===================================================
CINTA MAYA
===================================================
Bagian III
CINTA MAYA
===================================================
Bagian III
Dredep! Dredep! Dredep! Terdengar langkah kaki kuda milik Maya, Harsya, dan Raider yang baru saja tiba di lokasi Goa Taring Harimau. Keadaan di sekitar tempat itu sungguh sangat menyeramkan, di mana-mana banyak tulang-belulang manusia yang berserakan. Maya sempat merinding melihat semua itu, dalam hati dia sempat menduga-duga mengenai penyebab kematian mereka. Belum sempat Maya mendapat jawaban, tiba-tiba dari dalam goa terdengar suara auman harimau yang menyeramkan, kemudian disusul dengan munculnya seekor monster sebesar truk tronton. Monster itu persis seperti harimau, berwarna hitam putih dengan sepasang sayap di punggungnya.
"Itu Monhaber. Ayo cepat kita naik ke atas tebing itu!" teriak Raider memerintahkan.
Lantas ketiga kesatria itu segera melompat menaiki tebing yang cukup terjal, kemudian bersembunyi di balik pilar-pilar yang meruncing. Pada saat yang sama, Monhaber tampak sudah mengepakkan sayapnya, kemudian terbang mendekati ketiganya."Ayo serang dia!" Perintah Raider kepada Maya dan Harsya.
Saat itu Maya langsung melepaskan anak panahnya ke dada Monhaber, sedangkan Raider tampak menggunakan ilmu bola api yang juga diarahkan ke dada Monhaber. "Har, kenapa kau tidak ikut menyerang?" tanya Raider kesal melihat Harsya yang cuma menonton saja.
"Bagaimana mungkin aku bisa menyerang dia, aku kan tidak punya senjata atau ilmu jarak jauh."
"Kalau begitu, pakai busur api-ku ini," kata Raider seraya memberikan busur itu kepada Harsya.
"Apakah aku bisa menggunakannya?" tanya Harsya ragu.
"Tentu saja bisa, sebab syarat penggunaannya hanya memerlukan nilai DEX dan STR saja, dan level setinggimu pasti sudah mempunyai nilai DEX dan STR yang mencukupi."
Mengetahui itu, lantas dengan segera Harsya mengambil busur yang dimaksud dan menggunakannya untuk menyerang Monhaber. Pada saat itu, panah-panah api tampak melesat mengenai dada monster yang menakutkan itu.
"Gawat... RP-ku terus turun," kata Harsya tiba-tiba. "Raider, aku tidak bisa menggunakan busur ini, sebab mengandung unsur magis," sambungnya kemudian.
"Benarkah? Kalau begitu, berikan saja pada Maya! Sebab, busur itu lebih hebat ketimbang busur yang digunakannya. Biarlah kau menjadi penonton saja."
Mengetahui itu, Harsya pun segera memberikan busur tadi pada Maya. Tak lama kemudian, Maya sudah kembali menyerang Monhaber dengan menggunakan busur api milik Rider yang memang lebih dasyat dari miliknya.
"Raider, bagaimana kalau Harsya kita jadikan umpan?" saran Maya menemukan ide.
"Kau benar. Jika Harsya bisa memancing Monster itu ke tempat yang lebih terbuka, tentu aku bisa menggunakan ilmu hujan bola api dan hujan es runcing untuk menyerangnya."
"A-apa??? Kalian mau mengorbankan aku. Tidak, aku tidak mau," tolak Harsya.
"Har! Apa kau hanya mau menjadi penonton saja? Hanya dengan cara itulah kau bisa membantu kami," kata Raider meyakinkan.
"Betul, Kak. Dengan demikian kau juga akan ikut berjasa, dan aku akan bangga sekali mempunyai teman sepertimu. Sebab aku yakin, kau pasti mampu melakukannya," timpal Maya memberi semangat.
"Hmm... Kalau begitu baiklah. Demi kalian berdua, aku rela mengorbankan jiwa ragaku," kata Harsya seraya melompat turun. "Aduh, bagaimana ini? Padahal KP-ku baru naik 45%, apakah itu cukup untuk melindungiku. Andai waktu itu RP-ku tidak turun karena sebab menolong Maya, tentu KP-ku akan lebih cepat naik. Aku bertekad, jika nanti selamat aku akan lebih rajin menjalani ritual. Dengan begitu, tentu RP-ku bisa penuh seperti semula," keluh Harsya dalam hati seraya berlari ke arah lokasi terbuka.
Saat mengetahui ada mangsa empuk, Monhaber pun langsung mengejarnya. Mengetahui itu, Harsya semakin mempercepat larinya menuju lokasi terbuka.
"Cepat serang dia, Raider!" pinta Maya cemas karena melihat Monhaber sudah begitu dekat dengan Harsya.
"Sebentar lagi, May. MP-ku masih belum cukup," kata Raider sambil terus berusaha memulihkan MP-nya karena telah terpakai untuk mengeluarkan ilmu bola api.
"Cepat Raider!" pinta Maya semakin cemas lantaran sebentar lagi Monhaber sudah akan menerkam Harsya.
"Iya, May. Sebentar lagi," kata Raider masih juga belum menyerang."
"Awas, Kak!" teriak Maya ketika Monhaber tampak begitu buas hendak menerkam Harsya.
Saat itu Maya hanya bisa pasrah, dia mengira Harsya pasti langsung mati jika sampai terkena cakar Monhaber. Sungguh ajaib, ketika cakar besar Mohaber hampir mengenai Harsya, tiba-tiba tubuh kesatria tampan itu kembali dilindungi oleh sinar putih yang waktu itu juga pernah melindunginya dari panah-panah Monkeba dan Monkeha. Akibat dari menerkam perisai pelindung itu, membuat tubuh Monhaber langsung terjengkang dan terhempas ke bumi. Mengetahui itu, Raider pun tak mau menyia-nyikan kesempatan. Dia segera menyerang monster itu dengan ilmu hujan bola api dan hujan es runcing dengan kekuatan penuh. Tak ayal, saat itu tubuh Monster yang belum sempat bangkit itu langsung dihujani oleh ratusan bola-bola api dan juga ratusan es-es runcing yang begitu dasyat sehingga membuat HP-monster itu langsung terkuras hingga tinggal 10%. Karena mengetahui dirinya sudah lemah, lantas monster besar itu segera melarikan diri.
