E-Book dan Game Gratis

E-book                      Game & Software
Bagi anda yang ingin membaca secara offline, silakan download format e-book-nya di sini!

Cinta Maya [ Bagian IV ]

===================================================
CINTA MAYA
===================================================
Bagian IV


Krik! Krik! Krik! Suara jangkrik terdengar merdu mengiringi malam berbintang. Saat itu, Harsya dan Maya baru saja tiba di gerbang Kampung Bidadari. Keduanya tampak berhenti di bawah gapura mawar, memperhatikan kelap-kelip lampu kunang-kunang yang tampak menerangi jalan-jalan di perkampungan, juga menerangi rumah-rumah kayu yang menempel di batang-batang pohon raksasa. Sungguh semuanya itu adalah pemandangan yang tampak begitu romantis. Kini sepasang kekasih itu sudah berada di tengah perkampungan, di dalam sebuah pasar yang ramai. Saat itu di jalan utama tampak para bidadari cantik yang sedang berlalu lalang, dan di beberapa sudut pasar terlihat beberapa kesatria sedang bertransaksi, memperjualbelikan item yang didapat selama perburuan.
"Jangan lupa beli anti racun, Kak!" kata Maya mengingatkan di saat mereka mampir di sebuah toko yang menyerupai jamur raksasa.
"Iya, aku pasti beli. O ya, kau mau kubelikan berapa, May?"
"Tidak usah, Kak. Aku punya uang kok."
"Ayolah, May. Itung-itung untuk mengganti anti racunmu yang kuminum."
"Aku ikhlas, kak. Kau tidak perlu menggantinya."
"Hmm... Bagaimana kalau untuk berjaga-jaga. Seandainya aku lupa membeli anti racun lagi, aku kan tinggal memintanya padamu."
"Aduh, Kak. Kenapa kau mau menjadikan aku sebagai tempat penitipan barang."
"Aduh... Ternyata susah juga ya mau memberi perhatian padamu. Eng.... May, sebetulnya aku ingin sekali membelikanmu anti racun, sebab dengan begitu aku merasa telah menolongmu jika suatu saat kau terkena racun dan meminum anti racun yang kubelikan itu."
"Jika memang itu tujuanmu, kenapa tidak bilang dari tadi. Kenapa harus pakai berbelit-belit seperti tadi."
"Hehehe... Entahlah? Kenapa harus berbelit-belit seperti itu ya? Ah, sudahlah. Aku tidak mau ambil pusing. Ngomong-ngomong, kau mau kubelikan berapa?"
"500 botol, Kak."
"Apa??? May, apa itu tidak kebanyakan?"
"Sama sekali tidak."
"Eng... bagaimana kalau 50 botol saja."
"Kau ini memang sok dermawan. Kalau memang tidak punya uang bilang saja, jangan pakai alasan macam-macam. Dengarkanlah aku, Kak! Kalau kau memang tidak punya uang, kau tidak perlu memaksakan diri demi untuk memberi perhatian padaku."
"Be-benarkah?"
Maya mengangguk.
"May... kau sungguh mirip dengan mantan pacarku, dan aku semakin cinta saja padamu. Sungguh aku tidak salah memilihmu."
"Sudahlah! Kau jangan terlalu gombal begitu!"
"Sungguh, Sayang… Itu bukan gombalan, aku memang sangat menyukai wanita yang mau mengerti keadaanku. O ya, kalau begitu sebaiknya aku membelikanmu 25 botol saja, sebab memang hanya segitu kemampuanku. Jika aku terlalu boros, bisa-bisa aku tidak mampu membelikanmu item lainnya."
"Eng... memangnya Kakak mau membelikanku apa lagi?" tanya Maya penasaran.
"Sudahlah... nanti kau juga akan tahu," kata Harsya Ringan seraya membeli 50 botol anti racun, 25 untuknya dan 25 lagi untuk kekasihnya.
