpa rambutnya, dan berkali-kali pula gadis itu menyingkap rambut yang sempat menutupi pandangannya. Kini gadis tampak tertunduk, hembusan nafas panjang yang baru dikeluarkannya menandakan kalau ia sudah begitu jenuh dan kecewa. “Hmm... kenapa dia belum datang juga, apa dia lupa untuk menjemputku?” tanya gadis itu resah.
Kini gadis itu kembali memperhatikan sekitarnya dan sambil terus berharap agar orang yang ditunggunya itu segera datang. Namun setelah sekian lama menunggu, ternyata orang yang ditunggunya itu tak kunjung datang. “Hmm, baiklah... Jika lima menit lagi dia belum juga datang, terpaksa aku pulang sendiri,“ kata gadis itu mengambil keputusan.
Jarum jam terus berputar, dan satu menit sungguh terasa begitu lama. Hingga akhirnya kesabaran Lara pun habis, dan ketika dia hendak menaiki taksi tiba-tiba. “Non Lara!” teriak seorang memanggil. Seketika itu juga Lara menoleh ke asal suara, saat itu dia melihat seorang pemuda tengah berlari menghampirinya. “Mmm... siapa pria itu?” tanya Lara dalam hati.
“Maaf Non, Lara. Pak Randy meminta saya untuk menjemput anda. Ayo, mari ikut saya ke mobil!” ajak pria itu yang mengaku sebagai orang suruhan Randy.
“Sebentar, Pak. Ngomong-ngomong, kenapa tidak dia sendiri yang menjemput saya?”
“Pak, Randy sedang ada pertemuan penting, Non.”
"O… Kalau begitu mari!”
Lantas Lara pun berjalan mengikuti pria itu, dan ketika dia memasuki mobil dilihatnya beberapa pria yang tidak dikenalnya duduk di jok belakang. “Siapa mereka?” tanya Lara heran seraya duduk di atas jok yang dilapisi kulit berkualitas tinggi.
“Mereka juga orang-orangnya Pak Randy, Non.“
“Hmm... ini benar-benar aneh. Sejak kapan Randy jadi seperti mafia begini? Apa mungkin sekarang ini dia sudah begitu sukses sehingga mengharuskannya bertindak seperti ini? Sebab, kata temanku persaingan bisnis itu sangat tidak sehat. Orang bisa melakukan apa saja demi untuk menyingkirkan pesaingnya. Hmm.. jika benar demikian, apakah Randy sudah kembali menjalani bisnis dengan cara tidak sehat, yaitu karena terpengaruh oleh para mafia di Barat,”  duga Lara dalam hati.
Tak lama  kemudian, mobil itu sudah meninggalkan pelataran parkir. Pada saat yang sama, sebuah mobil terlihat baru saja memasuki tempat itu. Kini pengemudinya yang ternyata seorang pemuda berwajah tampan tampak melangkah ke pintu masuk dengan terengah-engah. Kemudian dia tampak celingukan mencari-cari seseorang. “Aduh... di mana ya dia?  Apa mungkin dia sudah pergi?” tanyanya sambil terus celingukan mencari-cari.
Kini pemuda itu sudah kembali ke mobil dan segera menyusuri jalan yang menuju ke arah rumahnya. “Hmm... Naik apa ya dia?” tanyanya lagi. Sesekali matanya tampak menatap tajam ke setiap mobil yang dilihatnya, berharap akan melihat gadis yang sedang dicarinya.
Sambil terus mencari-cari, pemuda itu tampak membatin. “Duhai Laraku sayang... selama di luar negeri aku selalu merindukanmu, dan aku sangat mendambakan hangatnya pelukanmu, juga ciuman mesramu. Aku yakin, kau pun merasakan hal serupa. Karenanyalah aku memutuskan untuk segera pulang ke tanah air dan akan menikahimu secepatnya. Terus terang, selama ini aku sungguh merasa berdosa karena telah melibatkanmu dengan perbuatan yang dilarang agama, dan semua itu karena kebodohanku yang belum mengerti betul ajaran agama yang sebenarnya. Untunglah selama di luar negeri aku sempat belajar banyak mengenai agama dari seorang ustad yang tinggal di sana, dan karenanyalah kini aku lebih mengerti perihal cinta yang sebenarnya. Kini aku sudah bertobat dan tidak akan mengulangi perbuatan dosa itu lagi bersamamu, dan karenanyalah kini aku ingin merubah status hubungan kita itu dengan ikatan yang diridhai Tuhan.”
Mendadak mata pemuda itu tertuju pada sebuah mobil yang kini sedang berhenti di depan lampu merah, saat itu dilihatnya seorang gadis tampak sedang meronta-ronta. “Lara!!!” teriaknya ketika menyadari kalau gadis itu adalah Lara.
Lalu dengan segera pemuda itu bergegas turun dan menghampirinya, “Lepaskan dia!!!” teriaknya lantang.
Keempat pemuda yang berada di dalam mobil bersama-sama menatapnya, kemudian salah seorang dari mereka tampak menghampiri. “Siapa kau? Beraninya mau memerintahkan  kami. Jangan sok menjadi pahlawan bung!” katanya dengan suara lantang.
“Dia itu kekasihku, dan aku tidak akan tinggal diam melihat orang yang kucintai diperlakukan begitu,” kata Randy yang saat itu betul-betul geram ketika melihat kekasihnya tampak sedang dibekap.