"Horeee!!! Kita menang," teriak Maya senang seraya melompat turun dan berlari menghampiri Harsya. Pada saat yang sama, Raider tampak mengikuti Maya, hingga akhirnya kedua kesatria itu sudah berhadapan dengan Harsya. Saat itu Harsya tampak marah pada keduanya. "Kalian ingin aku mati, ya? Untung saja tadi KP-ku masih bisa diandalkan, kalau tidak aku pasti mati," kata Harsya kesal.
"Maaf, Kak. Tadi Raider memulihkan MP-nya dulu," jelas Maya.
"Betul yang dikatakan Maya, Har. Kalau tidak begitu, seranganku tidak akan maksimal," tambah Raider.
"Ah, itu paling cuma alasanmu saja, Raider. Aku yakin, kau menginginkan kematianku kan? Untung saja tadi persentase KP-ku masih cukup untuk membuat perisai pelindung, kalau tidak pasti aku sudah mati. Dan akibat dari itu, kini KP-ku sudah betul-betul tak tersisa, dan jika ada bahaya lagi aku pasti akan mati."
"Sudahlah, Kak. Kau jangan marah padanya! Kau lupa kalau dia pernah menolong kita, dan tanpa pertolongannya kita pasti sudah mati."
"Aku yakin, saat itu sebetulnya dia cuma mau menolongmu, May. Andai saat itu kau tidak berada di sana, aku rasa dia tidak akan mau menolongku,"
"Kau bicara apa, Har? Waktu itu, aku memang berniat menolong kalian berdua."
"Benarkah begitu?" tanya Harsya meragukan.
"Tentu saja. Aku heran, kenapa kau bisa berpikiran serendah itu padaku?"
"Kak Harsya, apa mungkin... semua itu karena kau cemburu?" tanya Maya.
"Ya aku rasa begitu," timpal Rider.
"Tidak, itu tidak benar. Ketahuilah… Sebetulnya aku pasti masih kesal padanya lantaran waktu itu dia menyuruhmu mengeluarkan aku dari team," elak Harsya.
"Apa! Kau masih kesal padaku hanya karena aku berbuat begitu? Ketahuilah, Har. Semua itu karena kesalahanmu sendiri yang menjadi orang malas."
"Kau kenapa, Kak Harsya? Bukankah kau tidak mempermasalahkan hal itu karena menyadari kalau semua ini cuma permainan?"
"Ya, sebetulnya aku memang sudah tidak mempermasalahkannya, namun karena tadi Raider telah membuatku kesal, lantas aku pun terpaksa mengungkitnya kembali. Hmm... baiklah, kali ini aku memaafkannya. Tapi awas, lain kali jangan seperti itu! Nah... sekarang ayo kita masuki Goa Taring Harimau itu!"
Lantas dengan segera ketiga kesatria itu mulai memasuki Goa Taring Harimau yang tampak agak gelap. "Hmm… Tempat ini ternyata cukup menyeramkan," gumam Harsya sambil melihat dinding gua yang ditumbuhi lumut dan dipenuhi oleh kerangka manusia yang membentuk relief di dinding goa, juga stalagtid dan stalagmit yang terus meneteskan darah."
Ketiga kesatria itu terus melangkah dan melangkah semakin dalam, hingga akhirnya, "Lihat itu! Di sebelah sana ada cahaya matahari," unjuk Maya tiba-tiba.
"Ya, itu pasti perut goanya," timpal Harsya.
"Kalau begitu, ayo lekas kita ke sana," ajak Rider penuh semangat seraya berlari menuju tempat itu.
Kini mereka telah tiba di perut goa yang berdiameter kira-kira 20 meter dan mempunyai tinggi 5 meter, dari bagian atas gua tampak berkas-berkas cahaya yang memancar hingga memenuhi perut gua yang ditumbuhi oleh berbagai tumbuhan yang menyegarkan mata, sedangkan di bagian tengah perut gua terdapat sebuah kolam dengan airnya yang jernih dan berwarna kebiruan. Di tengah kolam itulah terdapat sebuah pulau kecil yang di tengahnya berdiri sebuah altar batu. Dan di atas altar itulah peti mantra perpindahan berada. Sungguh pemandangan indah yang berbeda dengan jalan masuknya.
"Hmm… bagaimana cara menyeberang ke pulau kecil itu? Lihatlah kolam itu dipenuhi dengan ikan piranha" tanya Maya bingung.
"Kau benar. Andai kita mempunyai ilmu meringankan tubuh atau ilmu yang bisa membuat kita terbang, tentu menyeberang ke sana bukanlah hal yang sulit," timpal Raider.
"Aneh... Kau itu kan sudah level tinggi, Rider. Masa sih tidak mempunyai ilmu seperti itu," komentar Harsya heran.
"Har, syarat untuk bisa mengusai ilmu itu tidaklah mudah. Salah satunya adalah harus sudah mencapai level 200."
"Benarkah? Kalau begitu, pasti ada cara lain."
"Maksudmu?" tanya Raider ingin tahu kejelasannya.
"Mmm... bukankah mantra perpindahan itu untuk mereka yang baru mencapai level 100. Jadi, tidak mungkin kan dengan mengandalkan ilmu seperti itu. Aku rasa pasti ada jalan rahasia."
"Jembatan rahasia maksudmu?" tanya Maya tiba-tiba.
"Ya, mungkin saja. Coba kalian perhatikan keempat tugu yang ada di sekeliling kolam ini. Tadi aku sempat memperhatikan kalau pada masing-masing tugu mempunyai simbol yang berbeda-beda. Kalau begitu, ayo kita selidiki salah-satu tugu itu," jelas Harsya seraya menghampiri sebuah tugu yang terdekat. Tugu itu berbentuk obelisk dengan warna hitam pekat. "Nah, lihatlah! Sepertinya simbol ini adalah sebuah tombol," lanjut Harsya seraya menekan simbol itu. "Nah, benar kan. Simbol ini memang sebuah tombol, buktinya simbol ini bisa ditekan layaknya sebuah tombol. Aku yakin, pada ketiga tugu yang lainnya pasti juga seperti ini."