Kini sepasang kekasih itu sudah meninggalkan toko itu dan segera melangkah menuju ke penjual Item yang menggunakan gerobak dorong berbentuk gelondong kayu.


Esok paginya, Maya dan Harsya sudah kembali berburu bersama. Kini mereka sedang berada di atas bukit Paruh Rajawali. Sebuah bukit yang mempunyai gua dengan pintu masuk yang menyerupai paruh rajawali. Untuk mencapai pintu masuk itu mereka harus melewati sebuah jembatan goyang yang di bawahnya terdapat sungai minyak dengan api yang terus berkobar-kobar.
"Wah… ini tidak mudah. Lihat di jembatan itu!" unjuk Maya.
"Monlipeda…! Monster Lintah Penghisap Darah yang bisa menghabiskan HP kita hanya dengan sekali gigitan. Aku dengar monster itu tidak bisa dilawan dari jarak dekat, namun dengan menggunakan ilmu bola api. Terus terang, aku tidak mampu untuk melawannya. Ketahuilah! Selama ini aku tidak pernah berhadapan dengan monster seperti itu. Kau tahu kan, aku ini R-Warrior yang memang tidak seharusnya berada di wilayah seperti ini," jelas Harsya.
"Kau benar, Kak. Keberadaanmu di tempat ini kan hanya mau menemaniku dalam mencari senjata yang mengandung unsur magis¾senjata yang jelas-jelas memang tidak dibutuhkan oleh karakter yang beratribut R sepertimu. Jadi, memang akulah yang seharusnya menghadapi monster itu sendirian. Hmm... tapi bagaimana aku bisa melawan mereka. Aku ini kan tidak mempunyai ilmu bola api."
"May! Aku tahu bagaimana caranya agar kau bisa memiliki ilmu itu. Kalau tidak salah, ilmu itu bisa didapatkan dengan melawan Monkupi¾Monster Kura Api."
"Benarkah? Kalau begitu, kau tau dimana monster itu berada?"
"Eng... Kalau tidak salah ada di rawa minyak yang ada di sebelah selatan bukit ini."
"Kak... aku betul-betul heran. Sepertinya kau itu tahu banyak mengenai hal yang berhubungan dengan karakter yang beratribut S. Padahal, kau itu kan karakter yang beratribut R."
"May... Aku ini kan suka membaca panduan dari web site permainan ini. Lagi pula, apa salahnya jika aku mengetahui hal itu. Sebab kalau cuma sekedar ingin tahu, tentu tidak akan mengurangi RP-ku. Kecuali jika aku terlibat guna membantumu, seperti yang kulakukan sekarang, RP-ku terus saja berkurang. Untung saja aku mempunyai banyak persediaan apel cinta. Kalau tidak, tentu aku akan sulit untuk mengembalikannya seperti semula."
"Hmm... jadi kau menyesal karena ikut membantuku?"
"Bu-bukan itu maksudku, Sayang... Aku senang kok bisa membantumu. Aku bicara begitu semata-mata agar kau bisa memahami, kalau aku ini sayang padamu. Buktinya aku mau mengorbankan RP-ku demimu yang begitu kucinta, walaupun aku tahu yang kulakukan ini adalah salah karena bertentangan dengan atribut karakterku. Terus terang, aku juga tidak mengerti kenapa aku bisa sampai melakukan hal ini."
"Sudahlah, Kak...! Aku mengerti kok kalau cinta itu memang buta. Hanya demi orang yang kau cintai, kau begitu rela mengorbankan apa pun juga. Ketahuilah, Kak! Seharusnya kau tidak boleh seperti itu. Sebab sejatinya, cinta yang tulus itu adalah cinta yang tumbuh atas dasar cintamu kepada Sang Pencipta, dan bukan karena cinta butamu semata. Jika kau sampai mengindahkan itu, maka kau akan jatuh ke dalam jurang penderitaan yang begitu menyakitkan."
"Ka-kau itu sungguh S-Archer yang aneh. Aku benar-benar tidak menyangka kalau kau akan berkata seperti itu."