“Hahaha... rupanya orang ini pacarnya, dan dia mau berlagak seperti pangeran yang mau melindungi sang Putri, hahaha...!” kata pemuda itu kepada tiga rekannya. “Ayo kita habisi dia,” sambungnya kemudian.
Lalu dengan serta-merta ke empat pemuda itu turun dari mobil dan segera mengeroyok Randy. Saat itu Randy berusaha melawan dengan sekuat tenaga, namun pemuda itu tampak kewalahan lantaran jumlah yang tak seimbang. Sementara itu, Lara sedang berusaha melepas ikatan yang membelenggunya. Dan setelah bersusah payah, akhirnya dia berhasil juga membebaskan diri. Kini gadis itu tengah berlari untuk meminta bantuan. Dan setelah agak lama, dia sudah kembali bersama beberapa orang satpam. Betapa terkejutnya gadis itu ketika mengetahui kekasihnya tampak sudah terkapar, dan keempat pemuda yang mengeroyoknya tadi tampak sudah pergi entah ke mana. Lalu dengan segera gadis itu menghampiri Randy dan memeriksa keadaannya. “Apa ini? Oh tidak.... Randy...!” pekiknya ketika melihat darah tampak mengalir dari ulu hati kekasihnya.
Seketika Lara langsung mendekap tubuh Randy yang terkulai tak bernyawa, kemudian berteriak histeris dan menangis sejadi-jadinya. Sungguh dia tak kuasa melepas kepergian kekasihnya itu. Derai air matanya pun terus mengalir bersamaan dengan isak tangisnya yang terdengar begitu lirih. Saat itu di sekelilingnya sudah banyak orang berkumpul, menyaksikan pemandangan yang sangat memilukan itu.


 

Seminggu kemudian, di malam yang dingin di sekitar area pertokoan yang tampak sepi. Seorang gadis terlihat berlari dengan terengah-engah melewati deretan toko yang sudah tutup.
“Kejar terus jangan sampai lepas!” Teriak seorang pria yang berniat jahat sambil terus mengejar buruannya yang ternyata Lara.
Saat itu Lara terus berlari dan berlari, sesekali dia terjatuh di atas trotoar. Rasa sakit tak dihiraukannya, dia selalu segera bangkit dan berlari kembali. Belum jauh dia berlari, mendadak dia kembali terjatuh, namun kali ini dia tak kuasa untuk berdiri. Rupanya dia sudah sangat kelelahan, dan akhirnya dia pun hanya bisa pasrah ketika keempat penjahat yang mengejarnya kian bertambah dekat.
“Hahaha...! Sekarang kau sudah tidak berlari lagi gadis manis... Ayolah! Kalau kau tidak melawan, kami akan bersikap baik padamu.”
Lara meronta ketika para pria itu memaksanya ikut. Bersamaan dengan itu tiba-tiba, “Lepaskan dia!” teriak seorang pemuda yang tiba-tiba sudah berdiri di tempat itu. Wajah pemuda itu tak kelihatan jelas, dia mengenakan ponco yang menutupi kepalanya dan sebagian rambut yang menutupi wajahnya.
“Siapa kau?”
“Kau tidak perlu tahu siapa aku, sekarang lepaskan gadis itu, dan biarkan dia pergi!”
“Enak saja! Memangnya kau ini siapa, hah?”
Lantas keempat penjahat itu segera menyerang orang tersebut, namun orang yang tak jelas wajahnya itu tampak melayaninya dengan jurus-jurus yang tampak begitu hebat. Keempat penjahat itu pun tampak kewalahan dan sepertinya mereka memang tidak mungkin bisa mengalahkannya.
Kini keempat penjahat itu tampak menggunakan senjata tajam dan kembali menyerang dengan membabi-buta. Orang yang tak jelas wajahnya itu kembali melayani serangan itu, gerakannya pun tampak lincah dan begitu mahir menghindari setiap tikaman yang mengarah ke dirinya. Hingga akhirnya Orang yang tak jelas wajahnya itu balas menyerang, dan tak lama kemudian dia sudah berhasil membuat keempat penjahat itu tak berdaya.
Kini pemuda itu menoleh ke tempat Lara berada, “Hmm… di mana dia? Apa mungkin dia sudah pergi ketika aku melawan mereka tadi?” duga pemuda itu seraya melangkah meninggalkan keempat penjahat yang masih terkapar tak berdaya, dia terus berjalan menyusuri gelapnya malam dan akhirnya menghilang di balik pertokoan. Sementara itu di sebuah jalan yang sepi, Lara tampak melangkah dengan gontai. “Huff…! Syukurlah Tuhan masih melindungiku dengan kehadiran pemuda tadi. Kalau tidak pasti aku sudah celaka,” ucapnya sambil terus melangkah. Hingga akhirnya gadis itu melihat sebuah taksi dan langsung menumpanginya.
Setibanya di rumah, gadis itu langsung bersih-bersih dan merebahkan diri di tempat tidur. “Hmm... siapa sebenarnya para penjahat itu, kenapa mereka begitu menginginkan aku. Apa mungkin dia itu.... Ah, sudahlah... Masa iya hanya karena keinginannya kutolak terus dia mengejarku sampai seperti itu, sepertinya dia tidak bisa mendapatkan gadis yang lain saja. Tapi... jika dia memang sudah sangat mencintaiku dan sudah terobsesi untuk mendapatkanku, bisa saja dia melakukannya. ”
Lara terus memikirkan pria yang diduga telah menjadi dalang semua perkara yang menimpanya. Gadis itu betul-betul tidak habis pikir, hanya karena sebab penolakannya dia bisa menjadi sekejam itu.