"Kau benar, Kak. Jika kita berhasil menekannya sesuai dengan urutan yang benar pasti akan terjadi sesuatu," timpal Maya.
"Kalau begitu, apalagi yang kita tunggu. Mari kita pecahkan teka-teki simbol-simbol itu!" ajak Harsya bersemangat.
Lantas ketiga kesatria itu segera mempelajari simbol-simbol itu dengan antusias. "Hmm... ini mudah sekali," kata Harsya dengan mata berbinar. "Ya, tidak salah lagi. Semua simbol itu merupakan simbol empat musim. Aku rasa urutannya adalah musim panas, musim gugur, musim dingin, dan musim semi. Atau bisa juga musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim dingin. Pokoknya tinggal ditukar-tukar saja hingga urutannya benar-benar pas."
"Ya, aku rasa memang demikian. Sebab teka-teki ini adalah teka-teki pertama yang harus dipecahkan oleh golongan penyihir yang ingin ke dunia gaib, jadi tidak mungkin dibuat sulit. Bukan begitu, Kak Raider?" tanya Maya.
Raider tidak menjawab, saat itu dia tampak seperti orang kebingungan.
"Kau kenapa, Kak Rider?" tanya Maya lagi setelah melihat gelagat Rider yang demikian.
"Hmm… Aku tahu kenapa Rider bersikap begitu, May," kata Harsya tiba-tiba. "Ya, aku yakin sekali kalau Raider tidak tahu menahu soal teka teki itu. Bukan begitu Raider?"
Lantas dengan agak malu, akhirnya Raider mau juga mengakui. "Kau benar, Har. Aku memang tidak familiar dengan teka-teki. Itulah alasan yang sebenarnya kenapa aku belum pernah mengunjungi tempat ini, sehingga sampai saat ini aku masih belum mempunyai mantra perpindahan. Ketahuilah… Setelah mendengar gosip kalau untuk mendapatkan mantra perpindahan harus memecahkan sebuah teka teki, maka aku pun menjadi putus asa. Maklumlah, kalau aku ini memang tidak pandai dalam memecahkan teka-teki."
"Jika benar begitu, kenapa kau tidak meminta tolong dengan gamer lain, Rider?" tanya Harsya bingung.
"Itulah susahnya. Kebanyakan para gamer yang sudah berhasil memecah teka-teki ini tidak mau memberitahu. Andai pun ada yang mau memberitahu, pasti akan meminta bayaran yang tinggi sekali."
"Hmm… kini aku semakin mengerti kalau tujuanmu menyelamatkan kami waktu itu sebenarnya karena kau membutuhkan kami untuk memecahkan teka teki itu. Iya, kan?"
"Benarkah itu Raider. Ja-jadi… kau menyelamatkan kami waktu itu karena… ada maunya?"
"Tidak! Itu tidak benar. Jujur saja, walaupun sebenarnya aku memang memerlukan bantuan kalian untuk mendapatkan mantra perpindahan itu, namun niatku menyelamatkan kalian waktu itu bukanlah semata-mata karena itu, tapi lebih kepada rasa ingin membalas budi."
"Membalas budi. Apa maksud kata-katamu itu, Raider?" tanya Harsya heran.
"Har. Setelah kejadian di Lembah Hijau, dan setelah aku ingat-ingat, ternyata kau adalah orang yang telah menolongku. Sungguh kau itu gamer yang suka menolong sesama gamer, dan karenanyalah sejak di Lembah Babi sebetulnya aku sudah mengikutimu dengan keyakinan kalau kau pasti akan memecahkan teka-teki itu untuk Maya. Eng.. Masih ingatkan kau ketika kita pernah bertemu di kota Misteri."
"A-apa? Kita pernah bertemu di Kota Misteri…? Tapi, kenapa aku tidak ingat?"
"Wajar saja kalau kau lupa. Soalnya itu sudah lama sekali. Ketahuilah, Har. Saat itu kau pernah memberitahuku perihal teka-teki kamar rahasia di Istana Naga Tidur. Kalau tidak salah, saat itu kau sedang dalam misi mencari pena emas."
"O… kini aku ingat. Kau adalah orang yang tak tahu terima kasih itu? Kau tinggalkan aku begitu saja di tempat terpencil tanpa membantuku mencarikan kuda lebih dulu. Padahal saat itu kudaku mati karena sebab membantumu."
"Maaf, Har. Saat itu aku terpaksa meninggalkanmu. Sebab, saat itu aku tidak mungkin bisa menolak keinginan Wina yang saat itu minta segera diantar untuk menyelesaikan misinya. Karena itulah, tadi aku mau menyelamatkan kalian berdua, demi untuk membalas kebaikanmu dulu. "
"Benarkah begitu?" tanya Harsya ragu.
Raider mengangguk.
"Baiklah kalau begitu. Walaupun saat itu sebetulnya aku kesal sekali lantaran kau meninggalkanku dalam keadaan susah. Sungguh aku tidak menyangka, hanya demi gadis yang bernama Wina itu kau sampai tega melakukan itu."
"Kau tidak mengerti, Har. Sebab Wina itu…"
"Sudahlah… kau tak perlu mengatakannya. Aku paham kok, Wina itu pasti orang yang kau cintai, dan karenanya kau lebih mementingkan dia daripada aku. Seperti halnya diriku, yang entah kenapa mau saja menemani Maya hingga kemari. Ups! Lupakan kata-kataku barusan, Rider!"
Raider tersenyum. "Hmm… Kini aku semakin yakin. Rupanya memang karena itu kau selalu tampak kesal jika Maya berada di dekatku. Hehehe…! Rupanya kau memang betul-betul cemburu. Eh, Har… Aku harap, mulai sekarang kau tidak perlu khawatir lagi. Bukankah kini kau sudah semakin bertambah yakin kalau tujuan utamaku sebenarnya bukan untuk mendapatkan Maya melainkan untuk mencari mantra perpindahan itu."
Mengetahui itu, Hasya segera berbisik pada Rider. "Kau benar, Rider. Sebetulnya aku memang mencintai maya. Kini aku sudah bertambah yakin kalau kau bukan mau mengejar dia. Namun, siapa tahu masih ada udang di balik batu."