"Kau juga R-Warrior yang aneh. Kok mau-maunya mencintai S-Archer yang aneh ini."
"Ya, cinta itu memang rumit. Ah, sudahlah! Aku tidak mau memikirkan itu. Lebih baik kita segera pergi ke Rawa Minyak. Dan untuk sampai ke sana kita ikuti saja sungai minyak ini."
"Kalau begitu, ayo lekas kita ke sana!"
Tak lama kemudian, kedua muda-mudi itu sudah berpacu menuju rawa minyak. Setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh, akhirnya mereka tiba di tempat tujuan.
"Lihat itu, Kak! Monster kura api. Wah…! Kekuatannya besar juga, sepertinya kita harus kerja keras agar bisa mendapat ilmu bola api itu."
"Kau betul, May. Jika hanya mengandalkan kekuatan kita yang terbatas ini tentu akan sulit membunuh monster itu. Tapi mau tidak mau kita memang harus melawannya, dari pada kita harus berhenti di tengah jalan."
Setelah berkata begitu, Harsya segera menyerang Monkupi. Untunglah monster itu bisa dilawan dengan senjata biasa, sehingga Harsya dan kekasihnya bisa bersama-sama membunuh para Monkupi. Dengan penuh semangat keduanya terus berjuang melawan monster-monster itu, hingga akhirnya sebuah lembaran mantra ilmu bola api tampak terlontar dari salah satu monster yang mereka bunuh.
"Berhasil, kita mendapatkannya, Kak!" seru Maya gembira.
"Akhirnya... Kalau begitu, ayo kita segera kembali ke jembatan!" ajak Harsya bersemangat.
Setibanya di tempat tujuan, Maya segera merapal matera ilmu bola api. "Isense balia apica to de montra!" Seru Maya seraya menargetkan bola api yang diciptakannya ke salah satu Monlipeda.
Tak ayal, monster itu langsung hangus terbakar. Selanjutnya Maya segera menyerang monster yang lainnya, hingga akhirnya semua monster yang ada di jembatan itu berhasil dibunuhnya.
"Ayo, Kak. Kita harus cepat menyeberang sebelum monster baru bermunculan!"
Lantas dengan segera keduanya berlari menyeberang, namun sungguh tidak diduga-duga. Begitu mereka hampir di seberang, ternyata Monlipeda baru sudah bermunculan. Saat itu salah satu monster tampak melompat ke arah Harsya.
"Awas, Kak!" Teriak Maya memperingati.
Saat itu Harsya tidak bisa berbuat banyak, tampaknya dia sudah siap untuk mati. Belum sempat monster itu menyentuh tubuh kesatria tampan itu, tiba-tiba dari tubuh Harsya keluar sinar berwarna merah dan langsung membakar Monlipeda sehingga hangus tak bergeming lagi.
"Ca-cahaya pembakar!" seru Harsya gembira. "Ba-barusan itu cahaya pembakar, May... Aku sungguh tidak menyangka kalau HP-ku aktif dengan mengeluarkan cahaya itu," ungkap Harsya senang bukan kepalang.
"Sudahlah... Cepat sana berlindung! Aku akan menghabisi beberapa Molipeda yang hendak mendekati itu," pinta Maya seraya kembali menyerang Monlipeda dengan ilmu bola apinya. Berkali-kali bola api tampak keluar dari tangan Maya dan melesat cepat mengenai sasaran, hingga akhirnya tak ada satu pun Monlipeda yang selamat. "Nah, beres sudah...! Kalau begitu, ayo kita segera memasuki Goa Paruh Rajawali itu," ajaknya kemudian.
Lantas dengan segera keduanya berlari memasuki Goa Paruh Rajawali, hingga akhirnya mereka berada di perut goa yang gelap dan menyeramkan. Saat itu mereka hanya bisa melihat dengan bantuan cahaya remang-remang yang berasal dari beberapa obor yang menempel di dinding goa.
"Kak? Ngomong-ngomong, apa yang telah menyebabkan cahaya pembakarmu aktif? Bukankah biasanya yang keluar itu cahaya putih pelindung?" tanya Maya heran.
"Entahlah, May... aku juga tidak mengerti. Mungkin saja itu karena aku tidak mampu untuk membunuhnya. Dan karena itulah, cahaya pembakar itu aktif dan membunuhnya," jawab Harsya sambil memperhatikan dinding gua yang kering dan hitam pekat, juga lantai gua yang dipenuhi celah retakan yang mengeluarkan asap. "Lihat itu, May! Ada tangga yang menurun ke bawah," katanya kemudian.
"Dan itu, di sebelah sana ada tangga yang naik ke atas," unjuk Maya pula.
"Hmm... jadi di mana gerbang neraka itu berada?" tanya Harsya bingung.
"Eng, kalau begitu bagaimana kalau kita ke atas dulu! Sepertinya di bawah itu sangat berbahaya. Lihatlah asap-asap yang keluar dari celah lantai gua ini! Pasti di bawahnya ada sesuatu yang panas."
"Panas? Hmm... bukankah neraka itu panas? Kalau begitu, gerbang neraka itu pasti ada di bawah."
"Ya, kau benar, Kak. Kenapa tadi tak terpikir olehku ya?"
"Ya aku maklum. Soalnya nalarmu memang payah, jadi wajar saja jika tidak sampai berpikiran ke situ."
"Apa! Jadi, kau merasa nalarmu itu bagus, dan karenanya kau pantas merendahkan aku. Begitu?"
"Tidak, aku tidak merasa nalarku bagus, dan aku pun tidak bermaksud merendahkanmu. Namun sesungguhnya memang begitu kenyataannya, buktinya hingga saat ini kau masih belum juga mengganti S-Archer-mu itu dengan R-Archer."
"Maksudmu apa, Kak? Duh, aku betul-betul tidak paham."
"Ternyata kau itu masih belum bisa memahami arti kehidupan, Sayang… Bukankah kau itu mencintaiku, namun kenapa kau masih saja ngotot mempertahankan S-Archer-mu itu. Jika terus begini, kapan kita bisa menikah? May… Terus terang aku begitu mencintaimu, dan aku tidak mau kalau kelak kau menjadi kesatria hitam."
"Ha-Harsya… Berapa kali harus kukatakan padamu kalau semua ini cuma permainan. Aku heran, kenapa kau begitu mencintaiku layaknya di dunia nyata? Sadarlah Kak, kalau cinta kita ini hanyalah permainan, sebuah cinta maya alias cinta semu yang tak ada artinya."
"Ya, kau benar. Cinta kita ini memang semu, namun cinta ini akan menjadi nyata jika kita berdua sama-sama telah bertemu di alam nyata. Begitu pun dengan karakter yang kau mainkan, kelak bisa mempengaruhi kepribadianmu di dunia nyata. Sebab penyelenggara game ini sudah memperingati kalau misi karakter yang sudah menjadi kesatria hitam adalah berbagai hal mengenai kejahatan yang bisa mempengaruhi kepribadian para gamer di dunia nyata. Ketahuilah kalau sesungguhnya penyenggara game ini justru mengajurkan para gamer untuk memilih karakter dengan atribut R agar dia bisa menjadi orang yang baik di dunia nyata."
"Jika begitu, kenapa semua karakternya tidak dibuat dengan atribut R saja, biar semua orang bisa jadi baik?"
"May… Game ini dibuat dengan tujuan agar manusia bisa mencerna perihal takdir dengan baik sehingga manusia bisa memahami arti kehidupan. Karena itulah, penyelenggara game ini sengaja memberi kebebasan penuh kepada para gamer untuk menentukan pilihannya sendiri."
"Sudahlah, Kak! Kita lupakan dulu masalah itu! Sebaiknya sekarang kita lanjutkan perjalanan!"
"Baiklah… Kalau begitu, ayo kita lanjutkan perjalanan!"