"Ya sudah kalau memang masih mau terus mencurigaiku. Kini aku sudah tidak mau ambil pusing lagi. Hmm.. bagaimana sekarang kita aktifkan obelisk-obelisk itu!"
Tak lama kemudian, Maya mulai mengaktifkan obelisk itu satu per satu, dan setelah simbol pada obelisk terakhir ditekan, tiba-tiba dari dasar kolam tampak menyembul bebatuan hingga akhirnya membentuk sebuah jembatan.
"Kita berhasil, Kak!" seru Maya bersorak kegirangan.
"Wah, akhirnya aku bisa juga mendapatkan mantra perpindahan itu," kata Rider tak kalah senang.
"Sial… kenapa RP-ku kini turun lima point? Padahal bukan aku mengaktifkan obelisk itu."
"Aku tahu, Kak. RP-mu turun karena kaulah yang memecahkan teka-tekinya, yang mana secara tidak langsung sudah membantu kami."
"Uedan…! Sungguh aku tidak menyangka, kalau program permainan ini mampu mendekteksi ucapan gamer sebagai triger rutin penilaian. Kalau begitu, mulai sekarang aku tidak akan berucap sembarangan, sebab segala ucapan yang bertentangan dengan atribut karakterku bisa mengurangi RP. "
Setelah berkata begitu, Harsya pun tidak berkata-kata lagi. Saat itu dia hanya menyaksikan kedua temannya mengambil apa yang mereka cari. Tak lama kemudian, ketiganya sudah berangkat untuk kembali ke kota.
Semenjak Maya memiliki mantra perpindahan, wanita itu sering sekali berkelana di alam gaib yang begitu menyeramkan. Seringkali andrenalinnya terpacu karena harus berhadapan dengan monster-monster alam gaib yang dua kali lebih kuat. Saat ini pun Maya sedang bertarung dengan monster merah bertanduk yang begitu menyeramkan. Tubuh monster itu dua kali lebih besar dari tubuh manusia, matanya berwarna merah menyala. Dan jika dia menyeringai, maka tampaklah gigi-giginya yang runcing dan panjang. Sedang pada lengan dan betisnya terdapat duri-duri tajam yang mematikan. Jarinya pun tampak panjang, berkuku lancip seperti cakar harimau.
"Inneka talia faste de gora!" teriak Maya mengeluarkan ilmu tali es yang langsung mengikat monster itu dan membuatnya beku. "Fi sense bajia druka nemo!" teriak Maya lagi mengeluarkan ilmu jarum baja yang jumlahnya ratusan dan langsung menghujam ke tubuh monster yang sedang membeku itu. Tak ayal, seketika itu tubuh si monster langsung hancur berkeping-keping.
"Berhasil!" teriak Maya senang seraya mengambil sebuah item yang terlontar dari monster itu. "Asyik...! Ini kan sarung tangan api," kata Maya senang karena sarung tangan itu dapat meningkatkan kemampuan busur panah api.
Ketika Maya hendak melangkah pergi tiba-tiba, "Harsya..." kata wanita itu senang karena mengetahui Harsya baru saja online. "Kak, kau sedang di mana?" tanyanya dengan memanfaatkan fasilitas komunikasi whisper.
"Aku sedang di gerbang hutan bidadari, mau mengambil apel cinta," jawab Harsya.
"Benarkah? Kalau begitu, tunggu aku ya! Aku juga mau mengambil apel cinta."
"Baiklah... Aku akan menunggumu di sini."
Beberapa menit kemudian, Maya sudah tiba di gerbang hutan bidadari.
"Wah, cepat sekali kau tiba di sini," komentar Harsya kagum.
"Ya itu karena kudaku sudah kulengkapi dengan tapal kuda kilat yang kudapat dari lembah petir yang ada di dunia gaib."
"O, pantas saja kalau begitu."
"Kak, kau mau kudamu pakai tapal kuda itu? Kebetulan aku masih punya empat,"
"Terima kasih, May. Kau lupa ya kalau aku ini R-Warrior, RP-ku bisa terkuras kalau aku memakai benda seperti itu."
"Hihihi…! Iya, ya Kak. Kau benar."
"O ya, kalau kau mau tahu, RP-ku saat ini sudah berada di bawah 75%, dan dengan begitu KP-ku tidak akan pernah terisi."
"Kenapa kau tidak segera mengembalikannya, Kak?"
"Entahlah... aku juga tidak mengerti. Ketahuilah, belakangan ini aku malas sekali melakukan ritual. Karena itulah aku berniat mengambil apel cinta untuk mempercepat kembalinya RP-ku itu. Hmm... mungkin selama ini kau menjadi malas karena..." Harsya tidak melanjutkan kata-katanya.
"Karena apa, Kak?" tanya Maya penasaran.
"Sudahlah lupakan saja! Sebaiknya ayo kita berangkat sekarang!" ajak Harsya seraya memacu kudanya memasuki Hutan Bidadari.
Mengetahui itu, Maya pun segera mengikutinya, hingga akhirnya kedua muda mudi itu sudah berada di tengah hutan yang begitu lebat. Rimbunnya pepohonan yang ada di tempat itu sungguh tampak menyejukkan mata, kicauan burung dan suara serangga pun terdengar begitu menentramkan, bahkan di sepanjang jalan yang mereka lalui tampak ditumbuhi oleh berbagai macam bunga yang begitu indah.
"Aku senang sekali berada di Hutan Bidadari ini, Kak. Tempat ini adalah tempat paling indah di antara tempat yang pernah aku kunjungi."
"Ya, ini adalah tempat terindah yang ada di dunia gaib. Apa lagi jika berada di perkampungan bidadari, sungguh aku betah berlama-lama di sana."
"Dasar... kau pasti suka melihat para bidadari yang ada di kampung itu kan?"
"Kau betul, soalnya mereka semua cantik-cantik. Namun bukan hanya itu saja, dari tempat itu, aku bisa melihat pemandangan yang sangat indah. Hamparan hutan hijau dengan latar belakang perbukitan yang diselimuti kabut emas sungguh tampak menyejukkan mata."
"Lihat itu…!" unjuk Maya tiba-tiba.