Beberapa menit kemudian, mereka sudah tiba di sebuah goa bawah tanah yang dipenuhi oleh sungai-sungai lahar membara. Kini mereka sedang menyeberangi salah satu sungai lahar itu dengan melompati pijakan yang ada di tengah sungai. Terkadang di tempat itu, mereka pun harus berhadapan dengan Monketer, yaitu monster kelelawar yang terbang membawa batu membara dan menjatuhkannya pada sasaran.
"Awas, May!" teriak Harsya ketika melihat seekor monster tampak menjatuhkan batu membara tepat di atas kepala Maya.
Mengetahui itu, Maya pun segera menghindar dengan melompat ke sebuah pijakan yang ada di sebelahnya, kemudian dengan segera dia memanah monster itu dengan panah es-nya. Tak ayal, begitu anak panah itu mengenai sasaran, monster itu langsung membeku dan jatuh di atas aliran sungai lahar hingga meregang nyawa. Pada saat yang sama, Harsya yang hampir mencapai ke seberang sungai lahar tampak sedang diincar oleh seekor Monketer. Mengetahui itu, Maya buru-buru melepaskan anak panahnya hingga mengenai si monster. Namun sayangnya, sebelum monster itu terpanah, dia sempat menjatuhkan batu membara yang kini sedang mengancam jiwa Harsya.
"Lompat, Kak!" Teriak Maya memperingati.
Saat itu Harsya tampak panik, sebab pijakan berikutnya yang harus dilompati ternyata agak jauh juga. Jika tidak tepat mengukur jarak bisa-bisa dia tidak sampai kepijakan itu dan malah tercebur ke aliran lahar. Karena risikonya terlalu besar, akhirnya Harsya memutuskan untuk melompat ke pijakan sebelumnya, yaitu ke tempat dimana Maya berada. Untunglah pijakan itu cukup besar untuk mereka berdua, sehingga mereka berdua selamat. Pada saat yang sama, batu membara yang dijatuhkan monster tadi tampak menimpa batu pijakan tempat Harsya semula berdiri.
"Kau ini bagaimana sih, Kak? Tindakanmu tadi itu bisa membunuhku, tahu."
"Aku sudah memperhitungkannya, Sayang... Karenanyalah aku berani sedikit mengambil risiko. Andai aku terlalu jauh melompat paling kau yang akan tercebur."
"Apa??? Jadi kau senang ya kalau aku mati."
"Salah sendiri, kenapa tadi kau telat memanah monster itu sehingga dia sempat menjatuhkan batu membara. Lagi pula, kita ke sini kan karena busur yang kau dambakan itu. Jadi, wajar saja kalau kau mati demi sesuatu yang kau inginkan."
"Kau jahat sekali, Kak. Kau lebih mementingkan dirimu sendiri ketimbang orang yang kau cintai."
"Kau yang jahat. Jika aku tidak melompat ke sini, aku yang akan mati karena tertimpa batu itu atau mati karena tercebur ke sungai lahar," kata Harsya tak mau kalah. "Ups…!" Tiba-tiba Harsya menyadari sesuatu. "Hmm… Sudahlah, May… Untuk apa lagi kita bertengkar, yang penting kita ini sudah selamat," lanjutnya kemudian.
"Ya… Kau betul, Kak. Kalau begitu, ayo kita lanjutkan perjalanan!"
"Tapi, May. Sekarang bagaimana caranya agar kita bisa melewati pijakan yang di atasnya ada batu membawa itu. Bisa-bisa kita tergelincir karenanya."
"Tenanglah, aku bisa menyingkirkan batu dengan ilmu angin menyapu gunung."
"Kalau begitu, lekas kau singkirkan batu itu!"