"Aha… para monster kupu-kupu beracun. Kalau begitu, ayo kita habisi mereka!" Ajak Harsya seraya turun dari kuda dan segera menyerang Monkuber yang jumlahnya puluhan.
Maya pun tak mau ketinggalan, dengan panah berapi dia menyerang monster-monster itu dari atas kudanya. "Awas, Kak! Di belakangmu!" teriak Maya memperingati.
Terlambat. Seketika itu juga Harsya langsung terkena semburan ludah beracun. "Gawat, May! HP-ku terus menurun," teriak Harsya panik.
"Kalau begitu, cepat minum anti racun!" teriak Maya sambil terus menyerang para Monkuber yang sudah tinggal sedikit.
"Aku tidak punya!" teriak Harsya sambil terus menyerang hingga akhirnya semua Monkuber terkapar tak bergerak lagi.
Pada saat itu Maya tampak melompat dari kuda dan berlari menghampiri Harsya. "Kak, kau serius tidak mempunyai anti racun?" tanya Maya kepada pria itu.
"Betul, May. Kupikir aku bisa mendapatkannya selama perburuan," jawab Harsya meyakinkan
"Dasar Bodoh. Aku kan pernah bilang kalau mau ke mana-mana jangan lupa beli anti racun sekedar untuk berjaga-jaga. Untung saja saat ini aku masih mempunyai cukup anti racun. Kalau tidak, mau beli di mana kita?"
"Aduh, May. Mana aku ingat?"
"Wah, ternyata memorimu payah juga ya. Berapa Mega Byte sih?"
"Tidak tahu, May. Mungkin cuma 32 Mega Byte."
"Wah, memang payah sekali. Memorymu kalah sama komputer. Komputer saja sudah sampai Giga Byte"
"Kau jangan salah, May. Memoryku memang payah. Tapi harddisk dikepalaku ini mampu menyimpan data yang banyak sekali."
"Iya, tapi tetap saja masih kalah sama komputer. Sekarang aku tanya, berapa banyak kau bisa mengingat no telepon, berapa banyak kau bisa mengingat lagu, berapa banyak kau bisa mengingat... ah, sudahlah. Pokok kalah."
"Iya deh aku kalah, tapi prosesor di kepaku jauh lebih cepat daripada pentium terbaru."
"Masih kalah, Kak. Sekarang seberapa cepat kau bisa menghitung matrix? Aku yakin lambat sekali, bahkan lebih lambat dari PC 286."
"Iya deh aku kalah lagi, tapi software yang ada dikepaku jauh lebih hebat dari windows terbaru sekalipun."
"Tetap masih kalah, Kak. Logikamu yang hanya sendirian saja mana mungkin bisa menang melawan logika para programmer yang dijadikan satu."
"Kau benar, May. Aku memang tidak mungkin bisa menandingi komputer yang tak pernah lupa dan setiap saat semakin bertambah cerdas. Sebab, kecerdasan komputer itu karena logika orang-orang cerdas yang digabungkan dan terus-menerus diperbaharui."
"Hihihi... akhirnya kau mau mengaku kalah juga...."
"O ya, May. Ngomong-ngomong, bagaimana soal anti racunnya."
"O ya, maafkan aku Kak! Aku lupa."
"Tidak apa-apa, May. Aku memakluminya kok, memory-mu kan cuma 16 mega byte. Tidak seperti aku yang mempunyai memory 32 mega byte"
"Iya, biarpun 16 mega byte tapi masih bagus. Ketimbang milikmu yang 32 mega byte tapi sering error."
"Aduh... May. HP-ku tinggal 10% lagi. Kalau tidak buru-buru diobati bisa mati nih."
"Kamu sih yang mulai duluan. Kalau bagitu, ini cepat diminum?"
Lantas dengan segera Harsya meminum Anti racun yang diberikan Maya. Begitu efek anti racun itu bekerja, HP Harsya yang berwarna hijau kini sudah kembali merah. Lalu dengan sangat perlahan, HP-nya tampak mulai berangsur naik.
Setelah mengambil item-item yang sempat terlontar dari Monhaber yang mati, kedua kesatria itu lantas beristirahat di atas sebuah batu hitam tak jauh dari jembatan gantung yang menyeberangi sebuah anak sungai. Mereka duduk di bawah sebuah pohon besar yang begitu rindang, merasakan kesejukan angin sepoi-sepoi yang terus bertiup. Sesekali mata mereka tampak memandang ke arah sungai, memperhatikan riak air yang begitu jernih dan terdengar menentramkan hati. Sungguh pemandangan di sekitar tempat itu tampak begitu indah, bunga-bunga yang berwarna-warni tampak tumbuh dimana-mana. Bahkan dari tempat mereka duduk hingga jauh menghiasi padang rumput yang menghijau, dan di sekeliling padang rumput itu ditumbuhi pohon-pohon yang berjajar begitu teratur membentuk komposisi yang menyejukkan mata.
"May, terimalah bunga ini!" ucap Harsya seraya memberikan setangkai bunga mawar yang baru dipetiknya.
Sejenak Maya terpaku seraya memandang kedua mata pria itu. "Ha-Harsya. Ka-kau memberiku bunga," kata wanita itu dengan wajah bersemu merah.
"Kenapa? Apa aku tidak boleh memberi perhatian padamu?"
"Te-terima kasih ya, Kak. Aku sungguh tidak menduga, ternyata kau itu orang yang romantis juga."
"Romantis...? Apa iya aku ini orang yang demikian?" tanya Harsya seakan tak percaya.
"Tentu saja. Soalnya selama ini kau begitu aneh dan menyebalkan, kau selalu mau menang sendiri dan sama sekali tidak mau mengerti perasaanku. Dan aku masih ingat betul, saat event valentine kau malah memberiku sarung tangan. Seharusnya saat itu kau memberiku bunga atau coklat. O ya, Kak. Ngomong-ngomong, apa RP-mu turun setelah memberiku bunga?"
"Tidak, kini malah bertambah lima point."
"Lho, kenapa malah bertambah. Bukankah waktu itu turun lima point. Eng, apakah itu karena kali ini kau memberiku bunga."
"Bukan, bukan karena itu. Saat itu RP-ku turun karena saat itu aku memberimu sarung tangan dalam rangka event Valentine. Sebab, menurut web site game ini, karakter beratribut R memang akan kehilangan RP-nya jika ia berpartisipasi mengikuti event Valentine."
"Kenapa bisa begitu, Kak?"
"Entahlah… Mungkin penyelenggara game ini ingin memberi pesan kalau hari Valentine itu tidak layak dirayakan oleh orang yang beragama, khususnya orang yang beragama Islam. Sebab, setahuku Valentine itu cuma adopsi kebudayaan sesat bangsa romawi, yaitu Lupercalia atau kebudayaan berzinah bangsa romawi, yang mana dipercaya sebagai ritual untuk menjadi lebih kuat. Sebetulnya hari Valentine itu adalah hari kasih sayang untuk menggalakkan pernikahan, sebagaimana yang dulu telah diperjuangkan oleh Santo Valentinus. Karena itulah, untuk meneruskan perjuangan Santo Valentinus, akhirnya pihak gereja sengaja mengadopsi Lupercalia menjadi hari Valentine, yaitu hari kasih sayang bagi pasangan yang sedang kasmaran untuk segera menikah. Nama Valentine sengaja digunakan untuk menghormati Santo Valentinus yang dihukum mati lantaran menentang Lupercalia. Perjuangan Santo Valentinus adalah menandingi upacara sesat itu dengan cara menikahkan pasangan muda yang sedang kasmaran. Namun sayangnya, lama-kelamaan makna peringatan hari kasih sayang yang semula baik itu kini telah diselewengkan dari tujuan awalnya, yaitu menjadi hari kasih sayang yang justru mengarah ke perzinahan. Karena itulah, kini hari Valentine sudah tidak layak lagi untuk dirayakan, sebab sudah kembali bergeser kebentuk aslinya, yaitu perayaan perzinahan. Sesungguhnya percintaan yang hak itu adalah setelah terjadinya pernikahan, dan itulah kasih sayang yang sebenarnya. Coba saja kau pikir, apakah saling berbagi dosa itu adalah kasih sayang. Hanya orang bodohlah yang berpikir demikian."
"Benarkah begitu, kak? Kenapa kasih sayang hanya untuk mereka yang sudah menikah, dan apakah orang belum menikah tidak boleh berkasih sayang kepada orang yang dicintainya?" tanya Maya meragukan.
"Pikir saja sendiri deh! Apakah jika kau dan pacarmu merayakan hari Valentine dengan disertai ciuman dan pelukan itu yang namanya kasih sayang, padahal jelas sekali Tuhan membenci perbuatan itu. Apalagi jika kalian sampai berhubungan intim dan membuatmu hamil, apakah itu yang dinamakan kasih sayang. Sudah dibenci Tuhan, masa depan hancur pula, apakah itu yang namanya kasih sayang?"
"Maksudku, apa tidak boleh saling berkasih sayang dengan memberi perhatian kepada orang yang kita cintai hanya sebatas memberi bunga atau coklat misalnya."
"Kalau begitu sih, boleh-boleh saja. Tapi hal seperti itu tidak perlu menunggu hari Valentine kan, contohnya seperti yang baru kulakukan tadi. Dengarkan aku, May…! Tidak mungkin pihak gereja pada saat itu sampai mengadopsi Lupercalia jika yang dimaksud adalah kasih sayang yang kau maksudkan itu. Ketahuilah, sesungguhnya kasih sayang yang dimaksud pada saat itu adalah mengenai hubungan intim dua insan yang berbeda jenis. Lagi pula, apa iya kau merayakannya hanya dengan saling memberi bunga atau coklat, tidak ditambah dengan hal lain yang dibenci Tuhan."
"Hihihi…! Paling cuma dicium pipi atau kening, dan itu sebagai ungkapan kasih sayang, bukannya nafsu."
"Wah, kalau dalam agama Islam, hal seperti itu jelas berdosa. Jangankan hal seperti itu, saling berpandangan saja sudah dianggap mendekati zinah.
Al Israa' 32. Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.
Jelas sekali, pada ayat di atas Allah telah melarang manusia untuk mendekati zinah. Dan ayat tersebut diturunkan sebagai pencegahan agar manusia tidak sampai terjerumus ke perzinahan. Pikirkanlah, apa mungkin seseorang akan melakukan perbuatan zinah jika mendekatinya saja ia takut mendapat murka Allah."
"Hmm… tampaknya kau benar, Kak. Kini aku mengerti kenapa saat itu RP-mu bisa turun, rupanya karena event Valentine itu adalah hal yang bertentangan dengan atribut karaktermu. Sebab sejatinya Valentine itu adalah moment untuk mengingatkan betapa pentingnya arti pernikahan, yang mana pasangan muda yang sedang kasmaran dianjurkan untuk segera menikah agar tak sampai melakukan perzinahan, yang mana pada zaman dulu memang sangat efektif lantaran mampu mencegah para muda-mudi untuk tidak ikut Perayaan Lupercalia. Namun karena kini makna sejatinya sudah bergeser, maka Valentine sudah tak layak lagi di rayakan lantaran sekarang justru dipakai sebagai moment mendekati zinah. Maklumlah, kebanyakan pasangan muda cenderung ingin memberi kesan khusus pada hari yang dianggapnya istimewa. Dan hal istimewa di dalam percintaan dua insan yang berlainan jenis tentunya lebih dari sekedar memberi bunga atau coklat, yaitu melakukan kegiatan seks, baik hanya saling berpandangan hingga sampai ke perzinahan."
"Tepat sekali, May. Sungguh aku tidak menyangka, kalau kau itu memang wanita cerdas. O ya, May. Ngomong-ngomong, tadi kau bilang aku ini orang aneh yang begitu menyebalkan, mau menang sendiri dan tidak mau mengerti perasanmu. Tapi, jika kupikir-pikir, kaulah yang aneh dan menyebalkan, mau menang sendiri dan tidak mau mengerti perasaanku. Apalagi jika sudah ada Raider, kau semakin tambah menyebalkan."
"Hihihi... kau cemburu rupanya. Ayo, Kak…! Katakanlah! Kau cemburu kan?"