Lantas dengan segera Maya mulai merapal mantra ilmu angin menyapu gunung. Tak lama kemudian, dari telapak tangannya tampak bertiup angin kencang yang begitu dasyat, hingga akhirnya batu membara itu dapat disingkirkan. Setelah itu, Harsya segera melompat ke pijakan itu, dan setelah berkonsentrasi mengumpulkan tenaganya, pria itu segera melompat ke tepian sungai. Hal serupa juga dilakukan Maya hingga akhirnya mereka berdua sudah berada di seberang dengan selamat, dan setelah melewati sebuah lorong yang gelap akhirnya mereka tiba di sebuah ruangan berbentuk kubah raksasa. "Lihat, Kak! Gerbang neraka!" unjuk Maya gembira.
"Ya, tidak salah lagi, Itu memang Gerbang Neraka."
"Tapi, Kak. Lihatlah monster-monster yang menjaganya, tampaknya mereka bukan monster sembarangan."
"Kau benar, May. Mereka adalah Monbapi alias Monster Batu Api. Mereka itu hanya bisa dikalahkan dengan ilmu yang berelemen air."
Karena Maya sudah memiliki ilmu yang dimaksud, akhirnya dengan sekuat tenaga dia berhasil mengalahkan mereka. Kini Harsya dan Maya kembali melanjutkan petualangan di dunia gaib yang semakin menegangkan. Rupanya saat itu mereka sudah dekat dalam upaya mendapatkan item yang akan membuat Maya jauh lebih hebat, yaitu sebuah busur halilintar yang berada di dalam sebuah goa di gunung halilintar.
Ketika mereka tengah melewati sebuah jembatan tanah, tiba-tiba mereka dihadang oleh para Monster Naga Api. Mengetahui itu, Maya segera mengeluarkan ilmu kabut es-nya. "Mavira de sansa alia es kabuti!" Seru wanita itu lantang.
Tak ayal, saat terkena ilmu itu, para Monnagpi langsung beku dibuatnya. Mengetahui itu, Maya pun segera menyerangnya dengan ilmu jarum es, dan akibatnya para Monnagpi langsung hancur berkeping-keping. "Lho, kenapa tidak ada satu pun item yang terlontar?" tanya Maya heran.
"Kau jangan membuat Monster itu hancur berkeping-keping, May! Sebab itemnya yang ada pada Monnagpi berasal dari bagian tubuhnya. Jika kau menghancurkannya, jelas kau tidak akan mendapat apa-apa," kata seorang tiba-tiba.
"Ka-kak Raider. Kau sedang apa di sini?" tanya Maya terkejut akan kehadiran kesatria itu.
"Sama sepertimu, May. Memburu panah halilintar."
"Benarkah? Kalau begitu, kita bisa bersama-sama mencarinya!"
"Oke, May. Sebelum itu, sebaiknya busurmu itu kau ganti dulu dengan yang ini!"
"I-ini kan Panah Es Aresta. Bagaimana mungkin kau bisa mendapatkannya? Panah ini kan sangat sulit didapat," tanya Maya hampir tak mempercayainya.
"Kau betul, May. Bagimu panah itu memang sangat sulit di dapat, tapi bagiku tidaklah demikian. Sebab, aku sudah mempunyai skill Item Finder level 5."
"Le-level 5. Wah, asyik dunk. "
"May!" kata Harsya tiba-tiba.
"Apa, Sayang…?" tanya Maya.
"Aku off line dulu ya, bukankah sekarang ada Rider yang menemanimu."
"Kau mau ke mana, Kak?"
"Aku mau tidur, sebab sekarang sudah pukul satu pagi. Dan besok aku mesti ngantor. Sungguh, aku betul-betul heran, kenapa kau bisa begitu getol menaikkan level karaktermu, padahal kau itu butuh istirahat."
"Iya nih, Kak. Habis tanggung sih, biar besok saja aku tidur dikantor."
"O ya, Rider tolong jaga pacarku, ya! Awas kalau kau sampai macam-macam!"
"Jangan khawatir, Har. "
"Oke, sampai bertemu lagi. Bye Rider… Bye Mayaku sayang… Mmmuuuuaach…!" pamit Harsya seraya menghilang dari pandangan.
Sementara itu, Maya dan Rider sudah kembali berpetualang mencari busur halilintar.