"Cemburu...! Huh, untuk apa aku cemburu. Kau jangan ke GR-an deh."
"Iya, kan. Kau memang menyebalkan. Dengarkan aku, Kak! Kalau kau memang mencintaiku katakan saja, janganlah kau memendam perasaanmu itu. Ketahuilah, sebetulnya a-aku pun mencintaimu, Kak."
"Ma-Maya… Be-benarkah yang kau katakan itu?" tanya Harsya hampir tak mempercayainya.
Maya mengangguk dengan wajah yang tampak merona.
"May... Eng… se-benarnya a-aku memang mencintaimu. Eng... Ma-maukah kau menjadi pacarku?"
Maya tidak segera menjawab, dia tampak memandang mata pria itu dengan wajah yang semakin merona. Tak lama kemudian, dia sudah menganggukkan kepala dengan disertai sebuah senyum mengembang di bibirnya. "A- aku bersedia, Kak. Sebetulnya aku sudah lama menunggu kau mengatakan ini," ucapnya terbata.
"Sungguh?" tanya Harsya hampir tak mempercayainya.
Maya mengangguk, kemudian dengan segera dia memeluk pria itu dan merasakan kehangatannya .
"Hentikan, May!" pinta Harsya tiba-tiba seraya melepaskan pelukannya dan duduk agak menjauh.
"Kenapa, Kak?" tanya Maya heran.
"RP-ku terus menurun, May..." jelas Harsya heran.
"Ke-kenapa bisa turun?" tanya Maya tidak mengerti.
"Hmm... aku sungguh tidak menyangka, ternyata di permainan ini masalah cinta pun bisa mempengaruhi karakter yang kita mainkan. Sungguh aku heran, kenapa hal penting seperti ini tidak di jelaskan di web sitenya. Wah, kini RP-ku tinggal 25%. Gawat betul kalau begitu, kini aku akan semakin bertambah sulit untuk bisa mengembalikannya seperti semula. "
"Eng... apakah RP-mu turun karena sebab kita saling mencintai."
"Bukan, bukan karena itu, namun karena barusan kita telah berpelukan tanpa ikatan suci yang semestinya."
"I-ikatan suci?"
"Ya, agar RP-ku tidak turun lagi sebaiknya kita segera menikah."
"Apa??? Kak, ini kan cuma permainan, kenapa harus menikah segala?"
"Permainan ini begitu kompleks, May... Agar karakter R-Warrior-ku ini tidak binasa, rasanya memang harus begitu. Jika tidak, maka mau tidak mau aku harus menjaga diri agar tidak melakukan perbuatan seperti yang kita lakukan tadi."
"Wah, repot juga kalau begitu."
"Repot…? May ini kan cuma permainan. Kenapa mesti merasa repot. Kita kan hanya tinggal menikah saja. Dan setelah menikah kita bebas melakukan apa saja yang berhubungan dengan cinta kita. Ini kan bukan dunia nyata, menikah di sini aku rasa tidak sesulit di dunia nyata, yang mana harus melibatkan banyak orang untuk terjadinya suatu pernikahan, apalagi jika di dunia nyata melibatkan banyak orang yang tak memahami agama tentu akan semakin bertambah repot. Dan aku rasa, di permainan ini pun tidak ada tanggung jawab seperti halnya di dunia nyata. Sebab di sini tidak mungkin kita bakal mempunyai anak yang harus kita biayai kehidupannya, yang mana jika di dunia nyata akan semakin bertambah sulit saja lantaran adanya pihak-pihak yang begitu mencintai materi."
"Hmm... bagaimana kalau ternyata kita bisa mempunyai anak?"
"Kalau itu benar, berarti aku harus lebih serius memainkan permainan ini. Sebab jika aku main-main, tentu aku akan kalah. Ah, sudahlah… itu kan baru perkiraan kita. Lagi pula, di web sitenya sama sekali tidak menjelaskan tentang hal itu."
"Tapi... bukankah perkara cinta yang tadi kita alami juga tidak ada di web sitenya, namun ternyata kita bisa mengalaminya?" tanya Maya ragu.
"Kau benar May, memang tidak mustahil kalau pasangan gamer yang menikah bisa juga mempunyai anak."
"Itulah yang aku khawatirkan, Kak. Permainan ini penuh dengan misteri, dan pengelolanya aku rasa memang sengaja tidak memuatnya di website. Dengan tujuan mereka mau memberi kejutan kepada para Gamer."
"O ya, May. Ngomong-ngomong, apa kau pernah melihat ada Gamer yang sudah mempunyai anak?"
"Belum, Kak. Eng... bukankah permainan ini masih baru. Aku rasa baru kita saja karakter yang saling mencintai. Sebab, selama ini aku melihat para Gamer kerjanya hanya berburu dan mencari kesaktian, mereka sama sekali tidak mempedulikan soal cinta. Kak... ketahuilah, sebetulnya aku pun merasa rugi jika harus mengurusi soal cinta. Pikirkan saja, dari tadi kerja kita cuma ngobrol saja. Seharusnya kan kita sudah kembali berburu mencari item. Kalau begini terus, rasanya kita akan lama naik levelnya."
"Kau betul, May. Tapi... aku mencintaimu. Terus terang, aku lebih senang begini daripada harus berburu dan berburu."
"Kau enak bicara begitu, Kak. Sebab kau mungkin punya uang banyak yang tak membebanimu dalam membayar permainan ini. Tapi aku, selama ini aku harus bekerja keras mencari uang agar bisa terus mengikuti permainan ini. Sekarang aku tanya padamu, apa sebetulnya tujuanmu mengikuti permainan ini?"
"Tujuanku adalah untuk membunuh rasa sepi yang selama ini melanda lantaran aku tidak bisa menyikapi hidup dengan benar. Terus terang, aku sudah bosan hidup di dunia nyata. Setiap harinya yang kukerjakan hanya itu-itu saja. Bayangkan saja, setiap harinya aku harus mengurusi urusan kantor yang membosankan itu. Walaupun aku banyak uang, tapi aku tidak mendapat kesenangan seperti ketika memainkan permainan ini."
"Kak... Apakah di dunia nyata kau tidak mempunyai kekasih?"
Harsya tidak segera menjawab, dia tampak enggan untuk menjawab pertanyaan itu.
"Katakanlah, Kak. Jika kau memang mempunyai kekasih di dunia nyata, cintaku padamu di dunia maya ini tak akan pernah berubah."
"May, sebetulnya di dunia nyata aku masih sendiri. Sebab kekasihku telah pergi meninggalkan aku. Hal itulah yang sebetulnya membuatku kesepian. Ketahuilah, kalau selama ini aku sulit menemukan wanita seperti dia, namun setelah aku mengenalmu aku merasa kau itu seperti dia. Sebab tabiatmu itu sama seperti dia, dan karenanyalah aku mencintaimu."
Mengetahui itu, Maya pun jadi berpikir," Hmm... jangan-jangan dia itu Haris mantan kekasihku?" tanya Maya dalam hati. "Eng... kalau boleh kutahu. Siapa nama wanita itu?" tanyanya kepada Harsya.
"Sudahlah, May. Jangan kau mengingatkan aku lagi dengannya. Terus terang, setelah bertemu denganmu aku memutuskan untuk melupakannya. Sekarang hanya kaulah satu-satunya wanita yang ada di hatiku."
"Kak, ingatlah! Ini hanya permainan. Kau jangan mencintaiku seperti kau mencintai kekasihmu di dunia nyata. Kau kan belum melihat aku seperti apa, jangan-jangan setelah melihat aku kau malah tidak suka."
"Aku yakin, kau itu pasti wanita yang cantik. Sebab dari caramu bersikap selama ini semakin membuatku yakin kalau kau memang wanita yang cantik. Bahkan kau begitu percaya diri kepada setiap pria yang kau temui, layaknya wanita yang cantik."
"Kau betul, Kak. Kata orang aku ini memang cantik, bahkan mantan kekasihku seringkali memuji kecantikanku."
"O ya, ngomong-ngomong kenapa dia sampai memutuskanmu?"
"Bukan dia yang memutuskan, tapi akulah yang memutuskannya. Sebab, dia itu begitu menyebalkan. Sama persis seperti dirimu yang menyebalkan, namun entah kenapa justru hal itu yang membuatku mencintaimu."
"Hmm... kejadian yang kita alami betul-betul sama. Eng... kalau begitu, boleh kutahu nama pria itu?"
"Sudahlah, Kak. Jangan kau mengingatkan aku lagi dengannya. Terus terang, setelah bertemu denganmu aku memutuskan untuk melupakannya. Sekarang hanya kaulah satu-satunya pria yang ada di hatiku."
"Wah, mau membalas nih ceritanya. Baiklah… kalau begitu aku pun tak mau kalah. May, ingatlah! Ini hanya permainan. Kau jangan mencintaiku seperti kau mencintai kekasihmu di dunia nyata. Kau kan belum melihat aku seperti apa, jangan-jangan setelah melihat aku kau malah tidak suka."
"Aku yakin, kau itu pasti pria yang tampan. Sebab dari caramu bersikap selama ini semakin membuatku yakin kalau kau memang pria yang tampan. Bahkan kau begitu percaya diri kepada setiap wanita yang kau temui, layaknya pria yang tampan."
"Kau betul, May. Kata orang aku ini memang tampan, bahkan mantan kekasihku seringkali memuji ketampananku."
"Sudahlah… Kini aku sudah tidak peduli kau itu tampan atau tidak, kini yang menarik perhatianku adalah kenapa perkara cinta yang kita alami bisa sama? Jangan-jangan kau itu..."
"A-aku apa, May...?"
"Kau itu Haris mantan pacarku kan? Kak Haris, aku ini Maya Angelina¾mantan pacarmu."
Mendengar itu, Harsya seketika menjawab, "Syukurlah...! Semula kupikir kau itu dia, tapi ternyata bukan. Kau adalah Maya... Eng... siapa tadi nama lengkapmu?"
"Maya Angelina."
"Ya itu. Ketahuilah! Nama mantan pacarku adalah Winda Saleha bukannya Maya Angelina. Kini aku benar-benar lega dan yakin sekali, kalau kau bukanlah dia. Sebab memang tidak mungkin jika dia memainkan permainan ini. Dia itu kan gaptek, alias gagap teknologi."
"Benarkah yang kau katakan itu, Kak?" tanya Maya hampir tak mempercayainya.
"Betul, May. Kejadian yang kita alami di dunia nyata memang sama, tapi untungnya kita bukan orang yang sama."
"Kak, aku betul betul-betul senang mengetahui semua ini. Semula aku juga sempat berpikir kalau kau itu adalah mantan kekasihku, namun sekarang aku benar-benar lega."
"O ya, kau punya FS kan. Untuk lebih meyakinkan, apa boleh kutahu FS-mu?" tanya Harsya.
"Eng, tapi aku juga boleh lihat FS-mu ya!" kata Maya bersemangat.
"Tentu saja. Ini FS-ku," kata harsya setuju.
"Dan ini FS-ku," balas Maya. "Sebentar ya, aku mau mengecek FS-mu dulu!" lanjutnya kemudian.
"Aku juga mau segera mengecek FS-mu ah," kata Harsya tak mau kalah.
Tak lama kemudian, Maya sudah kembali di dunia game. "O, jadi nama lengkapmu Harsya Iskandar. Tapi, kenapa fotonya ada tanda tanya. Kau itu curang."
"Maafkan aku, May! Aku belum sempat upload. Tapi jangan khawatir, kau pasti bakal melihat wajahku juga, dan aku yakin kau tidak akan kecewa. Seperti hal diriku yang kini benar-benar bahagia lantaran bisa melihat fotomu yang memang seorang wanita cantik. Nah, duhai kekasihku. Bagaimana kalau sekarang kita melanjutkan perjalanan ke Kampung Bidadari! Bukankah kau bilang, kau merasa rugi jika hanya berdiam tak melakukan hal-hal yang bisa meningkatkan kemampuan karakter kita."
Mengetahui ajakan itu, Maya pun langsung setuju. Lantas dengan segera sepasang kekasih itu menunggangi kuda masing-masing dan segera memacunya melewati jembatan gantung, hingga akhirnya keduanya tampak saling berkejaran melintasi pandang rumput guna sampai ke Kampung Bidadari.